Dari kutipan berita pendapat hakim saat putusan yang dikutip dari berita kompas.com diatas, terlihat Hakim Maria bisa meraba maksud pembuatan UU tersebut. Dia berani menyimpulkan pembuatan UU MD3 hanya karena untuk kepentingan politik, bukan untuk kepentingan hukum.
Tidak jauh beda, penilaian Hakim Arif juga menunjukan kalau UU yang sering diotak-atik hanya menimbulkan ketidakpastian hukum. Apalagi UU MD3 direvisi setelah partai politik melihat peta politik usai pemilu legislastif 2014. Sangat jelas dan mudah untuk membaca maksud pengesahan UU MD3 yang hanya untuk kepentingan politik.
Penilaian 7 hakim konstitusi lainnya yang saya sebut tidak jeli seperti saya tuliskan diatas juga tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Sebagai orang-orang terpilih dan menguasai hukum, tentunya para hakim itu membuat keputusan berdasarkan ketentuan hukum. Hanya saja timbul pertanyaan, bukankah hukum dibuat untuk mengatur agar kehidupan menjadi lebih baik?
Inilah realita hukum di Indonesia. Walau bisa mengorbankan kepentingan rakyat, kepentingan politik untuk pribadi atau golongan bisa dilegalkan dalam peraturan perundangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H