Mohon tunggu...
A. Husna
A. Husna Mohon Tunggu... -

Hanya ingin menuliskan "kisah kecil" tentang Pak Ustadz. (Bisa ditemui di \r\nhttp://petisikotbah.wordpress.com)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bangga Durhaka

1 September 2010   02:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:33 7283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bunda Fifi tak kuasa menyembunyikan kesedihannya. Sepanjang jalan. Air matanya serasa tak terbendung. Mengalir terus. Jalan yang ditapakinya seolah basah. Bunda Fifi masih saja tak percaya dengan kenyataan yang dialaminya. Seto, anak tunggalnya. Bertahun-tahun ia mengasuh dan mendidiknya. Tak lepas dari kasih sayang dan cinta kasih. Faktanya, Seto menjadi orang yang paling dicari. Kriminal. Kriminal akut! Mulanya, di usia SMP Seto sudah coba-coba merokok. Sembunyi-sembunyi. Di usia SMA ia sudah terang-terangan. Tanpa rasa takut. Di masa kuliah ia kecanduan narkoba. Akibatnya, kuliahnya berantakan. "Ya Allah, jangan Engkau uji hambamu ini dengan ujian yang hamba tidak kuat menanggungnya..." Kuliah berantakan Seto balik ke rumah. Namun, narkoba jalan terus. Kini, ia bahkan berani menipu ibunya sendiri. Bilangnya sudah sembuh, tapi semua harta di rumah diraupnya hingga habis. Tape, televisi, ponsel, motor, bahkan mobil peninggalan bapaknya. Bunda Fifi tak mampu mencegah. Ia sudah tak berdaya. Bahkan ketika pada suatu hari beberapa orang polisi datang ke rumahnya. Mereka mencari Seto. Mereka menangkap Seto. Tak hanya dituduh terlibat sebagai pemakai narkoba, Seto juga disangka masuk dalam jaringan bisnis barang haram itu dan terlibat penipuan. "Ya Allah, apa hikmah di balik ini semua...." Bunda Fifi telah mencap Seto sebagai anak durhaka. Ia sudah melupakan bahwa Seto pernah lahir dari rahimnya. Biarlah Seto menjadi urusan Tuhan semata, sang empunya sesungguhnya. Namun, haruskah kasih sayang ibu terus terbenam saat anaknya diberitakan pulang dan takut untuk menemuinya? Tidak! Tidak! Bunda Fifi memilih tidak. Di rumah Pak Ustadz. Bunda Fifi melihat Seto dengan perasaaan bercampur aduk. Rindu, dendam, sayang, benci. Ia tak mampu berkata-kata. Ia hanya berdiri mematung dengan tangis tak berhenti. Bahkan ketika anak yang dianggapnya durhaka itu memeluk dan bersujud di kakinya. "Bunda Fifi, Seto tetaplah Seto yang dahulu. Ia tetap anak yang durhaka...." Bunda Fifi terkejut. Seto apalagi. Keduanya memandang Pak Ustadz dengan pandangan tak percaya. Tapi, Pak Ustadz tetap menyunggingkan senyum. Ia serasa tak bersalah dengan perkataannya. "Seto kini adalah Seto yang durhaka terhadap segala bentuk kemaksiatan. Seto durhaka terhadap minuman keras dan narkoba. Seto durhaka dengan praktik penipuan. Seto durhaka terhadap kemunafikan. Sekarang Bunda, Seto amat bangga dengan kedurhakaannya itu." Bunda Fifi tersenyum mendengar ucapan Pak Ustadz. Tapi, Pak Ustadz tidak paham apa makna di balik senyuman Bunda Fifi. Ia hanya sekadar meraba. * * * Sumber gambar: http://www.indonesiaindonesia.com/attachments/download/1990d1226120234-malin-kundang-manusia-batu-malin-kundang.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun