Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Menjadi Penyelenggara Asian Para Games Ternyata Tak Mudah

2 Oktober 2018   03:06 Diperbarui: 2 Oktober 2018   03:26 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia patut berbangga menjadi tuan rumah event Asian Para Games ke-3 di Jakarta, mengapa ? Menyelenggarakan event untuk kegiatan olahragawan penyandang disabilitas ini memerlukan ketelitian ekstra dalam penyediaan fasilitas di venue. Selain itu, panitia juga wajib menyediakan pendamping - pendamping untuk penonton penyandang disabilitas di mana masing - masing mempunyai kebutuhan berbeda - beda. 

Misalkan untuk tuna rungu pendamping harus bisa berbahasa menggunakan bahasa isyarat untuk menginformasikan kondisi  fasilitas venue, atau untuk tuna netra lain lagi kebutuhannya, juga tuna daksa yang mempergunakan kursi roda (wheel chair). 

Tak heran Kementerian Sosial menyediakan sampai 8 ribu relawan yang dibekali dengan etika - etika untuk melayani penonton dari penyandang disabilitas, sebagai contoh untuk berinteraksi dengan penyandang disabilitas berkursi roda, pendamping harus sejajar dengan mata, kalau menyentuh tubuh harus meminta maaf. 

Menurut Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos,  Edi Suharto ada etika - etika khusus yang harus diketahui oleh para relawan. Soal etika ini sangat penting, sehingga relawan dalam cara berkomunikasi tidak menyamakan orang normal.

Dalam acara Forum Merdeka Barat 9 di Kemenkominfo, Edi menceritakan seorang staf Kementerian Sosial penyandang tuna netra melakukan uji coba track jalan di Stadion Gelora Bung Karno untuk memastikan kenyamanan untuk penonton. Setelah event Asian Games lalu beberapa track untuk pejalan tuna netra banyak yang rusak, untuk itu INAPGOC turun tangan memperbaikinya. 

Kenyamanan untuk penonton dan atlit penyandang disabilitas menjadi prioritas utama, M Farhan, Direktur Media INAPGOC di acara itu menyatakan venue di GBK belum ramah untuk penonton penyandang disabilitas seperti Stadion Manchester di Inggris yang mempunyai tribun khusus buat mereka.  Dimana di area tribun itu mempunyai lantai yang ramah untuk pengguna kursi roda dan fasilitas audio untuk penyandang tuna netra. 

Persoalan - persoalan ini menjadi tantangan tersendiri bagi INAPGOC sebagai penyelenggara Asian Paragames, sebab ada banyak aturan - aturan khusus dan baku dari komite Paralympic internasional di setiap venue. 

Meski banyak tantangan,  mantan presenter TV ini  optimis sebab sentimen publik untuk acara Asian Para Games (APG) sudah positif karena mengikuti sukses Asian Games sebelumnya. Menurut Farhan, kita bukan mau merayakan tapi kita mau menunjukan keberdayaan. Bahwa keberdayaan atlet Paralympic menunjukkan kita adalah bangsa yang berdaya. 

Farhan menyanyangkan Sulteng terjadi gempa dan mengajak kita untuk bangkit dan menunjukkan keberdayaan kita. Pesan inilah yang akan dinarasikan saat pembukaan Asian Paragames ke - 3 di GBK. Tema yang diangkat adalah From Disability to Ability, poinnya untuk menunjukkan bahwa APG ini adalah panggung untuk kesetaraan, bukan belas kasihan.

Semoga Sukes !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun