Mohon tunggu...
Wisnu Adhitama
Wisnu Adhitama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jalani hidup hari ini dan rencanakan besok dan kedepan untuk berbuat sesuatu

Writer on sihitamspeak.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Corona: Panik, Bingung, dan Lupa

21 Maret 2020   09:59 Diperbarui: 21 Maret 2020   10:59 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Virus Corona dari China lalu menyebar dan menimbulkan kepanikan di hampir seluruh negara di dunia. Indonesia? Awalnya nyantai. Sampai akhirnya "meniru" hal yang dilakukan di beberapa pemberitaan dengan membeli banyak barang untuk ditimbun. Kita menyebut fenomena tadi "panic buying". 

Tak hanya membeli bahan kebutuhan pokok. Alat atau hal yang dianggap bisa menghalau Virus Corona jenis baru ini pun diborong hingga terjadi kelangkaan yang begitu hebat. Bahkan yang lebih membutuhkan pun harus rela tak mendapatkannya. 

Sebenarnya kita sedang panik sekaligus bingung. Tsunami informasi yang kita dapat dari berbagai media yang mampu kita akses pun menambah kebingungan bahkan pemerintah pun juga bingung bagaimana menyikapi virus ini. Kurang garcep.

Saya adalah orang yang tidak mendukung adanya lockdown di daerah-daerah di Indonesia atau bahkan satu Indonesia. Kita tidak benar-benar siap dan memiliki sistem dan pemahaman yang utuh tentang apa dan bagaimana itu lockdown. 

Instrumen hukum sudah ada dan memadai namun sosialisasi dan kebiasaan "nyantuy" kita semakin memperparah alasan untuk tidak memberlakukan lockdown. Seruan untuk tetap berada di rumah disalah artikan sebagai "liburan dadakan" sehingga kita lupa untuk menjaga kesehatan kita dan orang lain.

Saya yakin ditengah kepanikan, kebingungan dan ke-amnesiaan yang terjadi secara mendadak (padahal sebelumnya sudah ada warning) pemerintah sedang mencari jalan yang terbaik. Cuma seringnya kita tidak sabaran dengan tindakan apa yang akan diambil oleh pemerintah. 

Inginnya kita itu cepat dan ambil jalan pintas meniru negara lain. Ada banyak hal yang membedakan pengambilan kebijakan kita dengan negara lain yang terdampak. Mulai dari geografis, sosial, budaya, agama, psikologis orang, hingga birokrasinya. 

Belum lagi jika kita harus melihat fakta bahwa banyak sekali oknum atau organisasi yang memanfaatkan isu ini untuk meng-highlight mereka. Ada yang tiba-tiba menyalahkan pemerintah pusat maupun daerah dengan dasar hukum dan logika hukum yang kacau, saran-saran kesehatan yang tidak jarang bertentangan atau tidak sesuai dengan saran dari pemerintah maupun WHO, bahkan ada yang mengaitkan ini dengan teori-teori yang lemah secara logika, fakta, data, dan bahkan tidak ada bukti cuma asumsi. Panik boleh, tapi jangan halu!

Ada satu hal yang paling saya soroti dari keberadaan Virus Corona: banyak hal yang sebelumnya tidak terfikir untuk terjadi dan akhirnya terjadi. 

Pemerintah misalnya, selama ini tidak pernah fokus untuk menciptakan sistem terpadu yang memberi info kepada masyarakat tentang hal-hal yang mereka kerjakan sehingga masyarakat tidak tahu apa yang pemerintah lakukan. 

Kita terbiasa dengan sistem satgas (satuan tugas) yang seolah cuma dijadikan adanya eksistensi pemerintah untuk menyelesaikan masalah dan ketika masalah itu dianggap selesai (ditandai dengan pembubaran satgas) maka tidak ada lagi yang harus dibahas. Sehingga kita memang terbiasa punya banyak PR tak tuntas. Untungnya tidak ada guru yang menyuruh mengumpulkan PR itu.

Tapi sekarang pemerintah sampai membuat situs tersendiri untuk Virus Corona ini. Tapi entah bentuknya masih satgas atau tidak. Namun setidaknya kita bisa mendapat akses lebih mudah untuk mencari tahu tentang Virus Corona di Indonesia ini.

Dari segi pekerja, setidaknya ini bisa dijadikan pertimbangan lebih enak kerja dari rumah atau kerja harus ke kantor. Perusahaan pun bisa melihat kebijakan work from home ini sebagai ajang trial mengukur kinerja dari karyawannya ketika bekerja dari rumah. 

Terlebih untuk peruahaan kecil yang mungkin ingin meminimalisir uang sewa gedung kantornya. Namun harus juga diukur indeks kebahagiaan karyawan jika harus bekerja dari rumah.

Untuk anak kecil ada hal yang membuat mereka tampak lebih sumringah belakangan ini. Orang tua mereka ada disamping mereka yang biasanya hanya bisa bertemu saat petang dan harus berpisah pagi-pagi sekali. 

Entah hal apa lagi yang akan terjadi dan mungkin setahun yang lalu kita tidak terfikir akan terjadi di tahun ini di Indonesia. Tapi satu yang pasti, saya rindu untuk berjabat tangan dengan tenang dan mengobrol dengan teman, keluarga, dan rekan tanpa ada jarak yang berarti dengan kopi dan cemilan  yang kini harus ditahan dulu. (AWI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun