Mohon tunggu...
Wisnu Adhitama
Wisnu Adhitama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jalani hidup hari ini dan rencanakan besok dan kedepan untuk berbuat sesuatu

Writer on sihitamspeak.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Ukulele Punk

31 Desember 2015   00:52 Diperbarui: 31 Desember 2015   00:52 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gitar mini atau Ukulele menjadi senjata yang banyak digunakan oleh pengamen-pengamen di Kota Malang dan beberapa kota lainnya seperti Surabaya, dan Jakarta. Biasanya kita sering juga melihat Ukulele ini di poster-poster atau gambar tentang Hawaii atau pantai. Suaranya yang khas membuat Ukulele banyak disukai, terutama bagi para musisi jalanan.

Lagu yang dibawakan oleh pengamen jalananpun beragam dengan menggunakan alat musik ini. Mulai dari lagu ber-genre Jazz hingga yang paling populer lagu-lagu dangdut. Meski terdengar kurang memiliki variasi nada, namun nyatanya Ukulele mampu mengiringi lagu-lagu yang dibawakan oleh para pengamen dengan baik.

Belakangan ini saya sering ngenet diluar kost alias di hotspot wifi yang ada di Kota Malang. Namanya tempat umum, siapapun boleh disini termasuk pedagang dan pengamen yang mengais pundi-pundi rupiah untuk keberlangsungan hidupnya. Khusus untuk pengamen, ada satu catatan yang unik.

Setiap saya ngenet dan ada pengamen lagu yang dibawakan selalu lagu-lagu Rock, Grunge, hingga Punk. Uniknya mereka membawakan lagu-lagu yang bisa dibilang cadas dan ketukannya cepat itu menggunakan Ukulele. Bahkan diluar penampilan mereka (pengamen) yang memiliki ciri khas Anak Punk, lagu itu tdak terasa berkurang aura musik cadasnya bersama Ukulele.

Lagu dengan pesan moral dan sosial yang tinggi pun dinyanyikan seolah menyindir kaum muda yang sedang asyik dengan gawai mereka sendiri-sendiri. Mereka (orang-orang yang juga menikmati fasilitas wifi di tempat yang sama dengan saya) seolah menganggap lirik-lirik lagu itu hanya angin yang berlalu dan hilang. Bahkan menyedihkannya lagi, mungkin ini perasaan saya saja, ada wajah-wajah yang memandang remeh dan lemah para pengamen itu. Sesuatu realita sosial yang buruk dikalangan anak muda belakangan ini.

Ukulele dan lagu punk yang dibawakan pengamen itu sempat membuat saya terhanyut dalam lantunan lagunya. Apalagi pernah ada yang membawakan lagu "Buruh Tani", lagu yang membuat saya teringat kenangan saat kawan-kawan masih memilih idealisme dibanding realitas bahwa mereka amat butuh uang untuk begaya.

Dari petikan-petikan Ukulele itu saya pun semakin sadar bahwa dunia ini bukan untuk mendongak keatas. Namun bagaimana cara kita untuk mampu menengadahkan kepala-kepala orang yang pesimis terhadap negeri ini dan mulai untuk bangga kemudian berbuat sesuatu untuk negeri ini. Satu batang mudah dipatahkan, banyak batang yang bersatu tidak mudah dipatahkan. (AWI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun