Presiden Jokowi sering melakukan kompromi politik sehingga kerap di cap tidak tegas. Dan ketika harus 'menyerang' strategi politik dilakukan pun secara sopan dengan meminjam tangan. Cara seperti ini bukan barang baru dalam politik. SBY dan Soeharto juga pernah melakukannya. Diantaranya, SBY pinjam tangan KPK saat menjungkalkan Anas Urbaningrum dari kursi Ketum Partai Demokrat.
Sedangkan Soeharto salah satunya pinjam tangan masyarakat sipil yang sengaja dilakukan tentara dalam penumpasan PKI. Mereka berasal dari berbagai kalangan tak terkecuali pesantren. Laporan utama majalah Tempo edisi 1 Oktober 2011 lalu yang berjudul "Pengakuan Algojo 1965" mengungkap hal tersebut.
Di awal kekuasaannya, Jokowi lebih sering menjalankan strategi politik pinjam tangan ini. Entah karena situasinya cocok, atau cuma itu satu-satunya strategi politik yang dikuasai, dalam empat bulan saja Jokowi telah berkali-kali menerapkannya. Berikut tamparan-tamparan Jokowi yang menggunakan tangan orang lain mulai dari seleksi menteri hingga kisruh Ahok vs DPRD gara-gara ada siluman di APBD 2015 DKI Jakarta.
1. Pinjam Tangan KPK Jegal Titipan Menteri.
Jokowi menggunakan tangan KPK dan PPATK untuk 'memukul' calon menteri titipan parpol dengan cara mengirim nama-nama calon untuk ditelisik rekam jejaknya. Salah satunya yang terungkap ke publik Komjen Budi Gunawan yang mendapat stabilo merah KPK karena rekeningnya gendut.
Selain BG, Ketum PKB Muhaimin Iskandar menunjukan sikap janggal. Usai calon menteri ditelusuri KPK, Muhaimin mendadak tidak bernafsu menjadi menteri. Perubahan mendadak, karena sebelumnya dia ngotot masuk dalam Kabinet Kerja. Sejauh ini belum terungkap, apakah Muhaimin juga mengantongi rapor merah KPK atau tidak.
2. Tolak Komjen BG dengan Tangan Masyarakat, KPK dan DPR.
Ini sangat heboh, menegangkan dan paling sering Jokowi 'menampar' dengan pinjam tangan. Komjen Budi Gunawan (BG) bukan calon Kapolri idaman Jokowi karena terindikasi korupsi. Tapi Jokowi tidak enak hati menolak mantan ajudan Megawati tersebut. Biar kelihatan penurut, Jokowi tetap ajukan ke DPR tapi merancang penolakan menggunakan tangan masyarakat, KPK dan DPR.
Saat mengajukan BG sebagai calon tunggal Kapolri ke DPR, surat Jokowi dibocorkan ke media. Publik pun langsung ramai-ramai menolak pencalonan itu karena isu rekening gendut telah santer sejak tahun 2010. Mantan Ketua PPATK Yunus Husein pun tidak ketinggalan, melalui akun twitternya dia menyebut BG tidak layak dicalonkan karena mendapat rapor merah KPK.
Hingga akhirnya, KPK unjuk gigi menetapkan BG sebagai tersangka gratifikasi. Sebelumnya, KPK telah menyebut, stabilo merah untuk calon menteri Jokowi berarti kasusnya sudah diusut dan akan ditetapkan sebagai tersangka dalam waktu yang relatif singkat.
Selanjutnya, pinjam tangan ala Jokowi mengarah ke DPR yang jadi penentu diterima atau ditolaknya Komjen BG melalui fit and propert tes. Namun DPR yang sudah hapal beragam strategi politik ini bisa menebak rencana Jokowi, mereka kompak meloloskan BG menjadi Kapolri terpilih.