Masyarakat sangat memahami kesulitan saat angin utara bertiup. Mereka mengubah pola, mengurani porsi dan mengganti menu untuk mencukup-cukupkan pendapatan. Memiliki UMK tinggi sebuah keuntungan, namun tinggal di kota yang berbiaya tinggi tak bisa dibilang menguntungkan.
Potret sederhananya, sebuah keluarga dengan pendapatan gabungan Rp6 hingga Rp8 juta perbulan harus mencari cara agar cukup hingga tanggal gajian berikutnya. Bebannya bisa jadi lebih besar dari pendapatan karena kebanyakan rumahtangga usia muda masih harus mengangsur kredit rumah, kendaraan, membiayai pendidikan dan biaya sosial lainnya. Sisanya, baru digunakan untuk menjaga dapur tetap mengepul.
Pendapatan mereka mungkin tidak bersisa. Beruntung jika mereka dapat menjalankan bisnis kecil dan dapat menambah pendapatan dari usahanya itu.
Namun ada banyak kelas pekerja yang dihadapkan pada keterbatasan waktu dan tenaga, hanya memiliki satu pekerjaan saja.
Saat angin utara, kelas pekerja itulah yang terpukul paling keras. Pasalnya, pemerintah dengan Tim Terpadu Pendendali Inflasi Daerah (TPID) kerap hanya menjadi petugas catat kenaikan harga. Solusi jangka pendek paling umum adalah operasi pasar.
Namun operasi pasar di Batam yang biasanya dibuka pada jam kerja PNS kerap tidak dapat terakses kelas pekerja. Mereka masih berada di pabrik-pabrik di sejumlah kawasan industri. Para buruh industri itu harus pasrah tetap mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga tinggi, sementara gajinya tetap.
Batam harus berdaya. Pemerintah harus mencari jalan untuk menjamin stok kebutuhan pokok tetap terjamin dengan harga terjangkau. Sejauh ini, Batam belum berbuat untuk menjaga harga tetap sesuai dengan kantong kelas pekerja.
Batam bisa saja membuka kerjasama dengan daerah penghasil produk pertanian di Pulau Sumatera atau kabupaten lain di dalam provinsi untuk menjamin pasokan dan harga. Kemudian, memberikan subsidi pengangkutan dan membuka gudang berpendingin.
Namun Batam cenderung lebih suka menyerahkan persoalan pangan itu pada mekanisme pasar, sehingga inflasi faktor yang sama tidak pernah absen tiap tahunnya.
Pemerintah mestinya berpihak kepada kelompok ekonomi lemah yang bersusah payah mencukupkan gaji agar sampai pada bulan berikutnya. Peristiwa alam tidak dapat ditolak, namun bukannya tidak dapat disikapi. Jika pemerintah peduli, minimal dampak angin utara tidak terasa sepanjang tahun-tahun sebelumnya.