Mohon tunggu...
Sowi Muhammad
Sowi Muhammad Mohon Tunggu... -

Menulis dengan intuisi tanpa teori

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sandera Prabowo, Jokowi Tinggalkan Megawati?

30 Januari 2015   01:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:07 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu Prabowo? Sehari sebelum mengundang Prabowo, Jokowi baru saja mengangkat Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak baru yakni Sigit Priadi Pramudito. Melihat latar belakang Sigit, sebelumnya menjabat pimpinan Kantor Pajak Besar, sangat mungkin Jokowi bisa 'menyandera' Prabowo. Kantor Pajak Besar yang biasa disebut LTO (Large Tax Office) merupakan warisan Menteri Keuangan zaman Sri Mulyani dan perusahaan-perusahaan dan individu dengan pembayaran pajak besar dikumpulkan di kantor ini.

Pada masa SBY, Golkar dan ARB bisa 'dijinakan' setelah Sri Mulyani mengungkap kasus pajak ARB. Jokowi bisa meniru cara SBY tersebut untuk melumpuhkan Prabowo dan adiknya Hasyim yang diketahui memiliki puluhan perusahaan. Sudah menjadi rahasia umum, perusahaan milik politisi sering bermasalah dalam soal perpajakan.

Indikasi Prabowo atau Hasyim terlilit masalah pajak bukan tanpa alasan. Pada tahun 2011, Fraksi Gerindra mendadak berbalik arah mendukung koalisi SBY untuk menolak pembentukan pansus Mafia Pajak. Padahal saat itu, Gerindra merupakan partai oposisi bersama PDIP setelah pasangan Mega-Prabowo kalah di Pilpres 2009 dari SBY-Boediono.

Selanjutnya, kekuatan politik lain yang harus 'dikuasai' Jokowi adalah pasangan partai 'besan' Demokrat dan PAN. Sebagai penerus SBY dipemerintahan, tentu sangat mudah bagi Jokowi untuk 'menjinakan' SBY. Ditambah lagi, kasus yang telah muncul ke publik seperti skandal bank century dan hambalang yang membatasi 'gerak' SBY dan Demokrat.

Dilihat melalui kasus yang 'menyandera' elite parpol, Jokowi lebih untung secara politik untuk menjadikan KMP sebagai mitra pemerintahan. Karena masalah pajak belum masuk ke ranah hukum, begitu juga kasus bank century, bisa saja berhenti pada Boediono.

Sementara di KIH, kasus SKL BLBI yang mengintai Megawati sedang diusut oleh KPK dan dalam tekanan publik untuk dituntaskan. Bahkan karena kasus inilah diyakini Megawati nekat menjadikan Budi Gunawan sebagai Kapolri untuk mengganggu kinerja KPK dengan membenturkan Polri dan KPK.

Kekuatan kedua di KIH adalah PKB. Ini bukan hambatan berarti bagi Jokowi. Pada saat seleksi menteri, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar ngotot untuk menjadi menteri. Tapi setelah Jokowi mendapat data 'stabilo' dari KPK, Muhaimin mendadak tidak ingin lagi jadi menteri. Tentunya, sangat mudah Jokowi mengendalikannya.

Selanjutnya muncul pertanyaan, jika Jokowi 'menampung' KMP dengan 'menyandera' elitnya apakah pendukung Jokowi tidak kecewa? Untuk meredakan kondisi politik demi berjalannya pembangunan mewujudkan program Jokowi, pendukungnya akan memaklumi. Terbukti, saat bagi-bagi kursi menteri ke parpol, pendukung Jokowi memaklumi.

Yang menarik ditunggu, apakah Jokowi akan benar-benar meninggalkan Mega dan PDIP? Atau Jokowi 'mempersatukan' partai-partai KMP dan KIH untuk bersama di pemerintahan? Dilihat dari cara berpolitiknya, Jokowi tidak akan berlaku 'kejam' dengan meninggalkan PDIP. Tapi kalau pemerintahan dan programnya terus-terusan diganggu Mega dan PDIP, 'kekejaman' Jokowi bisa terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun