Mohon tunggu...
Sigit Sugiarto
Sigit Sugiarto Mohon Tunggu... Lainnya - PSM AHLI MUDA

SANTAI, TIDAK SUKA GOSIP,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hidup Bisa Menumbangkan Kita

25 Januari 2024   09:12 Diperbarui: 25 Januari 2024   09:13 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menyendiri dipinggir jalan, menatap keindahan jalanan kota Jakarta, didepanku lalu Lalang aneka warna dan model kendaraan. Bajaj, mobil, motor bahkan sepeda, semua mengambil perannya masing-masing dalam meramaikan Jalanan Ibu Kota, bukan saja kendaraan yang turut andil meramaikan hiruk pikuk jalan raya,  gerobak Tukang nasi goreng, gerobag tukang sampah seolah tidak mau kalah.   

Sejenak aku tersenyum melihat fenomena tersebut, yah ada banyak kesibukan, Ada banyak problem di kepala mereka yang melintasi jalanan.

Apakah mereka semua tidak punya masalah??

Ah rasanya tidak ....

Mereka semua membawa problem kehidupan masing-masing...

Dalam lamunanku aku teringat peristiwa beberapa waktu yang lalu.......

"Min.... ini ada surat, titipan dari pak petir...."

Aku segera menerima surat itu dan membuka nya....

Ternyata Surat Keputusan Direktur, mataku segera tertuju pada bagian memutuskan...

Jabatan lama sebagai Koordinator ...... Jabatan Baru sebagai Anggota......

Sejenak ada perasaan berkecamuk dalam hatiku.., bagaimana tidak!! Surat Keputusan tersebut menurunkan Jabatanku dari Koordinator menjadi Anggota biasa...

Aku termenung sejenak sambil memegang SK dan teringat Kata-kata Abah beberapa minggu yang lalu,, mungkin ini firasat beliau untuk menguatkan aku, akan segala resiko kehidupan.

"Min.... tahukah kamu? teri yang terbesar...?

"Teri yang terbesar hanyalah sebesar ibu jari, Tapi Nabi sulaiman saja tidak sanggup untuk menanggung rejeki semua teri ...."

Begitulah Abah mengingatkan..., aku segera tersadar dan menoleh teman yang di depanku.

"Terimakasih yan...."

Aku mengucapkan terimakasih kepada mas yanto yang tadi memberiku surat tersebut.

Aku menuju ruang kerjaku dengan perasaan berkecamuk,,

"Min.... tahukah kamu? teri yang terbesar...?

"Teri yang terbesar hanyalah sebesar ibu jari, Tapi Nabi sulaiman saja tidak sanggup untuk menanggung rejeki semua teri...."

Kata-kata abah beberapa waktu yang lalu, selalu terngiang-ngiang sehingga menghalau rasa emosi, marah dan rasa dendam....

Yah.... setiap rasa emosi,marah dan dendam menyeruak,, kata-kata abah selalu mengingatkan aku.

Aku menjalani pekerjaan baruku sebagai anggota dengan hati yang biasa saja,, seperti tak pernah menjadi Koordinator, bercanda dan bercengkerama dengan teman-teman seperti tidak pernah terjadi apa-apa,.. bahkan dengan orang yang berperan dalam menurunkan jabatanku, aku mencoba menerima beliau apa adanya, tidak sedikitpun mengurangi rasa hormatku kepadanya, aku juga tidak sungkan untuk menjalankan tugas-tugas baruku, walau beberapa teman ada yang sungkan dan ingin mengambil tugasku,..

"kita tidak bisa berharap orang lain seperti yang kita inginkan....."

Seorang teman pada bagian lain mengingatkanku agar tidak larut dalam kesedihan. Dia memang selama ini menjadi teman diskusi ku, teman ngobrol tentang banyak hal.

"Ah.... Mungkin dia melihatku belum ikhlas menerima kenyataan ini..." Batinku.

Padahal aku sudah berusaha untuk bertugas dan bersikap seperti biasa, seperti tak pernah terjadi apa-apa, dan sebagai teman dia mungkin menaruh empati terhadapku.

Lewat di depanku seorang Pemulung dengan perlengkapan Ganco di tangan kananya dan karung di tangan kirinya, mereka pagi buta sudah bangun, untuk mengais rejeki dari satu tong sampah ke tong sampah lainnya.

Lamunanku terbuyarkan dengan kehadiran pemulung tersebut,

Aku tertawa sendiri....

Menertawakan diriku yang gundah hanya karena turun jabatan.....

"Min.... tidakah kau lihat dirimu...."

"Kamu jelas lebih baik dari mereka dilihat dari cara mencari rejeki"

"Dimana rasa sukurmu??

Aku bergumam pada diriku sendiri.

Adzan Subuh telah menggema dari masjid-masjid dan mushola sekitarku, Aku segera beranjak dari pinggir Jalan, untuk kembali ke kontrakanku, dalam hati aku mengutuki diriku sendiri.

"kenapa terpengaruh dengan keadaan, harusnya aku ikhlas menerima semuanya"

Satu bulan setelah kejadian turun jabatan, aku menyelesaikan kuliahku, dan 2 bulan kemudian ada lowongna pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaan ku saat itu.

Aku mencoba  peruntungan dengan melamar pekerjaan itu, pada Saat itu banyak orang yang berpikiran bahwa pekerjaan yang aku lamar memerlukan orang dekat dan uang untuk bisa lolos, tapi aku tetap nekad melamar pekerjaan itu hanya  dengan bekal keyakinan akan do'a ibuku dan garis nasib, aku yakini bahwa tugasku hanya berusaha sedangkan hasil tentu sudah digarikan Tuhan.

Aku melamar pekerjaan secara diam-diam, dan hanya teman dekat yang tau kalau aku sedang melamar pekerjaan.

Sampai tiba saat pengumuman penerimaan aku tetap santai dan tidak terburu-buru untuk mengecek pengumuman, satu minggu setelah pengumuman baru aku ngecek di internet, saat itu internet masih susah tidak seperti sekarang ini, aku ke warung internet untuk mengecek pengumuman, dari sekian ratus peserta yang lolos disitu ada namaku.

Rasanya tak percaya kalau aku lolos, aku baca berkali-kali nama dan nomor ujianku di pengumuman itu, ternyata memang benar namaku, aku betul-betul besyukur akan kelolosanku, dimana jelas lowongan itu diminati oleh ribuan orang,

Kembali aku teringat akan nasihat bijak bahwa rejeki sudah ada yang ngatur, dan Tuhan memberiku obat dalam waktu dekat terhadap kondisi pekerjaanku, begitulah kata biak lainnya mengatakan "hidup bisa saja menumbangkan kita, tetapi kitalah yang memilih untuk bangkit atau menerima keadaan"

                                                          

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun