Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

DPR atau Pemerintah, Aktor di Balik RUU Pesantren?

5 November 2018   17:38 Diperbarui: 6 November 2018   10:42 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak ada angin, tak ada hujan , DPR merilis ke publik RUU Pesantren yang bakal disahkan, masyarakat awam tentu akan berpikir bahwa RUU ini untuk mengatur  pendidikan keagamaan  di lingkungan agama Islam, mengingat judulnya "RUU Pesantren" . Faktanya tak demikian, RUU ini ternyata juga mengatur operasional dan legalitas pendidikan luar sekolah di lingkungan non-Muslim yaitu Kristen dan Katholik.

Tentu mendapat reaksi massal dari lingkungan gereja Kristen dan Katholik dan  masyarakat sipil, mengingat pendidikan keagamaan "Sekolah Minggu"  (SM) ikut juga terusik. Pasalnya, "Sekolah Minggu" sudah melembaga di kalangan Kristen -- Katholik selama ini tanpa ada aturan pemerintah yang menyentuhnya. Bila RUU ini jadi disahkan, gereja -- gereja bakal kelabakan dengan soal perijinan, mengingat kegiatan ini merupakan satu -- kesatuan dari ibadah di Hari Minggu.  Biasanya, "Sekolah Minggu " diikuti oleh anak-anak, dari usia dini sampa usia remaja sebelum mereka ditahbiskan sebagai anggota jemaat.

Keberatan gereja terhadap RUU ini terutama menyangkut  perijinan bila siswa SM di sebuah gereja lebih dari 15 anak harus  mendapat ijin dari Kantor Wilayah (Kanwil) Agama setempat. Dengan kata lain, bila Kanwil Agama setempat tidak mengeluarkan ijin, pihak Kanwil bisa menutup kegiatan ini karena melanggar UU. Toh, bila Kanwil Agama tak melakukan , ormas -- ormas semacan FPI bisa mempunyai alasan menutup dengan paksa seperti yang dilakukan terhadap gereja -- gereja yang  selama ini bermasalah dengan IMB karena terbentur SKB Tiga Menteri  Tentang Pendirian Rumah Ibadah.

Wilayah-wilayah terdampak peraturan ini bila jadi disahkan adalah gereja-gereja besar di mana jemaatnya mencapai ribuan dan jumlah siswa sekolah minggu mencapai ratusan anak dan remaja. Bisa jadi bila tidak mendapatkan ijin dari Kanwil Agama setempat kegiatan SM terancam bakal ditutup. Secara politis , peraturan ini juga rawan terhadap intervensi kepentingan-kepentingan politik oleh pihak-pihak tertentu.

Menguatnya politik identitas belakangan ini, kebijakan ini berpotensi menjadi alat politik efektif untuk menekan lembaga gereja lewat peraturan  agar berpihak.  Di media sosial, seorang anggota DPR pernah menanggapi RUU ini, bahwa aturan ini substansinya adalah tentang "Pendidikan". 

Rasanya tak logis tanggapan ini, bila menyangkut soal pendidikan secara umum sudah termaktub di UU Pendidikan Nasional. UU ini telah mengatur operasional lembaga pendidikan formal non-formal, pendidikan luar sekolah dan sekolah.

Kecurigaan publik  bahwa RUU ini syarat kepentingan tak berlebihan, secara tersirat dapat ditengarai ada upaya-upaya pembatasan terhadap kegiatan peribadatan di lingkungan  gereja. Lalu siapa yang memasukan kepentingan ini , dari pihak pemerintah atau DPR?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun