Pertarungan Pilpres 2019 diprediksi bakal kurang seru, apa sebabnya? Belum apa-apa, pihak oposisi sudah tidak kompak dan satu suara.
Demokrat terwakili oleh Andy Arief beberapa kali melontarkan kritik kepada Prabowo, terakhir Andy kritik keseriusan Prabowo menjadi Presiden.
Sementara PAN diwakili oleh Sekjennya, Eddy Soeparno mengemukakan partainya akan lebih fokus menyelamatkan biduk partai dibandingkan berkampanye untuk Prabowo.
Alasan PAN ini masuk akal, pada Pileg 2014 partai ini dari hasil survei LSI terbaru PAN terancam tidak memenuhi Electoral Threshold 2019.Â
Bagaimana nasib koalisi, bibit ketidakakuran antar pendukung koalisi yaitu partai Demokrat, Gerindra, dan PAN tak bisa disembunyikan setelah isu mahar uang kardus yang dihembuskan Andy Arief dari Demokrat.
PKS saja terlihat tetap komit mendukung Prabowo, padahal partai ini pun juga sudah tidak solid setelah Anies Matta dan Fahry Hamzah menggembosi dari dalam kepemimpinan Sohibul Imam. PKS pun diprediksi tidak bisa memenuhi Electoral Threshold 2019.Â
Bisa jadi ini alasan Prabowo "ogah - ogahan" untuk turun ke bawah menemui calon pemilih seperti kritikan Andy Arief bahwa Prabowo tidak serius menjadi Presiden.
Di media massa tampak hanya Sandiaga Uno yang rajin menemui calon pemilih ke beberapa daerah, sesekali Ketua Partai PAN, Zulkifli menemani.
Apakah ketidakkompakan biduk koalisi ini hanya strategi agar petahana lengah dan percaya diri?
 Bukan tidak mungkin, secara matematik berat melawan petahan dari segi logistik dan elektabilitas, beberapa survei membuktikan popularitas Joko Widodo melewati jauh Prabowo.
Ibarat permainan bola, saat ini skuad koalisi sedang menyiapkan serangan balik ke kubu petahana setelah percobaan serangan pertama lewat Hoax Ratna Sarumpaet gagal total bahkan beberapa petinggi koalisi terancam kasus hukum.Â
Serangan balik seperti apa yang akan dilakukan skuad koalisi? Kondisi politik selalu dinamis, sulit diprediksi meski saat ini petahana di atas angin, bukan tak mungkin bisa terjungkal di menit - menit akhir.
Kasus kekalahan Ahok bisa menjadi cermin, awalnya kubu Ahok begitu percaya diri bakal meraih kursi DKI Jakarta 1, ternyata Ahok tersandung kerikil kecil yang dimanfaatkan penantangnya memukul balik.
Kasus penistaan agama Ahok tak mempan pada Jokowi, juga fitnah PKI, antek Cina, namun masih ada kasus lain yang bisa diolah untuk menjatuhkan petahana.Â
Pola serangan balik oposisi dapat terekam ketika kasus hoaks Ratna Sarumpaet mencuat, tiba - tiba beredar ulasan kasus yang melibatkan Kapolri dan KPK.
Bila kasus-kasus hukum tidak mampu menghantam petahana, peluangnya adalah memindahkan zona perang ke daerah. Bibit - bibit konflik horizontal mulai disemai dan mulai muncul ke permukaan seperti konflik antara kelompok adat dan agama di Bantul dan Banyuwangi.
Potensi perluasan konflik ini sangat besar mengingat hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki ritual tradisional. Kasus ini bisa menjadi jebakan bagi petahana bila tak tertangani dengan bijak, karena melibatkan prinsip-prinsip keagamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H