Mohon tunggu...
Wisnu Adhitama
Wisnu Adhitama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jalani hidup hari ini dan rencanakan besok dan kedepan untuk berbuat sesuatu

Writer on sihitamspeak.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Bis Kota Nasibmu Kini

19 September 2015   14:40 Diperbarui: 19 September 2015   14:40 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Keadaan di salah satu Bis Kota di Surabaya yang ala kadarnya. Sekedar hidup namun enggan untuk mati."][/caption]

"...Serba salah, nafasku terasa sesak
Berimpitan berdesakkan, bergantungan
Memang susah, jadi orang yang tak punya
Kemanapun naik bis kota..." - God Bless - Bis Kota

 

Terkesan tua memang ketika saya melihat umur saya yang 21 tahun dan lirik lagu yang saya kutip di atas. Namun sepenggal lirik dari band legendaris Indonesia, God Bless, ini sungguh sangat tepat ketika kemarin malam saya putuskan untuk menggunakan bis kota. Dari Terminal Purabaya (Bungurasih) menuju ke Terminal bis Pelabuhan Perak, Surabaya.

Dulu sewaktu saya kecil bis kota adalah salah satu moda transportasi andalan bagi sebagian besar orang dari Madura yang tentu tidak membawa kendaraan bermotor. Tidak hanya itu, bis kota juga adalah andalan banyak orang di Kota Surabaya. Namun itu dulu sebelum harga mobil dan motor "dipermurah" oleh pemerintah dan zaman.

Semalam saja hanya ada setidaknya dua belas orang yang memenuhi bis. Memang di jalan ada tambahan beberapa orang, namun jumlahnya tak sampai sepuluh, sedangkan yang turun di sepanjang trayek bis ada sekitar sepuluhan orang. Walhasil memang hanya sedikit sekali yang turun hingga Terminal Bis Pelabuhan Perak, Surabaya. Pemberentian akhir.

Padahal dulu, sekitar sepuluh tahunan yang lalu, penumpang pada hari-hari biasa dan jam yang sama (sekitar jam 19.00 WIB dari Terminal Bungurasih) bisa lebih dari jumlah semalam. Sopir-sopir bis pun sebenarnya menyadari dan tahu bahwa peminat moda transportasi umum ini mulai menurun.

Armada tua, hingga kerasnya bangku untuk penumpang semakin memperparah terpinggirnya bis kota di Surabaya ini. Memang ada dua jenis armada bis kota yang tersedia. Yang pertama jenis armada tua yang saya tumpangi semalam, dan yang kedua armada baru dengan AC dan bangku yang empuk. Namun meski begitu tetap tak mampu memulihkan jumlah penumpang bis kota.

Di Kota Surabaya yang bisa menjadi pihak yang disalahkan atas sepinya bis kota adalah adanya Jembatan Suramadu yang semakin mendorong orang untuk enggan menggunakan kapal. Secara ekonomi memang lebih murah lewat Jembatan Suramadu dari pada lewat Pelabuhan Ujung, Kamal (Bangkalan - Bagian Madura) ke Pelabuhan Perak, Surabaya. Belum lagi Jembatan Suramadu kini gratis untuk pengguna sepeda motor. 

Kembali ke bis kota yang saya naiki semalam, armada bis tua yang masih tetap aktif. Saya rasa bis kota yang saya naiki semalam adalah armada yang amat tua. Sejak saya kecil bis kota di Surabaya ini bentuk, rasa, dan kualitasnya hampir sama. Kursi berdecit ketika kita memindahkan bokong kita, hingga kasarnya mesin semuanya sama seperti dulu ketika saya kecil. Saya taksir umurnya lebih dari lima belas tahun, sudah waktunya di istirahatkan.

Namun entah atas pertimbangan apa bis kota yang sudah uzur itu masih dipertahankan dan digunakan. Asap yang keluar dari knalpot bis sebenarnya sangat mengganggu. Terlebih ketika pengalaman tiga tahun lalu menggunakan bis kota yang mogok di tengah jalan. Itu sungguh sangat tidak mengenakkan.

Tapi saya juga enggan ketika ada kebijakan untuk memusnahkan armada tua yang sempat menjadi jagoan di Surabaya itu. Perlu ada terobosan yang segar untuk memulihkan armada tua itu. Entah dibuatkan museum atau diremajakan. Bis kota harus tetap jaya karena keefisienan dan jika dihitung-hitung lebih ramah lingkungan ketimbang kendaraan pribadi yang kebanyakan hanya diisi oleh 1 hingga 3 orang per satu kendaraan. Salah satu solusi macet yang nyata saya rasa. (AWI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun