(gambar: koleksi pribadi)
kita menangkap derak resah reranting pinus pada sebuah hari yang terik
berdua kita menyusur jalan berdebu di antara desau angin musim kering
kita menghidu aroma musim panas dengan sedikit nyeri di kepala
dan kecemasan-kecemasan yang coba kita abaikan dengan percakapan di sepanjang jalan itu
perihal kau, bagiku masih saja sebuah nama yang kulekatkan dalam semesta
belum terganti dan masih akan kueja di sepanjang ruas jalan yang siang itu kita datangi: seruas jalan tak berpagar dan begitu rengsa ditikam musim yang telah lama tak mengirimkan hujan
begitu gamang aku melangkah di sana
jika saja tak ada kau barangkali aku lebih memilih bergeming dalam dekap sunyi yang pasi
namun bersamamu ternyata banyak hal teduh yang bisa kusesap
bahkan ketika cuaca demikian gerah
maka di antara desir pepucuk pinus
aku mencatat renyai tawamu yang mengawang di tingkap langitku
sebagai segala yang indah
yang kutakik di jantung puisi
sebagai detak abadi
JOGJA, 28/08/2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H