Mohon tunggu...
Sowi Muhammad
Sowi Muhammad Mohon Tunggu... -

Menulis dengan intuisi tanpa teori

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jokowi Bersihkan KPK, Untuk Siapa?

20 Februari 2015   16:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:50 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah kejanggalan mewarnai kebijakan Presiden Jokowi atas kisruh pencalonan Kapolri yang berujung konflik KPK dan Polri. Jokowi terlihat mengelabui publik untuk menutupi sesuatu yang lebih besar dibalik peristiwa tersebut.

Jika dikaitkan runtutan kejadian dan keputusannya, Jokowi terkesan 'mengambilalih' KPK dengan membersihkan orang-orang rezim SBY. Tujuannya bisa untuk kepentingan pribadi, golongan atau juga kepentingan rakyat yakni pemberantasan korupsi. Pastinya hanya Jokowi yang mengetahuinya.

Berikut rentetan kejanggalan sikap Jokowi;

1. Menunggu Putusan Praperadilan BG.

Jokowi membatalkan pelantikan BG bukan keputusan mengejutkan karena kabar itu sudah disampaikan ketua tim 9 Safi'i Maarif dan Ketua DPR Setya Novanto serta kalangan istana. Kejanggalan yang terlihat yakni sikap Jokowi menunggu proses praperadilan, dan saat status tersangka BG 'dicabut' melalui putusan hakim Sarpin Rizaldi, Jokowi tetap tidak melantik BG.

Sikap Jokowi menunda pembatalan BG terlihat hanya mengulur waktu, menunggu Abraham Samad (AS) ditetapkan sebagai tersangka. Jokowi langsung bergerak cepat memberhentikan AS dan BW sehari setelah AS menjadi tersangka.

Sikap itu menguatkan spekulasi Jokowi sedang membersihkan KPK dari orang-orang rezim SBY. AS dan BW sebagai orang SBY sudah lama menjadi opini publik, mulai dari proses seleksi pimpinan KPK sudah terendus. Hingga 'kian jelas' saat KPK memenjarakan Anas Urbaningrum 'bayi yang tak diinginkan' SBY.

2. Penunjukan Plt Pimpinan KPK.

Jokowi menunjuk Taufiqurrahman Ruki sebagai Plt sudah diprediksi. Nama mantan Ketua KPK jilid I itu telah dipersiapkan internal PDIP sejak BW ditangkap Bareskrim Polri dan ditetapkan sebagai tersangka. Selain Ruki, nama Tumpak Hatorangan juga pernah digadang-gadangkan internal PDIP.

Begitu juga penunjukan Plt Indriyanto Seno Adji terlihat ada kaitan kasus skandal century, dia bekas pengacara dua pemilik saham Bank Century dan diyakini memiliki data kasus yang mengarah ke SBY itu.

3. Tidak Menunjuk Busyro Muqoddas dan Roby Arya Brata

Dua nama diatas lolos seleksi pimpinan KPK saat SBY akan mengakhiri jabatannya dan telah diusulkan SBY ke DPR. Namun DPR tidak memprosesnya. Busyro adalah mantan pimpinan KPK pengganti Antasari Azhar yang diberhentikan SBY karena terkait kasus pembunuhan. Sedangkan Roby, sebelum mencalon pimpinan KPK merupakan orang kalangan istana SBY.

Jokowi juga menolak Plt pimpinan KPK yang diusulkan AS, BW dan pimpinan KPK lainnya. Johan Budi mengatakan ada 7 nama yang direkomendasikan KPK kepada Presiden Jokowi untuk mengisi Plt pimpinan KPK. Namun tidak seorangpun yang dipilih Jokowi. Kemungkinan 7 nama itu masih berbau rezim SBY sehingga diabaikan Jokowi.

4. Tidak Menghentikan 'Kriminalisasi' Penyidik KPK.

Sebanyak 21 penyidik KPK dibidik Bareskrim Polri atas kasus izin kepemilikan senpi disebut-sebut sebagai kriminalisasi. Plus diusut lagi kasus penyidik KPK Novel Baswedan. Namun, soal penyidik itu tidak disikapi Jokowi.

'Pembiaran' Jokowi ini terlihat sebagai upaya bersih-bersih penyidik KPK dari rezim SBY. Kemungkinan Jokowi akan mengganti penyidik-penyidik tersebut dengan penyidik baru yang diambil dari Polri, Kejaksaan atau juga penyidik independen.

Itulah kejanggalan yang mewarnai keputusan Jokowi yang terlihat sebagai upaya pembersihan KPK dari rezim SBY. Sikap Jokowi ini menimbulkan beberapa pertanyaan yang belum terungkap, diantaranya;

1. Apakah benar selama ini KPK telah terkontaminasi oleh kepentingan politik dan kekuasaan SBY serta Partai Demokrat?

Dugaan ini harus ditelusuri, dijelaskan kepada publik dan dipertanggungjawabkan secara hukum oleh pelakunya. Audit KPK seperti yang diusulkan DPR sudah semestinya dilakukan.

2. Apakah bersih-bersih ala Jokowi ini murni untuk peningkatan upaya pemberantasan korupsi?

Jika benar, maka semestinya dilakukan penggantian dan menempatkan orang-orang yang benar-benar mempunyai integritas di KPK. Penambahan penyidik, anggaran hingga buka cabang KPK di daerah patut dilakukan.

3. Atau upaya bersih-bersih hanya untuk menjadikan KPK sebagai alat politik dan kekuasaan Jokowi terutama Megawati?

Dugaan ini cukup beralasan, karena dalam kisruh KPK vs Polri, Majalah Tempo memuat upaya Polri meminta paksa dokumen kasus skandal BLBI yang SKLnya dikeluarkan di masa pemerintahan Megawati. Selain itu, publik juga melihat 'permusuhan' abadi Megawati dengan SBY.

Akhirnya, waktu yang akan buktikan, Jokowi melakukan semua ini untuk siapa? Untuk pemberantasan korupsi atau untuk Megawati dan partai koalisinya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun