Mohon tunggu...
Sowi Muhammad
Sowi Muhammad Mohon Tunggu... -

Menulis dengan intuisi tanpa teori

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisah Jokowi dan Si Pitung

9 November 2014   03:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:17 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Per-la-wan-nan.." itu jawaban Jokowi saat ditanya wartawan soal tempat deklarasi pencapresannya di rumah Si Pitung, Marunda Pulo, Cilincing, Jakarta Utara pada Jumat 14 Maret 2014. Simbol perlawanan Jokowi itu menjadi teka-teki karena dalam ceritanya, Si Pitung tokoh Betawi itu melawan pemerintah yang saat itu dikuasai Belanda atau disebut sebagai kompeni.

Dikisahkan Si Pitung sebagai Robin Hood Indonesia. Dia dikenal sebagai pahlawan sosial dengan menolong orang yang menderita dan tertindas. Namun, caranya dengan perbuatan melanggar hukum pemerintahan Hindia Belanda yang jadi penguasa ketika itu. Dia melakukan aksi pemberontakan dan juga merampok tuan tanah dan rentenir yang merupakan kaki tangan Belanda dan membagikannya kepada orang-orang yang menderita.

Teka-teki simbol perlawanan ala Jokowi itu sedikit demi sedikit mulai terkuak setelah dilantik menjadi presiden Indonesia. Kisah ala Si Pitung langsung muncul saat meluncurkan 'kartu sakti' untuk jaminan kesehatan, pendidikan dan simpanan kesejahteraan untuk orang-orang miskin. Sumber pendanaan program itu dipersoalkan oleh anggota DPR dari partai koalisi yang tidak mendukung Jokowi-JK.

Kisah Si Pitung yang mendapatkan uang dengan melanggar hukum lalu membagikannya kepada masyarakat miskin muncul usai peluncuran program 'kartu sakti'. Tetapi bukan merampok ala Si Pitung, melainkan menggunakan dana yang diduga tidak dianggarkan dalam APBN. Dalam konstitusi, penggunaan dana harus melalui APBN yang pembahasan dan pengesahannya melibatkan DPR.

Dikutip dari kompas.com, Wakil Ketua Komisi X DPR Ridwan Hisyam menjelaskan, dia masih tak memahami sumber dana yang digunakan pemerintahan Jokowi untuk membiayai program Kartu Indonesia Pintar. Padahal, dalam APBN 2014, tak ada mata anggaran untuk program tersebut dan perubahannya harus melalui persetujuan DPR.

"Jika dilakukan sebelum ada perubahan di mata anggaran, itu bisa berujung pidana. Nanti urusannya ada BPK, ada KPK," kata Ridwan, di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/11/2014).

Seperti kisah Si Pitung, walaupun hasil rampokannya untuk kebaikan, pihak yang berwenang ketika itu (Hindia Belanda) tidak memberikan toleransi terhadap pelanggaran hukum. Makanya, walaupun, Si Pitung dianggap pahlawan oleh warga Betawi, pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk menangkapnya karena aturan hukum yang berlaku. Begitu juga Jokowi, walau programnya dipuji rakyat, namun dia dibatasi berbagai aturan hukum yang berlaku.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengingatkan Presiden Joko Widodo agar meluncurkan Kartu Indonesia Sehat dengan mekanisme yang benar. Anggaran untuk program itu, kata Fadli, juga harus dipertanggungjawabkan. "Jangan sampai menabrak undang-undang yang sudah ada," kata Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2014). (sumber:kompas.com)

Tidak hanya soal payung hukum dana program tersebut, proses pembuatan/pengadaan kartu yang dibuat juga mengekang Jokowi karena aturan tender. Ini dipersoalkan Wakil DPR Fahri Hamzah. "Kartunya saja itu kan mesti ditender. Kartu itu satu bisa seharga Rp 5.000. Ini Rp 5.000 kali 15 juta orang, sudah berapa coba?" ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Rabu (5/11/2014). "Program di atas Rp 1 miliar saja harus ditender, apalagi yang triliunan. Kan negara ini enggak main-main ya," lanjut dia. (sumber:kompas.com)

Menanggapi kritikan yang ditujukan kepadanya, Jokowi mengatakan "Kita ini ya, maunya kerja cepat, kerjanya cepat. Kalau kerja lambat, nanti begini (sambil tangannya memeragakan gerakan simbol orang bicara). Eh, sudah kerja cepat, masih begini juga (melakukan gerakan yang sama)," keluh Jokowi. Kalaupun harus ke DPR, Jokowi mengaku bahwa kondisi DPR saat ini serba sulit. "Ke DPR, saya harus ke mana? Ketemu dengan siapa? Ke komisi yang mana? Alat kelengkapan Dewan yang mana? Apa saya harus menunggu terus?" jawab dia. (kompas.com)

Sementara, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengatakan penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2014 untuk program tiga kartu Presiden Joko Widodo tak melanggar hukum. Dana tersebut, kata dia, berasal dari Dana Perlindungan Sosial sebesar Rp5 triliun dan Dana Cadangan Risiko Fiskal sebesar Rp2,7 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun