Mohon tunggu...
Marim Purba
Marim Purba Mohon Tunggu... lainnya -

Ada dimana-mana walau tak kemana-mana, lebih banyak di sekitar Jakarta- Depok. Mengorganisasikan kelompok-kelompok, membantu orang berpikir, dan menuliskannya ..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok dan Hulman

15 November 2016   00:43 Diperbarui: 15 November 2016   00:54 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua nama ini, Ahok dan Hulman, adalah dua orang yang berbeda. Ahok keturunan Cina dan Hulman keturunan Batak. Yang satu putih dan yang satu kulitnya gelap. Ahok alumni perguruan tinggi dan sekolah manajemen ternama, sementara Hulman hanya tamat SMA? Tapi keduanya memiliki kesamaan yaitu sama-sama petahana (incumben). Ahok petahana di DKI Jakarta, Hulman petahana di Pematangsiantar Sumatera Utara.

Lembaga riset Media Research Center (MRC) melakukan survey terhadap keduanya di waktu yang hampir bersamaan. MRC ini telah berpengalaman melakukan survey di 44 kota/kabupaten, dan melaksanakan quick qount di 4 kota di Indonesia. Survei terhadap Ahok dan Hulman dilakukan untuk mengetahui peluang mereka terpilih untuk kedua kalinya sebagai kepala daerah.

Survei terhadap Ahok dilakukan kurun waktu akhir 2-7 September 2016 melalui wawancara tatap muka, dengan sampel 410 orang yang merepresentasi pendapat seluruh calon pemilih (eligible voters) di Jakarta dengan margin of error kurang lebih 4,8 persen (metrotvnews.com)

Sementara survey terhadap Hulman dilakukan kurun waktu 25-30 Agustus 2016. Metodanya sama yaitu wawancara tatap muka dengan pertanyaan terstruktur terhadap 440 responden di seluruh kelurahan di Siantar dengan margin of error  4,8% dan tingkat kepercayaan 95%.

Di Siantar suhu politik ‘dingin’ tidak gegap gempita seperti di Jakarta. Mungkin karena Jakarta penting dan menjadi barometer, sedangkan Siantar tak punya posisi tawar politik di Indonesia. Tapi apakah petahana di Jakarta dan Siantar, sebagaimana petahana lainnya- cenderung lebih mudah menang? Faktanya tidak semua petahana menang.

Ahok terlihat lebih unggul. Serangan demi serangan untuk merebut Jakarta dari tangannya kelihatannya sampai September yang lalu belum menggoyahkan Basuki Tjahaja Purnama. Jika pencoblosan untuk memilih gubernur DKI Jakarta dilaksanakan Sabtu (24/9/2016), maka tingkat elektabilitas Ahok-Djarot menurut survei MRC adalah 37,8 persen. Sementara pasangan Anies-Sandiaga 28,3 persen dan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni 17,3 persen. Adapun responden yang menjawab rahasia sebesar 8,1 persen dan belum tahu 8,5 persen.

Hulman - Hefriansyah tingkat elektabilitasnya hampir sama dengan pasangan nomor urut tiga Teddy Robinson Siahaan (TRS) - Zainal Purba. Secara statistik mereka berdua berimbang dan bersentuhan pada titik antara 29,5 persen-29,6 persen. Kandidat lain yaitu Wesly Silalahi-Sailanto 12.3 persen dan Sugito-Djumadi 4,5 persen jauh dibawah. Sebagai catatan 40 persen pemilih Survenof-Parlin yang akhirnya tidak ikut Pilkada akan berdiam diri. Pasifnya pemilih Survenof berpeluang untuk diambil oleh kandidat manapun.

Dari segi kekuatan pemilih atau mereka yang tidak akan mengalihkan pilihan ke calon lain, Ahok-Djarot mendapat score 71,6 persen. Pasangan Anies-Sandi dan Agus-Sylviana masing-masing mendapatkan 59,5 persen dan 53,5 persen.

Tingkat kemantapan pemilih Ahok ini tinggi sekali sampai 75 persen. Mereka adalah orang yang sudah memantapkan pilihannya, sulit tergoda untuk pindah ke calon lain, apapun dramanya.

Di Siantar dibanding kandidat lain, pasangan TRS-ZP memiliki score paling tinggi untuk kemantapan pemilih, yaitu 77,1 persen. Kandidat lain pemilihnya bisa ‘berpindah ke lain hati.’ Apa yang menyebabkan pemilih lari? Ya, uang!

Menarik bahwa berdasar survey, pemberian uang disetujui sekitar 40% masyarakat Siantar. Dari mereka yang setuju, diatas 40% akan memilih yang memberikan uang. Ini berarti potensi masyarakat Pematangsiantar yang pilihannya ditentukan oleh pemberian uang sekitar 20%. Ingat, pilihan bisa lari karena uang.

Survey mengenai korelasi antara pilihan politik dengan pemberian uang, mereka yang setuju dengan pemberian uang atau barang ini sebagian besar adalah pendukung Hulman–Hefri. Pendukung mereka rentan berpindah jika ada kandidat yang memberi uang atau barang. Survei menunjukkan bahwa 38,7 persen pemilih Hulman akan pindah jika diberikan uang yang lebih besar. Gawatnya, 54,5 persen akan pindah jika ‘dijanjikan’ uang yang lebih besar?

Kalau mau beri uang, berapa? Survey menunjukkan bahwa dari antara pemilih yang setuju pemberian uang, 24,7 persen diantaranya akan memilih kandidat tertentu jika diberi uang antara Rp 50 ribu sd Rp 100 ribu. Menakjubkan bahwa ada 18,8 persen yang menginginkan pemberian uang di atas Rp 400 ribu! Ugh, mahal ya?

Popularitas Hulman (90,5 persen) jauh di atas TRS (78,9 persen). Tapi elektabilitasnya secara statistik hampir sama. Artinya, popularitas Hulman tak bisa lagi ditingkatkan untuk mengerek kenaikan elektabilitas karena ruangnya cukup sempit. Tapi popularitas TRS bisa dinaikkan untuk menaikkan elektabilitas. Di beberapa kecamatan elektabilitas TRS bisa meningkat efektif sampai 35 persen.

Kenapa Ahok pada popularitas yang tinggi masih tetap bisa mempertahankan dan bahkan meningkatkan elektabilitasnya? Itu karena 30-40 persen masyarakat Jakarta sudah merasakan kemajuan di bawah pemerintahan Ahok. Jadi mereka tidak ingin berspekulasi untuk memilih calon yang lain yang belum tentu bisa sehebat petahana. Survei itu menunjukkan 75 persen masyarakat Jakarta mengaku puas dengan kinerja Ahok dan menganggapnya mampu membawa Jakrta menjadi lebih baik.

Tiga indikator membuat Ahok unggul di atas pasangan lain yaitu keterpilihan, kemantapan pemilih yang sudah solid, dan citra positif Ahok sebagai gubernur yang berhasil

Bagaimana dengan Hulman? Hasil survey menunjukkan bahwa hanya 21,8 persen rakyat puas dengan kinerja Hulman. Sebanyak 37,3 persen menganggap biasa saja, dan 39,8 persen tidak puas dengan kinerja Hulman. Akhirnya secara kumulatif nilai rapor merah Hulman 5,81 dan nilai wakilnya 5,73.

Jika survey memperlihatkan bahwa 42,6 persen bilang keadaan ekonomi tidak berubah, dan 48,2 persen mengatakan keadaan Siantar tidak ada perubahan, lalu kenapa PNS cenderung memilih Hulman? Mungkin saja karena para pejabat PNS bersikap safety player, berjalan dalam zona aman dan nyaman. Bagi sebagian elit PNS tak penting pengabdian yang terukur kepada rakyat, yang penting adalah bisa ‘sejahtera’ dibawah kepemimpinan Hulman. Tapi mengingat jumlahnya yang kecil, maka elit PNS tersebut tak signifikan bisa mempengaruhi pemilih.

Nah, itulah sekedar gambaran Ahok dan Hulman awal September 2016 yang lalu. Di pertengahan November ini mungkin sudah berubah. Tentu saja tak sepadan membandingkan Jakarta dan Siantar. Tapi kota-kota seperti Siantar bisa bercermin dari Jakarta, sebab disana ada pertaruhan Indonesia.

Lalu, what next warga Siantar? Gampang saja, masuklah ke bilik suara 16 Nopember 2016 untuk memilih Walikota 2016-2021. Apakah akan memilih petahana Hulman dengan kinerja yang sudah keluar nilai rapornya, atau memilih kandidat lain yang memberi harapan perubahan? Kertas suara telah disediakan, selanjutnya terserah anda …. #

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun