Bingung mau mulai menulis dari mana. Soalnya ini memang politik. Menilai dari sudut pandang politik, nanti saya dihujat lagi. Seperti tulisan saya sebelumnya yang diberi judul "Menghujat SBY, Berati Tidak Tahu Politik". Masih lumayanlah, cuma segelintir kompasianer yang mengeluarkan kata "hujatan" pada komentar.
Tapi mau bagaimana lagi, ini memang persoalan politik. Peristiwa pengesahan UU Pilkada oleh DPR dalam paripurna pada 26 September 2014 itu memang murni pergulatan politik. Pernyataan sikap SBY dan Partai Demokrat terhadap hujatan netizen juga bernuansa politis.
Meniru kata-kata SBY: "Ini politik, saya mengambil resiko. Saya sudah mengambil keputusan untuk mengajukan perppu,". Jika SBY selaku pelaku politik bersikap seperti itu, maka saya selaku penikmat (bukan pengamat) politik juga mengambil resiko atas penilaian pembaca atas tulisan saya kali ini.
Tanggapan SBY atas derasnya hujatan kepada dirinya di media sosial mulai menurunkan tensi netizen yang menghujatnya. Seandainya kemarahan penghujat SBY itu hanya sikap politik, tentunya saat ini mereka sedang sumringah atas suatu "kemenangan" politik. Walau kemungkinan besar SBY sedang menjadikan netizen sebagai komoditas politiknya di akhir masa jabatannya.
Drama politik SBY yang melibatkan netizen dimulai dengan pernyataan sikap kecewa atas pengesahan UU Pilkada melalui DPRD. Dilanjutkan rencana uji materi ke Mahkamah Konstitusi dan berakhir dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Itu langkah yang diputuskan SBY dengan alasan memperjuangkan hak kontitusi rakyat Indonesia.
Para penghujat SBY jangan senang dulu. Harus diingat, SBY adalah politisi. Ketua umum parpol dan juga seorang presiden yang merupakan jabatan politis. Dalam setiap tindakan politisi ada rencana dan tujuan yang hendak dicapai. Sampai saat ini, kita belum bisa mengetahui apa rencana politik SBY selanjutnya. Karena tidak ada pembuktian dalam dunia politik, yang ada hanya realita politik.
Dan sama-sama kita ketahui, Perppu yang akan dikeluarkan itu tidak langsung membatalkan UU Pilkada melalui DPRD tersebut. Perppu tetap harus mendapat persetujuan lagi dari anggota DPR melalui sidang. Dan anggota DPR juga lebih tahu sebuah Perppu dapat dikabulkan dalam situasi yang sangat mendesak atau dalam UUD 1945 disebutkan "kegentingan yang memaksa".
Nah, kegentingan yang memaksa inilah yang diharapkan SBY. Menurut penulis, situasi genting yang menyebabkan Perppu bisa berlaku ini yakni bila terjadi aksi penolakan besar-besaran yang massif dari rakyat. Aksi yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional. Ya, aksi massa telah mengarah pada tindakan anarkhis.
Para Netizen penghujat SBY yang selama ini hanya berkoar di alam maya diharapkan muncul ke dunia nyata. Menambah gelombang massa yang melakukan aksi di jalanan. Sehingga situasi kegentingan yang memaksa seperti yang tersirat dalam UUD 1945 bisa tercapai. Suatu situasi politik nasional yang kacau balau.
Walaupun pada akhirnya pengesahan Perppu bisa terlaksana atau juga Perppu Pilkada ditolak DPR. Namun, yang pasti kekacauan politik nasional bisa terwujud dan menyita waktu serta psikologis rakyat Indonesia.
Lalu, apakah ada untungnya bagi SBY atas kondisi tersebut?
Untuk hal ini penulis harus memandangnya dengan menggunakan teori konspirasi. Sah-sah saja kan? Waktu Luthfi Hasan Ishak ditangkap KPK, PKS menggunakan "jurus" konspirasi. Prabowo pada Pilpres juga demikian. Tapi penilaian konspirasi penulis tidak menggunakan kata-kata keterlibatan pihak asing.
Begini pandangannya. Selama 10 tahun berkuasa, apakah SBY tidak memiliki kasus besar? Atau paling tidak isu skandal. Tentu ada. Semua presiden yang menjabat di Indonesia pernah dikaitkan dengan isu, kasus atau skandal besar baik yang mengarah kepada hukum atau juga kebijakan.
Beberapa skandal yang menyerempet SBY dan telah mengemuka ke publik dan menjadi isu nasional adalah Bank Century dan terbaru kasus proyek Hambalang. Coba kita cermati liku-liku penguakan kasus tersebut. Selalu diwarnai dengan kejadian besar yang langsung mengalihkan perhatian publik dari isu yang mengarah ke SBY.
Beberapa kasus besar yang muncul dalam masa sejak terkuaknya Skandal Bank Century diantaranya: kasus pembunuhan oleh mantan Ketua KPK Antasari Azhar, cicak vs buaya yang berlanjut dengan kasus Chandra Hamzah dan Bibit Riyanto, Susno Duadji, Kisruh Penyidik KPK Novel Baswedan, Korupsi Anas Urbaningrum dan lainnya.
Sama-sama kita amati dalam kasus diatas ada keterlibatan SBY selaku Kepala Negara. Lihat cara reaksi SBY dan cara menanggapi atau memberi pernyataan kepada publik terhadap kasus-kasus tersebut. Dan berapa lama kasus tersebut menjadi isu nasional dan akhirnya berakhir dan berganti dengan kasus-kasus baru lainnya.
Tentunya kita mempunyai pandangan dan pendapat tersendiri dalam kasus-kasus tersebut diatas. Memang tidak semua bisa dilihat pembuktiannya, tapi realitanya terpampang dan bebas untuk ditafsirkan oleh rakyat Indonesia. Bahkan sering muncul pro kontra dalam menanggapinya.
Wajar saja, hasil pandangan rakyat akan beragam. Karena hukum dan politik berjalan beriringan saling mempengaruhi. Walau tidak bisa dicampuradukan, politik dan hukum akan selalu tarik menarik. Kasus hukum bisa dipolitisir dan persoalan politik bisa berujung hukum.
Untuk kisruh UU Pilkada, rekan-rekan Netizen yang menghujat SBY silahkan lanjutkan "perjuangannya". Perjuangan nyata sebagai "tanggung jawab" atas kepedulian kepada aspirasi rakyat Indonesia. Lanjutkan...!!
Endingnya nanti akan memperlihatkan sebuah realita politik yang harus dipertanggungjawabkan secara politik. Apakah perjuangan itu memang memperjuangkan aspirasi rakyat atau "terjebak" dalam politik SBY dan Demokrat. Atau bisa saja memperjuangkan aspirasi rakyat sambil mengamankan posisi SBY.
Hingga detik ini, saya tetap menyatakan SBY adalah politikus hebat. Kepiawaian politiknya melebihi politikus-politikus yang ada di republik ini. SBY sangat memahami karakter rakyat Indonesia sehingga bisa mengambil langkah politik yang cermat dan tepat.
Dan melihat cuplikan drama politik yang dipertonton di Senayan saat pemilihan pimpinan DPR Kamis (2/10/2014) dini hari lalu, tentunya masyarakat Indonesia akan terus disuguhi tontonan menarik pada masa kekuasaan Jokowi-JK. Kekuatan politik memang telah berubah, namun aktor-aktornya masih didominasi wajah lama.
Siapakah yang akan menjadi "pemain penting" dalam kancah politik Indonesia selama 5 tahun kedepan? Masih tetap SBY? Atau ada figur baru yang berpolitik dengan cara baru? Atau figur lama dengan cara politik konvensional? Sama-sama kita nantikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H