Posisi Kepolisian dalam pengungkapan kasus makar dan kasus - kasus terkait makar seperti dipojokan, ada indikasi pihak - pihak tertentu berusaha mendelegitimasi Kepolisian lewat berbagai narasi - narasi. Diantaranya disebutkan bahwa Kivlan Zen tidak mungkin memerintahkan membunuh 4 tokoh nasional, senjata milik Soenarko yang dibawa dari Aceh adalah senjata rongsokan, kerusuhan 21-22 Mei lalu rekayasa dari pemerintah. Bahkan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo pun dalam wawancara dengan salah satu TV Swasta seperti menegasikan hasil pengungkapan Kepolisian bahwa para seniornya tak mungkin berkhianat.Â
Kepolisian menghadapi tantangan berat, dari  eksternal adalah keluarga korban tewas dalam  kerusuhan di mana penggiat HAM terus mendesak polisi untuk mengungkap siapa yang bertanggung jawab.
Dari internal pemerintah pun pasti ada tekanan dan pengaruh kuat mengingat hasil penyidikan awal terduga pelaku makar adalah para purnawirawan  TNI dan Polri.
Tentu mereka masih mempunyai pengaruh kuat di  institusi kepolisian dan militer karena hubungan mereka di masa lalu, misalnya Sofyan Jacob tadinya adalah atasan Tito semasa masih perwira menengah di Polda Metro Jaya,  demikian juga dengan Soenarko dan Kivlan di tubuh militer dengan institusi dimana mereka pernah mengabdi.
Bila tak berhati - hati, Tito Karnavian bisa terpeleset di puncak karirnya sebagai polisi, belakangan tekanan lain juga datang  dari Senayan. Kabarnya PKS telah mengusulkan pembentukan Panitia Khusus namun inisiatif ini dimentahkan oleh fraksi - fraksi pendukung pemerintah. Kubu BPN pun. Alasan PKS diungkapkan oleh Aboe Bakar Al-Habsyi, menurutnya agar anggota keluarga mengalami kebuntuan proses hukum serta mereka yang mengalami akses hukum dan informasi, seperti dilansir Detik.com (15/06/2019).
Tampaknya PKS tidak berniat mengungkap tuntas aktor - aktor pelaku kerusuhan itu tapi hanya fokus kepada siapa pelaku pembunuh korban - korban tersebut.
Secara logika usulan ini tampak mulia namun hanya akan berhenti disitu bila penyidikan gagal menemukan siapa penembaknya atau pemberi perintahnya, Â ujungnya menuding kepolisian tidak profesional atauPresiden Jokowi gagal. Ibaratnya pembentukan Pansus ini seperti "jebakan betmen" Â bagi kepolisian dan Jokowi
Desakan tak hanya dari Senayan, BPN pun bermodus serupa dengan usulannya membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) , alasan BPN hasil penyelidikan dari Kepolisian bakal diragukan oleh masyarakat.
Skenario ini pernah diterapkan pada kasus kerusuhan Mei 1998 yang hanya menghasilkan setumpuk kertas laporan tanpa bisa mengungkap dengan telanjang siapa dalang sesungguhnya. Hasil seperti ini rupanya goal dari BPN mengusulkan pembentukan TGPF.
Dari pertimbangan  politik, agenda  pembentukan pansus dan TGPF  ini bisa dicurigai sebagai upaya  menggeser penyelesaian hukum kasus makar dan kerusuhan di tangani Polri ke "domain" politik seperti pada peristiwa Mei 1998.
Pada akhirnya penyelesaian politik tidak memberi rasa keadilan kepada publik, sebab hasilnya abu - abu tanpa ada tindak lanjut jelas secara hukum. Bila inisiator pansus ini adalah PKS bisa ditengarai PKS  ingin mengaburkan fakta sesungguhnya kasus makar dan kerusuhan , selain mencari panggung , seperti diungkapkan oleh  Asrul Sani , Sekretaris FPP di DPR.
"Jadi nggak buru-buru terus bersuara agar dibentuk pansus. Kesannya kalau langsung bikin pansus itu hanya mau cari panggung politik saja atas masalah kerusuhan ini, bukan membantu penyelesaiannya," tegas Arsul, seperti dilansir Detik.com (15/06/2019)
Asrul mengingatkan agar Komisi III DPR RI memaksimal rapat kerja pengawasan dengan para mitra, Jubir TKN menegaskan pembentukan Pansus 22 Mei harus direncanakan dengan saksama. Jika tidak, lanjut dia, itu seperti sekadar mencari panggung politik.
Siapa bakal diuntungkan bila kasus makar, kerusuhan, kepemilikan senjata api, rencana pembunuhan 4 tokok nasional diselesaikan secara politik?
Jelas kubu Prabowo - Sandi mengingat para tersangka kasus - kasus tersebut  secara langsung maupun tak langsung bila ditelusuri bermuara ke kubu Prabowo. Rupanya ini sudah tercium oleh Presiden Jokowi sehingga memerintahkan Kapolri  merangkul Komnas HAM  dalam mengungkap tuntas  kerusuhan Mei lalu  agar bisa ditindaklanjuti secara hukum.Â
Inisiatif ini sendiri sudah pasti bakal mendapat tantangan berat bisa jadi nanti juga ada upaya *delegitimasi* Â terhadap Komnas HAM seperti yang terjadi pada KPU, Bawaslu dan saat ini sedang berlangsung pada Mahkamah Konstitusi.
Kapolri Tito Karnavian sendiri merasa lebih  sreg dengan kebijakan pemerintah dalam penyelesaian kasus ini mengingat Polri sudah menandatangai kerjasama dengan Komnas HAM, artinya sudah ada chemistry nya dengan Komnas HAM. Apalagi komisi ini memang mengemban amanat UU yang memberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan kasus - kasus pelanggaran HAM oleh aparat negara.Â
Tentu langkah jitu ini membuat was - was aktor - aktor dibalik kerusuhan dan makar yang berpikir tak bakal tersentuh oleh hukum .
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI