Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Analisis

3 Skenario Kubu 02 di Kota Solo

12 Januari 2019   15:01 Diperbarui: 12 Januari 2019   15:03 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Solo kembali menjadi perbincangan politik nasional pada Pilpres kali ini setelah kubu Pasangan Calon 02 menempatkan markas pemenangan nasional di kota berjuluk kota Bengawan ini. Kota ini telah menjadi barometer politik nasional sejak lama, beberapa peristiwa politik nasional dimulai di kota ini seperti pada awal gerakan reformasi tahun 1998.

Aksi mimbar bebas para mahasiswa UNS saat itu berujung bentrokan berdarah dengan aparat keamanan dan menjadi pemberitaan besar di media lokal dan nasional dan memicu aksi-aksi heroik mahasiwa kota-kota lain. April adalah bulan sakral bagi bangsa Indonesia, di bulan ini gerakan reformasi mulai naik tensinya pada tahun 1998 dan puncaknya bulan Mei yang dikenal dengan kerusuhan Mei 1998 di Jakarta dan kota lainnya.

Apakah peristiwa politik akan kembali berulang di kota Bengawan pada bulan April ini?  Bisa mungkin terjadi, kenekatan kubu Paslon 02 menempatkan markas pemenangan di kandang Banteng jelas bukan tanpa kalkulasi. Lalu skenario apa yang akan dimainkan Pasangan Calon Presiden dan Wapres Paslon 02 lewat penempatan markas pemenangan di Kota Solo?

1. Intimidasi Pusat Pertahanan

Kubu Paslon 02 menempuh cara ini dengan pertimbangan dukungan politik lemah, bahkan dari survei-survei elektabilitas mereka jauh di bawah petahana yakni Paslon 01.

Dengan taktik mengusik pusat kandang lawan lewat penempatan markas pemenangan bakal menganggu konsentrasi dan meningkatkan kewaspadaan kubu Paslon 01.

Dampaknya pendukung Paslon 01 bakal kehilangan banyak energi sebelum peperangan, sehingga mudah  dilemahkan ketika terompet peperangan dibunyikan pada hari pencoblosan.

2. Playing Victims

Modus ini sangat manjur dan efektif dipakai dalam perpolitikan nasional, mantan Presiden SBY sukses memainkannya untuk merebut simpati rakyat saat berseteru dengan Alm. Taufik Kiemas, suami dari Presiden Megawati.

Dengan posisi underdog, Paslon 02 bakal memainkan strategi playing victims habis-habisan di kota Solo lewat gesekan-gesekan di akar rumput. Publik bakal melihat sandiwara politik pendukung Paslon 02 teraniaya oleh pendukung Paslon 01 sehingga mudah untuk menggiring opini bahwa pihak petahana bertindak tidak adil dan semena-mena.

Belajar dari kasus hoaks Ratna Sarumpaet, opini yang digiring oleh kubu 02 adalah pelaku penganiayaan Ratna Sarumpaet adalah pendukung kubu 01, untung segera terungkap sandiwara politik itu. Belakangan isu hoaks 7 kontainer surat suara sudah tercoblos, faktanya sebuah hoaks yang diinisiasi oleh die harder Paslon 02.

3. Kekacauan Sosial

Kota Solo memiliki rekam jejak panjang berkait dengan kerusuhan-kerusuhan politik di era Orde Baru, mulai kerusuhan SARA tahun 1980an, kerusuhan politik pada Mei 1998, sangat mungkin bila strategi kubu 02 di atas tak sukses cara mudah untuk men-delegitamasi pemerintah adalah dengan kerusuhan sosial.

Beberapa pengamat mulai mencium skenario ini, seperti pendapat pengamat sosial dari Indonesia Police Watch (IPW) Netta S.Pane bahwa kubu 02 sengaja memicu kerusuhan sosial bila kalah Pilpres. Di mana kerusuhan ini bakal dipicu, tentu di kota Solo.

Di wilayah Solo Raya (Solo, Karanganyar, Boyolali dan Sukoharjo) atau wilayah eks-Karesidenan Surakarta secara historis adalah pendukung kubu nasional sejak Orde Lama, berlanjut ke PDI di era Orba dan PDIP setelah reformasi. Pada Pilpres 2014, pasangan Jokowi-JK menang mutlak atas Prabowo-Hatta dengan perolehan suara mencapai sekitar 85 persen untuk kubu nomor 2, nomer urut Jokowi-JK saat itu.

Pada Pilgub serentak 2018, wilayah Solo Raya memenangkan pasangan Ganjar-Yasin dengan prosentasi mencapai 72 persen suara atau setara 216.235 suara, peroleh di Pilpres 2014 dan Pilgub 2018 bisa menjadi tolok ukur kekuatan suara kubu 01 di Kandang Banteng ini.

Secara kalkulasi politik seharusnya kubu 02 tidak mencari suara tambahan di wilayah Jawa Tengah dan Solo Raya pada khususnya, jelas tidak akan  meruntuhkan militansi pendukung tradisional Joko Widodo yang tak lain putra asli dan pernah menjabat Walikota di Kota Solo.

Saya yakin bukan peroleh suara yang direbut di wilayah ini, tapi ada rencana lain terlihat dari lokasi penempatan markas pusat pemenangan Paslon 02 lokasinya tak jauh dari rumah pribadi Presiden Joko Widodo di kota ini.

Kubu Paslon 02 sangat memahami peta politik dan demografis masyarakat Solo dan sekitarnya, mengingat Ketua Tim Sukses Paslon 02 adalah Jenderal (Purn.) Djoko Santoso adalah putra Solo asli dan pernah menjadi Pangab di era pemerintahan SBY.

Polarisasi politik di wilayah Solo Raya sudah pasti bakal menajam menjelang detik-detik Pemilu dan Pilpres 2019, sebuah ujian kesabaran bagi pendukung militan dan simpatisan Jokowi agar tidak terprovokasi.

Bagaimana pun juga tensi perang urat syaraf bakal naik, hanya yang sabar akan menang dan pendukung PDIP  dan Jokowi sudah teruji oleh waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun