Mohon tunggu...
Sigit R
Sigit R Mohon Tunggu... Freelancer - masjid lurus, belok kiri gang kedua

Pedagang tanaman hias, menulis di waktu senggang, prefer dari teh daripada kopi, tinggal di Batam

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Ada "Laut Hitam" di Batam

25 November 2019   13:04 Diperbarui: 26 November 2019   07:16 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Air laut di perairan Batam tiap tahunnya berganti warna. Bukan karena pantulan cahaya matahari pada endapal glacial ataupun karena jenis alga tertentu, melainkan dampak buruk dari letak wilayah itu yang berada di dekat selat tersibuk dunia.

Batam bukan pula Laut Hitam. Letaknya pun jauh dari laut dalam yang berada di Eropa tenggara dan Asia Kecil. Laut Batam bahkan tidak terhubung langsung dengan laut yang menyambung ke Laut Tengah oleh Selat Bosporus dan Laut Marmara, dan Laut Azov oleh Selat Kerch. Laut Batam diapit Selat Malaka, Selat Philip, Selat Singapura dan Laut China Selatan.

Dampaknya, Batam dan Bintan merasakan langsung akibat buruk ekologis dari kegiatan ekonomi di laut. Kapal yang berlabuh, lego jangkar atau melintas kadang menumpahkan minyak sisa atau sludge oil ke perairan.

Anggota Komisi III DPRD Batam Jefri Simanjuntak menyebut, hitamnya air laut itu adalah faktor kesengajaan. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu menuding, kapal-kapal nakal melakukan pengurasan tanki untuk membuang endapan residu bahan bakar.

Dia mencurigai sludge oil berwarna hitam pekat itu akibat aktivitas pencucian tanki yang juga dilakukan oleh kapal tanker pengangkut minyak mentah. Crude oil washing dalam istilah pelayaran dilakukan usai kapal membongkar muatan.

Masih menurut Jefri, proses pencucian itu biayanya sangat mahal sehingga awak kapal mencucinya sendiri lalu mengalirkan residunya begitu saja ke laut. Masalah berikutnya adalah, mereka melakukan kegiatan ngawur itu saat angin mengarah ke Pulau Batam.

Indikasinya, Singapura yang gedungnya dapat dilihat jelas dengan mata telanjang di Pulau Belakangpadang jarang menerima residu serupa. Ada dugaan, kapal yang berada di perairan internasional itu tidak berani melakukan saat angin mengarah ke Singapura. Mereka memilih mengirim residu minyak mentahnya ke arah Indonesia karena mengetahui aturan dan akibat hukumnya tidak terlalu berat.

Sludge oil kiriman di Pulau Belakangpadang, beberapa waktu lalu. Foto/IST
Sludge oil kiriman di Pulau Belakangpadang, beberapa waktu lalu. Foto/IST
Tak perlu jauh-jauh ke penegakan hukum. Kota Batam seakan berjarak beberapa dekade dari Singapura terkait keseriusannya menjaga lingkungan, terutama laut. Bertahun-tahun terjadi gelombang sludge oil, tidak pernah ada kabar pemerintah menangkap atau menindak pelakunya.

Paling banter, Dinas Lingkungan Hidup hanya mengambil sampel air, kemudian menyusun kertas laporan. Setelah itu, menunggu sludge oil larut sendiri dan publik melupakan.

Beberapa minggu terakhir, sludge oil melanda Pulau Belakangpadang. Air di kecamatan dengan wilayah kecil yang berada di dekat instalasi penimbunan BBM milik Pertamina Pulau Sambu itu menghitam. Pertamina kemudian berusaha mengatasi dengan menyemprotkan oil dispersant, bahan kimia yang berfungsi untuk memecah minyak menjadi partikel lebih kecil. Setelah mengecil, minyak akan larut dengan sendirinya oleh air laut.

"Laut di perairan Batam tiap tahunnya berganti warna. Bukan karena pantulan cahaya matahari pada endapal glacial ataupun karena jenis alga tertentu, melainkan dampak buruk dari letak wilayah itu yang berada di dekat selat tersibuk dunia."

Langkah yang diambil Pertamina tentu saja tidak diterapkan pada setiap kejadian. Jika letaknya tidak berdekatan dengan instalasi mereka, mungkin sludge oil itu akan dibiarkan begitu saja. Di pesisir Pulau Putri, Nongsa, Batam sludge oil dibiarkan sehingga menempel di batuan dan bakau.

Pengunjung kawasan wisata di Pulau Putri tak jarang harus merelakan kaki dan tangan mereka terkena limbah lengket itu. Belum pernah ada tindakan untuk membersihkan sludge oil dilakukan di pulau itu selama beberapa tahun terakhir. Seakan perkara residu kiriman itu adalah hal biasa saja.

Pemerintah terkesan abai dengan gerutuan nelayan sekitar yang kehilangan ikan akibat sludge atau wisatawan yang menjadi kurang nyaman.

Idealnya, pemerintah memikirkan cara pencegahan dan rencana darurat untuk menangani musibah lingkungan hidup. Batam dapat mengadopsi aturan yang diberlakukan oleh negara maju untuk meregulasi kapal di laut.

Bekerja sama dengan instansi lain, Pemko Batam dapat menerapkan pengawasan ketat dan upaya penindakan kapal yang mengotori laut. Di negara bagian Hawaii, Amerika Serikat, pemerintah Kota Honolulu telah melakukan hal itu untuk menjamin keanekaragaman hayatinya tetap terjaga.

Seorang warga memancing di Laniloa, Honolulu, Hawaii yang bersih, nyaris tanpa sampah. Foto/Joko Sulistyo
Seorang warga memancing di Laniloa, Honolulu, Hawaii yang bersih, nyaris tanpa sampah. Foto/Joko Sulistyo
Ada aturan yang ditransmisikan dengan jelas kepada kapal-kapal yang melintas atau hendak masuk ke ibukota Hawaii itu. Aturan itu berlaku untuk seluruh jenis kapal, termasuk kapal yang bekerja untuk negara seperti militer, polisi dan bea cukai.

Office of Protected Resources (OPR) alias Dinas Lingkungan Hidup di sana sangat berwibawa. Mereka mengatur, tidak ada kapal yang boleh berlayar dalam kecepatan penuh. 

Seluruh kapal yang berada di perairan dalam wilayah hukum mereka wajib berhenti tanpa melego jangkar pada jarak tertentu serta menetralkan baling-baling saat binatang laut dilindungi melintas. Aturan itu senada dengan larangan mendekati dan menyentuh binatang dilindungi di alamnya.

Parlemen negara tersebut tahun 2016 menyelesaikan pembuatan UU 2441 untuk perlindungan satwa yang terancam punah. Lieutenant Governor of Hawaii saat itu, James Duke Aiona, berbicara kepada media telah menandatangani RUU 2441 menjadi UU yang mengatur pemberatan hukuman bagi pelanggar lingkungan. Penandatanganan naskah RUU menjadi UU dilakukan Aiona di State Capitol Honolulu.

"Penting bagi masyarakat kita untuk menyebut tindakan pembunuhan satwa adalah kriminal, saya harap orang berpikir ulang sebelum menyakiti," ujar seorang anggota Senat Hawaii, Gary Hooser pada sebuah dialog yang disiarkan televisi lokal.

Gary Hooser maupun James Aiona sepakat perlindungan 300 jenis satwa terancam punah adalah tanggung jawab bersama masyarakat. Menurut mereka, Hawaii adalah rumah bagi ratusan jenis satwa liar endemik yang unik.

Dalam UU tersebut, siapapun dapat dipidana jika terbukti menyakiti, membahayakan dan membunuh satwa liar endemik. Hukuman maksimal 5 tahun dan denda maksimal 50 ribu Dollar Amerika menanti para pelaku perusakan di Hawaii.

Kala itu, ada kasus yang menghebohkan media setempat. Seorang warga Kauai bernama Charles Vidinha (78) diberitakan harus mendekam di penjara federal dan membayar denda sebesar USD25 ribu karena terbukti menembak anjing laut yang tengah bunting di kawasan Pilaa, Kauai North Shore.

Sebagai kota tujuan wisata, Hawaii sadar betul potensi kerusakan yang ditimbulkan oleh laju perkembangan industri pariwisata. Otoritas perikanan Hawaii bahkan menerbitkan panduan bagi warga dan wisatawan untuk melihat aktifitas satwa yang dilindungi. 

OPR mengatur dengan detail larangan semisal jarak terdekat, waktu terlama hingga aturan bagi kapal yang mendapati satwa dilindungi mendekat.

Untuk melihat mamalia laut jarak terdekat yang diperkenankan adalah 100 yards, atau setara dengan 91 meter. Sementara untuk hewan lain seperti lumba-lumba, kura-kura, dan anjing laut, jarak yang diperbolehkan adalah 50 yards.

Perlakuan tidak berbeda juga diterapkan pada spesies kura-kura dan penyu Hawaii. Untuk melihat dan mengamati penyu, wisatawan harus berada pada jarak aman dan dilarang berenang, menyentuh dan memberi makan mereka.

"Jangankan menyakiti, menurut hukum menyentuh saja kena denda 15 ribu Dollar," cerita Anis Hamidati, mahasiswa Phd asal Indonesia di University of Hawaii at Manoa.

Awak KRI Diponegoro menurunkan perahu karet untuk proses perawatan kapal di Pangkalan Pearl Harbor, Hawaii. Foto/Joko Sulistyo
Awak KRI Diponegoro menurunkan perahu karet untuk proses perawatan kapal di Pangkalan Pearl Harbor, Hawaii. Foto/Joko Sulistyo
Selain itu, Hawaii juga menerapkan kebijakan ketat kepada kapal yang lego jangkar dan bersandar. Saat berhenti atau sedang mengisi BBM, kapal harus dipasangi oil spill barrier. KRI Diponegoro 365 pernah diperiksa gara-gara hal itu.

Saat pengisian BBM di Pangkalan US Navy di Pearl Harbor, sedikit solar dari pengisian tertumpah ke laut. Tidak sampai 15 menit, petugas datang dan langsung melakukan pemeriksaan. 

Beruntung, saat itu yang bersalah adalah tongkang pengisi yang kurang cermat memasang selang. Jika KRI yang sedang mengikuti latihan Rim of Pacific itu yang bersalah, ancaman dendanya sebesar 15 ribu dollar Amerika.

Batam juga dapat menerapkan aturan serupa itu dan menerapkannya dengan serius. Charge biaya sampah, pemasangan oil spill barrier, dan sejenisnya agar laut tetap biru. Meskipun tidak menurunkan sampah, kapal yang bersandar harus membayar biaya sampah.

Hal itu memberikan pilihan memaksa kepada kru kapal untuk menyimpan sampah dan tidak membuangnya ke laut. Logikanya sederhana, lebih baik memanfaatkan fasilitas pembuangan karena sudah membayar.

Sumber-sumber sampah lain yang berada di darat juga harus diidentifikasi dan dicegah masuk ke perairan. Meskipun sampah kota dan industri masih menjadi PR besar Kota Batam, bukan sebuah kemustahilan untuk penerapan aturan laut tersebut. 

Setidaknya jika kita sadari, Pulau Batam bukan kita punya, tapi kita pinjam dari generasi setelah kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun