Dengan melarang mahasiswa film untuk membuat film, sebetulnya dosen-dosen itu menunjukkan bahwa ternyata mereka tidak paham materi dan kurikulum. Dan bahkan mereka pun tidak paham dengan 'video art' yang mereka teriakkan dan paksakan ke mahasiswa. Pada satu titik, mungkin mereka sadar bahwa mereka salah. Tapi di sini ego mereka sebagai akademisi muncul dan mereka malah menutupi kesalahan mereka dengan kebohongan dan fitnah baru terhadap dosen yang mereka salah-salahkan.
Dosen film tersebut dipaksa mengundurkan diri tanpa pesangon, dan dikriminalisasikan dengan berbagai tuduhan yang tidak berdasar dan tidak ada buktinya samasekali. Bahkan sampai menyerang personal, dan tidak ada hubungannya dengan akademik.
Dan yang lebih miris, dasar teori yang dipakai oleh dosen film tersebut yaitu '3 Bentuk Film' malah dipakai begitu saja untuk jurusan baru. Jadi setelah menyalahkan dosen tersebut, ilmunya malah dipakai untuk menarik calon mahasiswa untuk daftar ke jurusan baru.
"Cocoklogy" adalah perilaku fatal dalam kehidupan berakademisi di sebuah institusi pendidikan. Juga perilaku copy-paste dan parafrase dalam menulis jurnal atau karya tulis ilmiah, tanpa paham dengan apa yang ditulis. Semoga perilaku ini tidak diteruskan oleh para akademisi dan para pengajar, demi dunia pendidikan Indonesia yang lebih baik dan maju untuk ke depannya, termasuk di dalamnya industri kreatif dan perfilman.