Aroma serupa TPA menjadi hal biasa, terutama di kawasan pemukiman yang berdekatan dengan sungai dan kawasan industri. Air bercampur limbah dan berbagai jenis sampah rumah tangga mengalir begitu saja ke laut. Alhasil, wilayah pemukiman di pesisir pantai menjadi lautan sampah.
Meskipun sudah diatur pengangkutan dan penanganannya, terutama untuk limbah kategori berbahaya, namun tidak serta merta menjamin Batam menjadi bersih. Tengok saja sungai-sungai yang mengalir melintasi kawasan industri. Airnya nyaris selalu keruh, kadang bercampur dengan aneka rupa bungkusan.
Pulau Batam memiliki sejumlah sungai yang mengalirkan air dari daratan ke laut. Sungai-sungai itu semula adalah kawasan bakau yang kaya akan biota. Dahulu, nelayan sungai dapat mencari berbagai jenis ikan, kerang dan kepiting. Akibat tidak adanya pengelolaan, kini lebih mudah meneukan sampah plastik daripada ikan.
Belum lagi pengaruh arus pasang surut yang membawa sampah dari laut hingga ke pantai, kemudian menumpuk. Pekerjaan rumah besar untuk Batam yang lama tidak dikerjakan dengan serius adalah penataan kawasan sungai.Â
Untuk mengatasi persoalan sampah di daratan, terutama sisa makanan, Batam mestinya memiliki strategi pemanfaatan yang memadai. Baru-baru ini, salah satu Bakal Calon Wali Kota Batam Lukita Dinarsyah Tuwo menyatakan, dirinya cukup concern dengan persoalan sampah itu. Pemilahan sampah bernilai ekonomi menurut dia dapat dilanjutkan.Â
Harga jual belatung relatif tinggi, Rp40 ribu perkilo di sejumlah situs marketplace. Beberapa pembudidaya di daerah lain seperti Yogyakarta dan sejumlah kota di Jawa Tengah bahkan telah mengolah belatung menjadi pakan kering pengganti konsentrat, dan dipasarkan dalam kondisi kering.Â
Suplemen pakan ikan hias berbahan belatung lalat hitam juga banyak diburu pehobi. Harganya, Rp45 ribuan untuk kemasan ukuran 85 gram.
Lukita melihat potensi itu dapat menjadi solusi persoalan sampah basah dan penguatan ekonomi sekaligus. Meskipun demikian, Lukita mengaku akan tetap mencari solusi pemanfaatan sampah berbasis teknologi. Beberapa tahun belakangan, media di Batam kerap memuat berita ketertarikan investor pengelola sampah dari berbagai negara.Â
Terakhir, perusahaan asal Korea Selatan berminat untuk menanam modal dan mengubah sampah menjadi energi. Namun nyaris dua tahun perkembangannya nyaris tidak terdengar lagi. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H