Dunia, politik tak lepas dari janji, akan aneh bila seorang kandidat Kepala Daerah atau Capres tidak menjanjikan sesuatu kepada pendukung dan calon pemilihnya. Bila ditarik lebih luas pengertian janji politik, para pendiri NKRI juga menjanjikan sebuah negara adil makmur dan sejahtera saat mendeklarasikan negara ini.Â
Faktanya setelah 70 tahunan Indonesia merdeka, janji tak jua terpenuhi. Lalu apakah mereka kita tuduh sebagai pembohong ? Tentunya kita tak akan berani menuduhnya, janji politik sebuah keniscayaan dalam sebuah kontestasi politik di mana pun juga.
Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla (JKW -JK) saat mencalonkan diri juga merilis janji - janji politik yang terumus dalam "Program Nawacita" beserta turunannya dan kini JKW-JK selalu dicela karena dituduh pembohong, tidak menepati janji.
Rasanya tuduhan itu berlebihan. Sebuah janji politik dari kandidat pejabat publik wajib dimaknai sebagai sebuah cita-cita yang ingin diwujudkan ketika menjabat dan diukur menurut garis waktu setiap tahap pencapaiannya. Apakah JKW - JK tidak menginformasikan pencapaian janjinya dan apakah sudah selesai masa pemerintahannya ?
Publik bisa melakukan evaluasi bila pejabat publik bersangkutan telah usai menjabat, dan mekanisme peraturan sudah mengatur bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja ke wakil rakyat.Â
Jangan lupa, wakil rakyat adalah wakil kita yang kita pilih lewat pemilihan umum, merekalah yang harus menilai hasil kerja pemerintahan secara komprehensif dan membuat kesimpulannya.
Menarik perhatian saya belakangan ini adalah kritik dari pihak oposisi tentang program pembangunan infrastruktur dan besaran hutang negara di era JKW - JK. Berkali - kali suara - suara sumbang tentang pembangunan infrastruktur dan hutang negara ditujukan kepada pemerintah, tentunya pihak pelontar kritik ini adalah oposisi. Wajar saja bila oposisi mengkritik pemeritah, memang itu tugas mereka, kalau tidak lakukan itu apa yang dilakukan ?
Cuma sangat disayangkan substansi - substansi dari kritik tersebut tidak memberikan pencerahan kepada publik, bahkan bisa dikatakan hanya "nyinyir". Belakangan narasi - narasi  dari oposisi dengan substansi membuat publik takut dan terancam lebih sering dilontarkan dibandingkan program - program kesejahteraan publik.
Data dan Fakta Infrastruktur
Di era media internet saat, sulit menutupi informasi kepada publik, ada saja bocoran - bocoran informasi yang sampai ke media sosial. Rasanya pemerintah sadar betul bahwa jaman mengalami perubahan cepat, tak bisa lagi mendiktekan informasi searah kepada publik apa pun yang dilakukan pemerintah.Â
Menurut saya, pemerintah sudah betul melakukan diseminasi informasi kepada publik lewat gambar, video, dan teks kepada masyarakat tentang apa yang sudah dilakukan dan akan dilakukan, karena ini bagian dari janji politik.
Berkali -kali pemerintah merilis informasi tentang pencapaian pembangunan infrastruktur dewasa ini, apakah ini sebuah kebohongan ? Saat ini sudah tersedia mekanisme pengukuran universal untuk meng-kuantifikasi semua hal yang kasat mata, seperti ukuran untuk panjang benda satuannya adalah Meter dan untuk berat adalah Gram.
Demikian halnya dengan soal infrastruktur, seperti diungkapkan Bambang Brojonegoro, Menteri PPN/Bappenas saat menanggapi kritik soal infrastruktur di program talk show TV, OPSI Â di stasiun Metro TV (17/12/2018).
Menurut Bambang, Indonesia ketinggalan dalam penyediaan infrastruktur dasar, idealnya prosentase infrastruktur dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 70 persen, seperti di negara-negara ekonomi maju.
Faktanya, menurut Bambang Indonesia ketika JKW - JK prosentase sekitar 38 persen, artinya masih jauh dari ideal.
Saya sendiri baru menyadari penalaran kenapa pemerintah getol membangun infrastruktur di mana - mana,terutama infrastruktur yang berkait dengan konektivitas antar titik, pertanian infrastruktur dasar. Infrastruktur jalan jelas untuk mempermudah arus lalu lintas barang dan manusia, terutama barang untuk menekan selisih harga antar daerah.Â
Sudah menjadi rahasia umum, harga - harga barang di Pulau Jawa dan luar Jawa mempunyai kesenjangan tinggi, apalagi untuk kebutuhan pokok seperti pangan dan BBM. Kebijakan Satu Harga untuk produk pangan dan BBM merupakan upaya pemerintah melakukan pemerataan kesejahteraan dan keadilan ekonomi.
Kendala besar mengelola NKRI adalah faktor alam, Indonesia terletak di garis cicin api sehingga ancaman bencana selalu ada, lalu lanskap Indonesia yang terdiri atas pulau - pulau otomatis membutuhkan biaya besar untuk pemerataan sosial. Tak heran bila pembangunan infrastruktur di Indonesia relatif lebih mahal dibandingkan di negara - negara dengan wilayah daratan seperti di Eropa, India dan Amerika Serikat.
Hal ini diungkapkan Menteri PPN/Bappenas di acara ini untuk memberikan  background  dibalik program infrastruktur yang sedang digalakkan pemerintah, dan penjelasan ini menambah pemahaman saya tentang program ini.
Satu lagi hal yang menarik adalah persepsi soal infrastruktur membebani pemerintah dengan hutang - hutang, menurut Bambang pembangunan infrastruktur besar seperti waduk, jalan tol, pembangkit listrik saat ini lebih banyak dibiayai pihak swasta lewat skema kerjasama. Jadi tidak betul bahwa hutang pemerintah membengkak karena membangun infrastruktur Mega Proyek. Bambang juga  menambahkan alokasi dana APBN era Jokowi lebih banyak dikonsentrasikan untuk pemenuhan infrastruktur dasar, seperti jalan - jalan desa, sarana air bersih, listrik desa, pembangunan Pos Lintas Batas Negara, sarana kesehatan dan pendidikan.
Jadi sah slogan #MembangunDemiKeadilan tema dari program talkshow OPSI Metro TV ini, pemerintah saat ini sudah mengelola program pembangunan sesuai jalur dan janji politiknya, kita tunggu pencapaian akhirnya pada Oktober 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H