Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kemacetan Rugikan 100 T Per-Tahun, Kemenhub Menyatakan Perang

3 Juli 2018   17:59 Diperbarui: 3 Juli 2018   18:10 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bambang Prihartono, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek , Kemenhub

Kenaikan tarif tol di Jakarta menimbulkan reaksi beragam, ada sebagian pelanggan bisa menerima dan sebagian lagi mempertanyakan soal ini mengingat layanan jalan tol dinilai belum maksimal. Saya sendiri awalnya merasa kurang paham tentang kebijakan ini, apa arahnya bagi pelayanan pengguna tol dan keuntungan (benefit)nya. Setelah mengikuti Diskusi Media bertema tema "Integrasi Tol Dukung Sistem Logistik Nasional" di Forum Merdeka Barat 9 (FMB9)  sedikit banyak wawasan saya terbuka.

Keberatan masyarakat soal kenaikan tarif tol bisa dimaklumi, namun sebaiknya masyarakat juga bersikap bersikap rasional dalam memilih jasa layanan tol seperti diungkapkan Yayat Supriatna, Pengamat Perkotaan dalam acara itu. Yayat Supriatna mengajak untuk menghitung ulang bersama-sama berapa angka yang paling rasional untuk angkutan logistik ataupun pribadi. Tentunya, kata dia, setelah pola integrasi diberlakukan, sebagai bahan evaluasi.

Yayat Supriatna, Pengamat Perkotaan
Yayat Supriatna, Pengamat Perkotaan
"Hal yang perlu dipertimbangkan adalah evaluasi program integrasi tol. Jika memungkinkan, tol suatu saat tarifnya fleksibel seperti Electronic Road Pricing (ERP). Sehingga orang bisa memilih pada jam berapa akan melakukan perjalanan," katanya, dalam Forum Merdeka Barat (FMB) dengan tema "Integrasi Tol Dukung Sistem Logistik Nasional" di Ruang Serba Guna Roeslan Abdulgani, Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (2/7/2018).

Selain itu, menurut Yayat, juga perlu segera dipetakan kembali penataan kawasan industri di Jabodetabek. Yang aksesnya, menurut dia, harus pula ada alternatif angkutan transportasi lain. Terkait integrasi tol sendiri, Yayat mengakui, tak dapat dipungkiri, saat ini terjadi kontestasi antara angkutan pribadi dan logistik di ruas jalan tol.

"Tol kan sekarang jadi rebutan antara kendaraan pribadi dan kendaraan logistik. Karena semua berpusat di jabodetabek. Apalagi jorr DKI sudah terintegrasi dengan tol Jawa. Otomatis memang semakin padat dan berat bebannya," katanya.

Dalam situasi tersebut, Yayat kemudian menanyakan siapa yang paling dirugikan terkait kebijakan integrasi tol yang akan diambil? Terkait itu, Yayat terlebih dulu mengingatkan bahwa pilihan memakai jalan tol merupakan pilihan rasional. Dia merincikan, kalau masuk tol dari kawasan Tangerang, sekitar Rp25 ribu sekali jalan. Maka PP, sambung dia, 50 ribu. Sedangkan kalau dari Bogor, kata Yayat, sekitar Rp 40 ribu pulang pergi.

"Itulah cost yang harus ditanggung pengendara pribadi. Kalau dari total Rp50 ribu, maka per bulan sekitar 1,5-2 juta. Jika begitu, maka kelas mana yang paling terpengaruh?" tanyanya. Merujuk hitungan Bank Dunia, Yayat menjelaskan, yang bisa mengalokasikan dana sejumlah itu untuk transportasi tol adalah mereka yang memiliki gaji antara Rp15-20 juta. "Jadi secara rasional, yang mensubsidi adalah menengah ke atas. Kalau yang gajinya di bawah itu mending naik angkutan umum," katanya.

Yayat juga mengusulkan agar penyelenggara layanan tol bisa memberikan alternatif layanan kepada masyarakat melalui tarif - tarif khusus pada jam-jam tertentu. Pendapat Yayat ini bisa dikatakan mewakili masyarakat yang rutin menggunakan layanan jasa jalan tol, terutama di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok yang sering mengalami kemacetan. Memang bagi konsumen jalan tol pelayanan adalah utama, terutama bagi pengguna tol yang memilik kesibukan tinggi, apabila tarif terus naik, sementara jalanan rusak dan macet tentu menimbulkan pertanyaan tentang tarif yang mereka bayarkan.

Efisiensi Jalan Tol

Dalam perspektif luas pengelolaan jalan tol tidak sederhana, seperti mengutip biaya dan perbaikan, namun ada pekerjaan managerial yang menyangkut banyak aspek ekonomi dan sosial. Secara umum keberadaan jalan tol memberikan nilai tambah berupa akses cepat bagi perumahan - perumahan di pinggiran jalan tol , juga tumbuhnya perumahan baru di sepanjang tol. Sayang sekali akses jalan tol hanya bisa diakses oleh kendaraan roda empat, sementara pengendara roda dua tak bisa. 

Bagaimana dengan pengguna transportasi umum ? Jelas, pengguna transportasi umum dapat mengunakan transportasi publik yang lewat jalan tol untuk menuju lokasi kerja mereka.

Tahukah bahwa saat ini jalan berbayar ini sudah tidak efisiensi lagi secara ekonomis? Bayangkan saja di jalan tol kendaraan pribadi dan angkutan logistik memadati ruas - ruas  jalan tol untuk tujuan berbeda. Dampaknya kemacetan terjadi sebab kendaraan pribadi lebih cepat dibandingkan kendaraan logistik.

Dengan kondisi saat ini kami sudah mulai berpikir untuk melakukan kebijakan push (mendorong) supaya orang berpindah dari angkutan pribadi ke angkutan umum," ungkap Bambang Prihartono, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan Bambang Prihartono dalam  Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB 9) di Ruang Serba Guna Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (02/07/2018).

Bambang Prihartono, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek , Kemenhub
Bambang Prihartono, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek , Kemenhub
Untuk itu, Bambang menyatakan pihak BPJT menyatakan perang terhadap kemacetan di jalan tol maupun jalan non-tol. Salah satunya, pemerintah terus memperbaiki kinerja di jalan tol berdasarkan Key Indicator Perfomance (KIP) yakni 40 km per jam di jalan tol dan melakukan rekayasa lalu lintas di jalan arteri/nasional dengan kebijakan nomor polisi ganjil/genap atau Contra Flow di hari tertentu.

Kementerian Perhubungan berusaha terus dengan kebijakan push dan mengedukasi masyarakat agar memakai transportasi umum. Bayangkan, kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jabodetabek bisa mencapai Rp 100 triliun per tahun.

BPJT Jabodetabek sejauh ini baru memberlakukan manajemen lalu lintas atau rekayasa lalu lintas. Pemerintah belum berpikir untuk membuat jalan tol baru di wilayah Jabodetabek. "Kita gunakan infrastruktur yang ada. Persoalan manajemen lalu lintas juga terkait banyak faktor. Misalnya, kami menemui OJK agar industri otomotif menerapkan uang muka pembelian yang mahal." ujar Bambang.

Integrasi Tol 

Persoalan tarif sangat sensitif bagi masyarakat, terutama pengguna rutin jalan tol, mau tidak mau akan mempertanyakan layanan bila ada kenaikan. Lalu apa kaitannya antara tarif dan integrasi ? Memang tidak berdampak langsung dari kacamata mikro, namun bila ditelaah secara luas akan terlihat dampak kebijakan integrasi tol dan Jorr ini, menurut paparan dari Badan Pengelola Transportasi Jabedetabek sebagai berikut :

  • Tarif tol untuk perjalanan jarak jauh akan cenderung menurun, sejalan dengan esensi pembangunan jalan tol yaitu memfasilitasi kebutuhan perjalanan jarak jauh dan angkutan logistik
  • Sekitar 61% pengguna JORR akan mengalami penurunan tarif
  • Tingkat kemacetan di JORR diharapkan akan berkurang dengan dihilangkan nya 5 titik transaksi

"Integrasi pada intinya adalah untuk peningkatan layanan melalui penyederhanaan sistem transaksi dengan tarif tunggal," ujar Ka BPJT, Bambang Prihartono.  Menurut Bambang, saat ini transaksi dilakukan 2-3 kali dikarenakan pembangunan tol JORR (Jakarta Outer Ring Road) dilakukan secara bertahap dan operator / BPJT juga berbeda. 

"Namun, kondisi per hari ini tol JORR sudah tersambung seluruhnya. Dengan integrasi, sistem transaksi tol menjadi sistem terbuka di mana pengguna hanya satu kali membayar tol, sehingga lebih mempermudah masyarakat sebagai pengguna tol," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna menambahkan bahwa berdasarkan pemetaan, dengan sistem pembayaran terintegrasi, sebanyak 61% pengguna tol JORR akan diuntungkan karena membayar tarif lebih murah dari sebelumnya. Disebutkan, sebanyak 61% pengguna tol itu adalah mereka yang menempuh jarak jauh atau yang biasanya melakukan lebih dari satu kali transaksi di beberapa gerbang tol.

"Ada 38% pengguna jalan yang akan membayar lebih mahal. Namun, kita kembali melihat esensi pembangunan jalan tol adalah untuk memfasilitasi kebutuhan pergerakan jarak jauh dan angkutan logistik," terangnya.

Forum Merdeka Barat 9, Kemenkominfo
Forum Merdeka Barat 9, Kemenkominfo
Melalui momentum Asian Games 2018 ini, Bambang Prihartono mengharapkan akan mengubah pola pikir dan budaya warga Jabodetabek untuk menggunakan transportasi publik. Melalui kebijakan lalu lintas ganjil-genap selama Juli dan Agustus ini serta penyediaan bus Transjakarta bagi masyarakat untuk menuju venue pertandingan Asian Games. 

"Dari hitungan BBM saja akan turun sekitar Rp3 miliar-Rp4 miliar sehari dari kebijakan ganjil-genap yang diperluas selama Asian Games ini," tukasnya.  Satu hal, Kemenhub akan menyediakan 1.000 Bus di permukiman untuk memeningkatkan aksebilitas masyarakat perkotaan dari permukiman ke kota.

Ternyata masalah jalan tol tak sederhana yang kita bayangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun