Bila bulutangkis punya Hendra Setiawan yang telah memenangkan prestasi tertingginya, san masih bermain hingga sekarang, yang telah melewati usia keemasannya.Â
Maka di sepak bola, kita memiliki Gianlugi Buffon, penjaga gawang veteran yang telah memenangkan level tertinggi sepak bola. Baik itu di klub maupun saat tampil bersama Italia. Bila Hendra belum pernah memenangi Thomas Cup, sama halnya dengan Buffon, yang sama sekali tak pernah mencicipi juara liga champions Eropa. Saat ini keduanya hanya menyisahkan juara itu saja.
Hendra Setiawan yang memutuskan kembali ke Pelatnas setelah berpisah dari Tan Boon Hoong tak lain untuk merangkuh piala Thomas yang dihelat di Bangkok, Thailand 2018.Â
Sementara itu, rasa penasaran dengan trofi Liga Champions lah yang membuat Buffon hengkang ke Paris Saint German. Di klub kota Paris itu, ia berharap dapat memenangkannya. Sempat memutuskan pensiun, nyatanya dia malah kembali merumput. Itu tak lain karena pengaruh Ronaldo yang meneken kontrak dua tahun lalu bersama si nyonya tua. Ia masih penasaran dengan si kuping besar.
Buffon yang memulai karir sepakbolnya dengan bermain sebagai gelandang dan striker, telah meninggalkan kesan mendalam bagi dunia sepak bola dunia. Saat berusia 12 tahun, dia menemukan idola baru. Sekaligus yang akan menghantarkannya jadi seorang penjaga gawang.Â
Adalah Thomas N'Kono, kiper tim nasional Nigeria yang tampil pada piala dunia 1990 Italia. Berkat Kono, ia segera berganti posisi menjadi penjaga gawang.
Saat itu, setelah dua pekan berganti posisi sebagai penjaga gawang, kiper kelahiran Carrara itu segera mendapat promosi sebagai kiper utama tim junior Parma.
"Kau mencetak gol sebagai seorang anak, lalu kau tumbuh menjadi lebih bodoh dan kemudian menjadi seorang penjaga gawang"
Ucapan itu ia sampaikan saat menceritakan kisah perjalanannya menjadi seorang penjaga gawang. Kala itu, sang Superman (sapaan akrabnya), menyampaikan apa dan bagaimana dia dapat menjadi seperti sekarang. Penjaga gawang.
Ia bahkan tak pernah bermimpi untuk jadi yang terbaik di dunia. Namun, dunia berkata lain. Ia jadi legenda penjaga mistar terbaik dunia. Yang diakui seantero pecinta sepak bola .
Saat usianya menginjak 23 tahun, sang Superman menghebohkan dunia sepak bola dengan angka transfer yang sensaional waktu itu. Nilai transfer sebesar 45 juta euro yang dibayar kepada Parma, membuatnya berlabuh ke kota Turin bersama Juventus. Sejak saat itulah dia mulai mencatat sejarah satu per satu hingga hari ini.
Empat hari setelah ulang tahunnya yang ke- 43 tahun. Legenda timnas Italia itu mencatat rekor terbaru. Bermain melawan Inter di semifinal Copa Italia, Ia menandai pertandingan ke-1.100 kalinya sepanjang karir bermain.Â
Catatan itu terasa semakin lengkap, setelah ia berperan memenangkan laga tersebut 2-1 atas Inter Milan pada leg pertama Copa Italia.
Ia telah memainkan 220 laga di Parma, 670 bersama Juventus, dan 25 laga dengan Paris Saint German. Sementara bersama Italia telah bermain sebanyak 176 kali.
"1.100 volte come la prima volta.
Adesso.
Ancora una volta.
Fino alla fine"
"1.100 kali untuk pertama kali.
Sekarang.
Sekali lagi.
Sampai akhir". Ucap Buffon setelah mengalahkan Inter Milan.
Umur boleh saja menua, tapi kelakuannya tetap saja tak boleh diremehkan. Apalagi sama yang muda. Rekor 1.100 itu  mengukuhkan dirinya sebagai kiper yang paling banyak bermain. Dia masih memiliki satu harapan yang tak kunjung terwujudkan.Â
Walau telah beberapa kali mencobanya. Bahkan hingga tiga kali. Namun selalu berhenti di final saja. Kini dengan rekor ini, Gigi Buffon berharap dapat merengkuh si kuping besar di musim ini. Patut dinantikan.
Selamat Buffon
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H