Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

BULOG "Zaman Now" dan Kelirumologinya

18 Mei 2018   10:02 Diperbarui: 18 Mei 2018   10:06 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
NgopiWriting Bersama BULOG dan Kompasianer (dok.pribadi)

Indonesia adalah salah satu negara produsen beras terbesar di dunia dan juga konsumen terbesar, setiap tahun supply and demand beras bersifat fluktuatif. Permintaan beras akan naik drastis di momen hari -- hari besar dan kembali normal paska hari raya, sementara produksi beras nasional masih banyak dipengaruhi oleh kondisi perubahan cuaca.  Beras adalah komoditas sensitif karena menyangkut soal perut orang banyak, kebijakan apapun berkait harga dan stok beras akan selalu berujung polemik.

Peran Perum BULOG selama ini selalu diindentikan dengan komoditi pangan beras, dalam setiap polemik kelangkaan stok atau meroketnya harga eceran beras , ramai -- ramai masyarakat, media, politisi menuduh Perum BULOG sebagai penanggungjawabnya. Ibaratnya, BULOG selalu menjadi "kambing hitam",  tidak pernah menjadi "kambing putih" dari masa ke masa.

Begitu mudahnya masyarakat mendakwa BULOG tidak 100 persen salah, pasalnya Undang -- Undang No. 18 /2012 mengamanatkan BUMN ini sebagai pelaksana Public Service Obligation (PSO) pangan nasional.  Tugas pokok dan fungsinya diatur dalam Perpres 48 /2016 , pertama : pengamanan harga pangan di tingkat produsen dan konsumen, kedua : pengelolaan cadangan pangan pemerintah. Tentang komoditas yang ditangani oleh BULOG diatur dalam Inpres No.5/2015.

Dengan beban tugas negara itu wajar saja bila masyarakat gampang menuding BULOG sebagai penanggung jawab utama dari setiap "carut -- marut" stok beras nasional. Faktanya tidak demikian, dalam perspektif makro, soal pangan adalah persoalan hilir, leading -nya adalah sektor lain yakni sektor pertanian, perdagangan yang mempengaruhi HET dan jumlah stok. Berhubung BULOG ditunjuk oleh UU tak bisa mengelak dari segala tuduhan -- tuduhan yang berkait dengan kelangkaan stok dan harga beras.

Keputusan -- keputusan strategis berkait  sektor pangan adalah wewenang dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Semua data pangan dari pemerintah untuk dipublikasikan di media bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) termasuk jumlah produksi dan konsumsi beras setiap tahun. Pemerintah saat ini telah mengeluarkan kebijakan "Satu Peta Satu Data" untuk menyeragamkan data -- data resmi. Namun masyarakat sering "salah alamat" seolah Perum BULOG adalah inisiator kebijakan pangan, seperti memutuskan impor beras atau komoditas pangan lainnya, menerbitkan data proyeksi permintaan beras.

Tantangan Perum BULOG melaksanakan PSO sektor pangan pada tahun -- tahun mendatang makin berat mengingat pertumbuhan permintaan beras makin tinggi seiring pertumbuhan populasi nasional. 

Bila saat ini menurut catatan BPS 2017  jumlah penduduk Indonesia berkisar 260 juta orang dan  konsumsi beras nasional berkisar 28  juta ton. Bisa dihitung, konsumsi beras per kapita adalah sekitar 110 kg / tahun dan permintaan beras berkisar 2,4 juta ton per bulan. 

Pada tahun 2030 jumlah penduduk Indonesia bakal menembus 345 juta orang, wow... pasti bukan pekerjaan mudah bagi pemerintah dan BULOG untuk memenuhi konsumsi beras nasional ke depan.

Perum BULOG selama ini ikut campur dalam mata rantai distribusi beras sesuai amanat UU, dimana setiap tahun wajib menyerap sekitar 10 persen produksi beras nasional. 

Kenapa hanya 10 persen dari stok beras nasional, kenapa tidak 50 atau 100 persen? Kebijakan Perum BULOG ini adalah strategi untuk menstabilkan harga eceran beras di tingkat konsumen dan harga jual petani. Apa jadinya bila mekanisme pasar terganggu,  bila harga jual beras dari petani tinggi akan berdampak melambungnya harga  beli konsumen di tingkat eceran. Sudah pasti gejolak sosial tak terhindarkan, sebab soal beras memiliki kerawanan tinggi  yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Logika masyarakat terhadap peran dan fungsi Perum BULOG tak salah, barangkali kurangnya  kegiatan diseminasi  informasi tentang status hukum Perum BULOG adalah Badan Usaha Milik Negara sejak tahun 2003. Artinya BULOG tidak diperkenankan lagi oleh peraturan 100 persen ikut campur dalam penetapan harga dan pengadaan beras nasional. Lain halnya saat BULOG masih berstatus Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), barangkali mungkin.

Sejak Indonesia jatuh dalam kebangkrutan ekonomi  di tahun 1998 dan menandatangani bantuan keuangan dari IMF , salah satu syarat yang harus dipenuhi Indonesia adalah memangkas monopoli negara di semua sektor termasuk sektor pangan. 

Dampak dari kebijakan tersebut, beberapa  industri strategis nasional tak lagi mendapat hak istimewa pembiayaan dari negara termasuk BULOG yang pernah perkasa di era Orde Baru.  Untuk pangan, negara masih tidak  100 persen menyerahkan pengadaan beras kepada mekanisme pasar, lewat PSO BULOG negara masih hadir untuk menjaga ketahanan pangan nasional.

Terobosan Ritel Bulog

BULOG meski sudah berstatus hukum BUMN tapi tidak leluasa seratus persen bertindak seperti entitas bisnis umumnya, perannya sebagai stabilitator harga komoditas pangan, mau tidak mau membebani cash flow.  

Bagaimana BULOG bersiasat ? Direktur Komersial BULOG, Tri Wahyudi Saleh dalam acara KITANgopiwriting bersama Kompasianer memaparkan pengembangan bisnis BULOG di sektor ritel pangan. Salah satu yang menarik adalah pengembang Rumah Pangan Kita (RPK) , agen ritel pangan produk BULOG dengan merek "KITA" secara langsung ke pasar.

Minyak Goreng KITA dari BULOG (dok.pribadi)
Minyak Goreng KITA dari BULOG (dok.pribadi)
Paket penawaran bisnis ini terbuka bagi masyarakat siapa saja dan dimana saja bisa menjadi rekan bisnis BULOG untuk menyalurkan aneka produk "KITA" seperti gula pasir, beras, minyak goreng, daging bahkan makanan olah seperti bakso. Modal kerja untuk mendirikan RPK minimal lima juta rupiah sudah bisa digunakan oleh membeli aneka produk "KITA" untuk dijual kembali.

Barang -- barang pesanan diantar langsung ke alamat RPK, tak hanya itu, BULOG pun sedang mengembangkan aplikasi mobile yang berfungsi seperti Customer Relationship Management untuk berkomunikasi dua arah dengan pemilik RPK. Divisi komersial juga menawarkan aneka paket pangan untuk berbagai keperluan, seperti bantuan sosial, serah -- serahan pengantin, zakat pangan.   

RPK menjadi terobosan bagus untuk memastikan produk sampai kepada masyarakat tanpa jalur distribusi yang panjang sehingga harga lebih kompetitif, dan tak boleh dilupakan BULOG menjamin semua produk berkualifikasi "sehat". RPK juga dilibatkan dalam program bantuan pangan  non -- tunai dari pemerintah  untuk pemegang  Kartu Indonesia Sehat (KIS), jumlah RPK sendiri menurut informasi dari situs bulog.co.id sebanyak 10 ribu dan akan ditingkatkan sebanyak 50 ribu di seluruh Indonesia.

Saat ini Divisi Komersial juga melakukan perdagangan komoditi pangan strategis seperti Kedelai, Jagung, Gula, Bawang Merah, Cabai Merah, Daging, Minyak Goreng, dll. Selain juga mengelola beberapa unit bisnis dan anak perusahaan. Langkah diversifikasi usaha Perum Bulog bagus selama tidak kehilangan fokus pada bisnis utamanya di bidang pangan terutama beras dan tugas sosialnya sebagai stabilitator harga kebutuhan pokok beras.

Menurut Tri Wahyudi, Direktur Komersil Perum BULOG , pihaknya tidak menggantung pembiayaan dari pemerintah dalam menjalan aktifitas bisnis dan pengadaan stok beras nasional namun menggunakan kredit bank nasional dalam pembiayaannya. Artinya BULOG pun siap untung bila tren harga komoditas bagus dan merugi bila trennya "jeblok".

Tak banyak diketahui bahwa saat ini BULOG telah memperkuat sarana dan prasana perusahaan agar menunjang kinerja dan menjawab tantangan ke depan lewat pembangunan infrastruktur perusahaan. Dalam pemaparan Bulog awal tahun ini telah mengumumkan kepada publik rencana tersebut seperti dirilis mediaindonesia.com (17/01/2018).

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengungkapkan aka ada 35 unit gudang yang siap dibangun dengan kapasitas masing-masing mencapai 3.500 ton beras. Saat ini, Bulog memiliki 1.550 unit gudang yang tersebar di seluruh Indonesia dengan total kapasitas 3,9 juta ton beras.

Perseroan juga akan membangun 80 unit penyimpanan/silo untuk gabah dengan kapasitas 250 ribu ton, 22 mesin pengering gabah dengan kapasitas 1 juta ton dan 17 modern rice milling plant.

Masih banyak salah kaprah dan paham, Jaya Suprana, pemilik Museum Rekor Indonesia (MURI)  menyebutnya "Kelirumulogi" di tengah masyarakat awam tentang tugas dan fungsi BULOG saat ini, semoga ke depan dapat lebih baik dalam melayani masyarakat di sektor pangan.  

KITA di Sekitar Kita

Apa istimewanya produk ritel Bulog dibandingkan produk sejenis dari produsen ? Pertanyaan menarik, sebagai konsumen kita biasa menuntut barang berkualitas dan harga kompetitif. Kedua pertimbangan membeli tersebut dimiliki oleh produk -- produk dari Bulog, saya sendiri sudah mencoba produk beras merek KITA ternyata kualitasnya sangat bagus. Harga beras KITA tidak semahal beras premium namun namun ketika ditanak rasanya tak beda dengan beras premium.

NgopiWriting Bersama BULOG dan Kompasianer (dok.pribadi)
NgopiWriting Bersama BULOG dan Kompasianer (dok.pribadi)
Tentu sangat menguntungkan bagi konsumen, selain beras, Bulog juga melepas ke pasaran produk lain seperti minyak goreng, bakso, gula untuk konsumen ritel dan grosir. Untuk mendapatkan produk -- produk ini cukup mudah, bisa didapatkan di pasar tradisional dan ritel modern. Bisa juga didapatkan di Rumah Pangan Kita (RPK).

dok. pribadi
dok. pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun