Mohon tunggu...
Sigit Priyadi
Sigit Priyadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Padang rumput hijau, sepi, bersih, sapi merumput, segar, windmill, tubuh basah oleh keringat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Identitas Indonesia kini (Nostalgia Konferensi Asia Afrika).

22 Maret 2015   16:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:17 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konperensi Asia Afrika (KAA) yang mengandung momentum sangat besar dalam sejarah persahabatan Indonesia dengan Negara-negara bekas jajahan Eropa di Benua Asia dan Afrika, kini kembali hendak diperingati secara khusus. Peristiwa bersatunya pemimpin-pemimpin Asia dan Afrika, di kota Bandung nan indah, 60 tahun yang lalu, tentu saja merupakan peristiwa besar, yang menjadikan Indonesia kemudian dipandang sebagai Negara pelopor persamaan derajat dalam pergaulan Internasional. Usai Konferensi Asia- Afrika kemudian lahirnya gerakan Non-blok sebagai bentuk sikap terhadap adanya dominasi Negara-negara besar (Amerika Serikat dan Uni Soviet) dalam politik internasional serta ketegangan militer.

Indonesia dibawah pemerintahan Presiden Suharto, meskipun tidak menyatakan diri berada dalam Blok Barat, namun pemerintahan waktu itu cenderung lebih dekat pada blok Barat yang dipimpin oleh Amerika. Akibat kedekatannya dengan Barat, Indonesia lebih diwarnai oleh budaya Barat. Adapun budaya Timur yang cenderung memperlihatkan kehidupan yang mencerminkan sikap kerja-keras, hidup hemat, penuh kebersahajaan, cenderung semakin hilang dalam kehidupan masyarakat maupun birokrasi di Indonesia. Sejumlah Negara Asia justru cenderung masih mempertahankan keaslian wajahnya sebagai wilayah berbudaya Timur, yang tentu karena mereka sangat kuat memegang kultur asli dalam masyaraktanya.

Kondisi di negara-negara Afrika terlihat lebih tertinggal daripada Indonesia. Kekayaan alam di Benua Afrika kelihatannya tidak sebanyak Indonesia, sehingga pembangunan infrastrukturnya tertinggal jauh daripada Indonesia. Meskipun demikian justru kerusakan alam di Afrika secara umum tidak separah di Indonesia. Habitat satwa liarnya masih bisa dipertahankan sehingga menarik ribuan turis untuk mengunjunginya. Eksotisme Afrika hingga kini masih menjadi primadona bagi para turis Barat. Masyarakat Afrika tampak lucu ketika berhadapan dengan kemajuan (modernisasi Barat) yang dengan sangat mudah diserap Bangsa Indonesia semasa pemerintahan Orde Baru. Hingga kini mereka masih tetap menyukai berbusana tradisional negaranya dalam berbagai pertemuan Internasional. Kondisi perkampungannya juga masih sangat bersahaja. Tidak terlihat sampah plastic berserakan yang menjadi symbol produk-produk modern seperti terlihat pada sejumlah perkampungan, sungai, dan kota besar di Indonesia.

Lalu dengan segenap perbedaan tajam itu, masihkah Indonesia merasa perlu memperingati lagi peristiwa KAA di Bandung untuk kesekian kalinya? Bila hanya untuk sekedar bernostalgia tentu acara ini hanya menjadi ajang romantisme belaka. Namun bila Indonesia kembali bisa membuat pernyataan tegas terkait dengan kondisi politik internasional saat ini, berkaitan dengan kekuatan-kekuatan Barat yang masih dominan dalam mempengaruhi kehidupan ekonomi, budaya, dan keutuhan hutan serta sumber daya alam, khususnya di Indonesia, maka Negara-negara Afrika dan sebagian negara Asia lainnya pasti akan kembali memberikan respect terhadap Indonesia.

Fakta memperlihatkan bahwa meskipun negara-negara peserta KAA dulu, pada masa kini masih terkungkung pada situasi yang terbelakang (masih termasuk dalam kategori negara berkembang), namun mereka masih bisa memperlihatkan sikap perjuanagnnya dalam mempertahankan keaslian budaya, dan kebersahajaan masyarakatnya. Ketidakberuntungannya dalam kekayaan alam seperti Indonesia justru membuat mereka mendapat perhatian khusus dari negara-negara donor Eropa dalam membangun fasilitas kesehatan, perlindungan hutan, pendidikan, dan berbagai aspek lain, dalam takaran bantuan yang proporsional, sehingga tidak pernah muncul kasus-kasus  penyelewengan-penyelewengan bantuan yang menjadi penyakit kronis di Indonesia.

Indonesia semakin modern dan semakin berubah sejak era 70-an, sedangkan  mayoritas negara-negara Afrika dan Asia, peserta KAA, relatif masih tetap dapat menjaga identitasnya sebagai negara yang bersahaja dan mampu mempertahankan identitasnya.

22 Maret 2015.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun