Mohon tunggu...
Sigit R
Sigit R Mohon Tunggu... Freelancer - masjid lurus, belok kiri gang kedua

Pedagang tanaman hias, menulis di waktu senggang, prefer dari teh daripada kopi, tinggal di Batam

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bayangkan Jika Metallica Dijadwalkan Konser di Batam

24 November 2019   15:47 Diperbarui: 24 November 2019   16:21 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ferry cepat rute Batam - Singapura. Foto/Joko Sulistyo

Data kunjungan wisata yang tak sesuai dengan laju bisnis pariwisata itu jika ditelisik bisa jadi akibat generalisasi pendatang asing di pintu masuk sebagai wisatawan. Bisa jadi, sebagian dari yang dihitung sebagai wisatawan itu mungkin pekerja, relasi bisnis dari ratusan perusahaan asing yang ada di berbagai kawasan industri. Tak sedikit warga asing itu datang untuk urusan pekerjaan. Mereka tinggal di apartemen,  mess perusahaan, atau bahkan kembali ke Singapura atau Malaysia pada hari yang sama. Hal itu sangat mungkin karena banyak perusahaan di Batam memiliki kantor pusat di Singapura.

Belum lagi ada kemungkinan catatan itu tercampur dengan jiran yang datang untuk berbelanja kebutuhan harian. Wisatawan belanja kebutuhan dapur ini biasanya masuk melalui Pelabuhan Internasional Batam Centre dan langsung masuk ke mall yang ada di seberangnya. Jangankan menginap, menggunakan jasa pemandu, mengikuti paket dari agen perjalanan, atau menyewa transportasi yang dikelola pelaku industri wisata. Mereka hanya perlu berjalan kaki melewati jembatan penyeberangan yang terhubung langsung dengan lantai 2 mall.

Terletak berdekatan dengan pelabuhan, terdapat alun-alun, masjid, taman kuliner dan berbagai tempat makan. Namun biasanya, pada akhir pekan warga Singapura langsung masuk ke mall, menuju lantai dasar, berbelanja mie instan dan barang keperluan rumah tangganya. Usai berbelanja, mereka langsung pulang, melalui jembatan dan pelabuhan yang sama. Tak banyak yang mampir hanya sekadar melongok jajanan di pasar kuliner seberang Asrama Haji misalnya.

Bukannya tidak menguntungkan, namun mereka bukan wisatawan yang diharapkan dapat memberi efek ekonomi kepada pelaku industri pariwisata di Batam. Kunjungan mereka ke Batam ibaratnya hanya dinikmati oleh peritel besar yang menyewa lantai di mall. Jadi kurang tepat rasanya memasukkan mereka dalam hitungan wisatawan.

Tipe lain dari pengunjung akhir pekan adalah, kaum paruh baya Singapura yang mencari pelepasan syahwat di Batam. Masyarakat Batam lazim menyebut mereka sebagai apek. Para apek ini biasanya menginap di hotel-hotel kecil yang bertebaran di kawasn bisnis Nagoya untuk menyalurkan hasratnya. Banyak juga yang menginap di rumah-rumah kontrakan, atau membeli hunian atas nama pasangan tak resminya.

Pemerintah Kota Batam bukan tidak berupaya menarik para pengunjung agar tinggal lebih lama. Namun kerap kali agenda wisata yang diselenggarakan kurang menarik dan miskin inovasi. Pameran kuliner, karnaval budaya, kemudian panggung musik memang sering diadakan. Namun kadang hanya terkesan asal terlaksana.

Ambil contoh Asian Jazz Festival. Beberapa kali gelaran musik hidup itu diadakan, line up penampil di panggung itu berkisar pada penampil yang itu-itu saja. Bukan tidak boleh, namun Batam seakan kurang belajar dari agenda kegiatan sebelumnya, tidak ramai tetapi diulang tahun berikutnya.

Ferry cepat rute Batam - Singapura. Foto/Joko Sulistyo
Ferry cepat rute Batam - Singapura. Foto/Joko Sulistyo

Berbeda hal dengan Singapura yang menjual habis potensi wisatanya, Batam sejauh ini tidak memiliki galeri seni yang representatif, museum yang memadai, atau gedung pertunjukan yang standar. Jika ada warga jiran datang menyaksikan pertunjukkan, biasanya sifatnya insidental saja.

Batam seperti tidak pernah melirik dan berupaya merebut wisatawan Singapura. Negeri kecil itu menjadi destinasi wajib bagi penggemar wisata belanja hingga penikmat musik. Jika ada musisi atau band kenamaan manggung di Singapura, sudah sangat biasa bagi warga berbagai provinsi di Indonesia menonton ke sana.

Menarik wisatawan berkunjung tidak sekadar membuat bangunan, tidak hanya sekedar membuat landmark. Kreativitas dan inovasi perlu dilakukan untuk dapat bersaing dalam perebutan kue dalam industri wisata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun