Presiden Joko Widodo selalu mengingatkan  bahwa Indonesia adalah bangsa besar terdiri atas beraneka suku, bangsa, budaya dan kepercayaan. Faktanya masih ada saja kelompok yang ingin menyeragamkan Indonesia dibawah ideologinya.
Kasus pembubaran persiapan kegiatan budaya "Sedekah Laut " di Pantai Bantul hanya "gunung es" Â dan menjadi pelajaran berharga, bahwa kelompok ini tak hanya menyasar kelompok agama lain, tapi juga kelompok masyarakat adat.
Tindakan mereka  jelas  anarkis,  mengabaikan etika dan hukum positif di Indonesia. Ironisnya, kelompok - kelompok seperti ini  hidup dan mencari nafkah dari orang - orang di luar ikatan kelompoknya.
Menanggapi kasus itu, Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini kepada media massa mengkritik aksi di Bantul, dan menyatakan Indonesia bukan negara berdasarkan agama tapi negara yang beragama.
Daftar korban persekusi kelompok - kelompok ini akan bertambah panjang. Mengingat sebaran kelompok - kelompok militan ini sudah tersemai di berbagai wilayah Indonesia. Mereka bisa bertahan konon karena ada yang memelihara kelangsungan hidupnya.
Seorang teman yang aktif di dunia intelejen militer mengungkapkan, kelompok - kelompok ini sudah merembes ke berbagai ormas dan parpol. Mereka akan melakukan aksi lapangan bila ada komando dari atas dan dana operasional.
Apakah aksi pembubaran persiapan Sedekah Laut adalah pesanan ? Biar pihak berwajib yang mengungkapkannya.
Bisa saja dikaitkan dengan memanasnya kontestasi politik jelang Pilpres dan Pileg 2019. Sudah menjadi rahasia umum kelompok - kelompok ekstrim kanan ini mendukung pihak oposisi. Di pentas nasional, pihak oposisi saat ini sedang  terjepit hukum karena aktor - aktor utama mereka,  termasuk Capresnya terancam terpidana terkait kasus Ratna Sarumpaet.
Pihak oposisi rupanya tak mampu mempertahankan bentengnya lebih lama lagi, satu -satunya cara  bertahan dengan mengalihkan agenda perbincangan publik ke topik lain. Akhirnya publik tak terfokus pada kasus hoaks yang melibatkan petinggi - petinggi oposisi.
Tentu pilihan topik ini harus panas dan mampu merebut perhatian media, salah satu topik yang panas adalah friksi sosial atau konflik sosial dengan muatan SARA.
Secara umum modus yang digunakan umumnya menggunakan dua jalur, yakni legal  dan ilegal.
Ilegal : Â Kasus persekusi seperti di Cikupa, Sukabumi, NTB, Madura
Legal : Kasus penutupan rumah ibadah secara paksa dengan modus perijinan seperti  Bogor, Banten , Medan.
Pada banyak kasus korban persekusi tak bisa membela diri, hanya pasrah karena menyadari tidak punya kekuatan politis dan hukum. Selain itu ancaman fisik yang lebih keras dari kelompok ini yang membuat korban jeri untuk melanjutkan ke proses hukum.
Akhirnya kasus - kasus persekusi hanya ramai di media massa , setelah beberapa waktu jejak hilang begitu saja. Masyarakat akan teringat lagi bila ada kasus baru dengan modus serupa muncul lagi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H