Mohon tunggu...
Sigit Rustono
Sigit Rustono Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Jika bulat adalah bentuk dari bola, maka tulisan adalah bentuk dari perasaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tersaru

16 Februari 2023   20:35 Diperbarui: 16 Februari 2023   20:37 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah begitu banyak malam dan siang yang kulewati bersama denganmu, sejak siang yang cerah nan terik, hingga siang yang tertutup awan kelabu, sejak malam yang penuh kerlipan bintang, hingga malam yang tak berhias satu pun bintang, aku tetap berada dekat di sisimu, menikmati semua senang dan sedih berdua, semua itu diselingi dengan manja dan marah, namun tetap dalam kewajaran yang terus menumbuhkan benih cinta.

Semakin banyak waktu yang kita lalui, semakin mantap pula kita menjalani hubungan ini, hingga dengan yakin pula kita bercerita tentang hari esok yang kan kita jelang bersama, bercerita tentang nama -- nama yang akan kita berikan pada anak kita nantinya, desain rumah yang kau inginkan, hingga dimana tempat kita akan menikah dan tempat untuk kita berbulan madu nantinya. Semua terasa nyaman dan aman, ditambah lagi tak ada sosok -- sosok nakal yang mau mengganggu hubungan kita, semua hanya tentang kita berdua.

Dalam termenung aku memikirkan bagaimana semua hal itu bisa terwujud dengan penghasilanku yang memang pas -- pasan, dalam sadar dan dalam keteguhan hati kupikirkan untuk mengiakan tawaran untuk bekerja di tempat yang jauh, semua itu butuh pemikiran yang panjang dan doa yang sungguh, serta memikirkan rangkaian kata yang tepat agar kau bisa yakin padaku dan merelakanku pergi, bagiku keputusan itu terasa berat bagi hubungan kita, aku pun tahu kau mungkin merasa lebih berat untuk menghadapinya karena kamu berada disini, melewati jalan yang selalu kita lalui bersama, serta melihat tempat -- tempat dimana kita pernah menghabiskan waktu bersama.

Semua telah terputuskan, aku pergi menjauh untuk mulai membangun dari kejauhan, sedangkan kau tetap berada disini untuk mengejar ijazahmu, sama -- sama menahan berat dari rindu yang semakin hari bertambah berat, sama -- sama menahan rasa untuk saling berpegangan tangan, atau rasa untuk sekedar membelai rambut, namun rasa tetaplah rasa, rasa tak pernah tawar, karena jika tawar bukanlah rasa namanya.

Setelah beberapa minggu berlalu, berada di tempat yang berbeda, bersama dengan orang -- orang yang berbeda, aku merasa nyaman dan semua berjalan sebagaimana mestinya, kecuali satu yaitu rasa.

Setelah beberapa minggu tersebut kulalui, aku bisa beradaptasi dengan cukup baik, bersama teman -- teman di kantor maupun teman -- teman di tempat tinggal, terkadang hanya sekedar saling tegur sapa, namun tak jarang pula berbincang bersama.

Satu waktu di minggu -- minggu tersebut aku melihat satu wanita yang membuat pandanganku terus teralih padanya ketika kita berpapasan, pesonanya mengalihkanku, tak jarang  aku mencoba melihatnya dari kejauhan, mataku terfokus padanya dikala dia berada tepat diantara kerumunan orang, pandanganku membelah sela yang tercipta antara barisan, senyum dan sikapnya membuatku terpesona, namun ku tahu ini salah tapi tak bisa aku menyangkal pada diriku sendiri bahwa aku punya rasa padanya, aku merasakan hal yang sudah lama tak kurasakan.

Aku hanya bisa mendekat dan berbincang seadanya, aku bersikap sewajarnya saja, belum berani aku untuk terus terang tentang semua ini, ku biarkan waktu mengajarku untuk berbuat, tersaru aku antara nikmat dan lara, tersesat aku pada tanda dan tanya, terbawa aku pada daya yang menidurkan. Dalam gelap aku memuji dia akan cantiknya, dalam renung kulihat gambaran wajahnya, dan dalam teduh kugumamkan lagu untuknya.

Adakah kau tahu bahwa aku terpesona akan kamu, adakah kau tahu aku sering melihatmu dari kejauhan, adakah kau tahu maksud dari basa -- basiku, adakah kau tahu arti ketika aku coba mendekatimu, semua itu karena aku suka kamu dalam kesalahan yang kusadari.

Biarlah kamu tahu sebabnya, semua tingkahku ini sesuai dengan ijin alam, biarlah semua ini tertudung untuk sementara dan menjadi rahasiaku sendiri, namun ketika semua telah terungkap kuingin kau tetap seperti ini, mempesona dan bebas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun