Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perang Candu Modern Belum Selesai, BNN Perlu Dukungan

21 Maret 2018   17:45 Diperbarui: 21 Maret 2018   18:03 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara ini sudah lama berupaya berantas peredaran narkotika dan obat -- obat terlarang, tapi hingga kini tak kunjung berkurang justru makin tinggi volume barang "haram" ini ke wilayah NKRI. Lalu kemana negara selama ini dalam mengatasi masalah ini ? Mengutip dari situsBNN tentang sejarah pemberantasan narkoba di Indonesia, terpapar  data bahwa sejak era Orde Baru  (1971) telah dibentuk  satuan tugas penangulangan narkoba di bawah Badan Koordinasi Intelejen Nasional (BAKIN) dikukuhkan dalam Inpres.

 Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelligen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.

Seiring dengan perkembangan zaman, ancaman narkotika tidak bisa dipandang remeh lagi, varian produk narkotika berkembang pesat dengan bantuan teknologi kimia dan farmasi sehingga muncul dalam bentuk kemasan obat.  Secara fisik jenis ini tak lagi mengacu pada jenis narkotika tradisional seperti ganja, opium, hashish, tapi berbentuk kemasan Pil dan Bubuk (Powder) seperti yang sabu -- sabu, ekstasi, pil koplo.Kabar terakhir narkoba telah ber-transformasi menjadi kudapan (snack) dan permen (candy) sehingga mudah distribusinya. 

Pantas bila BNN kewalahan menyikat peredaran narkoba secara tuntas, produk narkoba "zaman now"ini  perlu pengujian laboraratorium secara intensif. Disinilah BNN tak bisa berjalan sendiri perlu menggandeng lembaga lain yang memiliki tenaga ahli di bidangnya dan fasilitas, saat ini mengandeng Kemenkes dan BPOM untuk pengujjian.

Sebagai respon perkembangan bisnis narkoba dan peredarannya yang makin canggih,  Pemerintah dan DPR mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Pada era Presiden Abdulrahman Wahid ini terbentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) beranggotakan 25 instansi. Sesuai dengan Namanya, BKNN dalam fungsi dan tugasnya lebih banyak bersifat "koordinatif" atau menjadi koordinator dari instansi pemerintah, dampaknya BKNN tidak mempunyai wewenang menindak secara langsung setiap kejahatan narkotika.

Baru pada era Presiden Megawati, terjadi perubahan mendasar tugas pokok dan fungsi BKNN, selain sebagai  koordinator plus  eksekutor penindakan kejahatan narkotika dan obat terlarang. Lewat Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). Menurut Keppres ini Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi:

  1.  mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan
  2.  mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba.

Perbedaan mendasar BKNN dan BNN pada kewenangan operasional dan pendanaan, semasa masih BKNN sumber anggaran dari Mabes Polri, sejak transformasi ke  BNN  sejak tahun 2003 dibiayai oleh APBN.

Sayangnya,  BNN  sampai kini memiliki sarana dan prasarana terbatas, sehingga tugasnya kurang tajam dalam pengungkapan kasus -- kasus besar, seperti dipaparkan Arteria Dahlan, Komisi III, DPR RI. Hingga kini, lembaga yang dibentuk sampai daerah tingkat II (Kabupaten dan Kota) ini masih belum mempunyai senjata cukup untuk BNN kota dan kabupaten, bahkan ada yang tidak memiliki.  Meski terbatas, kasus kejahatan narkoba yang diungkap cukup tinggi. Pada paparan di Diskusi Media FMB 9di Kemenkominfo (20/03/2019), Irjen Heru Winarko, Kepala BNN yang baru dilantik mengatakan lembaganya bekerjasama instansi terkait pada tahun 2017  mengungkap 3 ton narkoba, tahun 2018 dalam 3 bulan tertangkap 2,5 ton.

"Sepanjang tahun lalu tertangkap 3 ton, namun untuk tahun 2018,hanya dalam 3 bulan sudah tertangkap 2,5 ton",ujarnya Heru Winarko, Mantan Deputi KPK ini memprihatinkan perkembangan meningkatnya volume arus masuk narkoba ke Indonesia.

Padahal musuh BNN bukan lone wolf tapi sebuah organisasi kejahatan besar, berjaringan internasional dengan  dana besar. Sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) utama dari BNN adalah menangani "sindikat" narkorba, sedangkan Divisi Narkoba di Kepolisian menangani kasus di luar itu. Meski dalam pelaksanaan selalu ada irisan kasus, disinilah BNN melakukan kerjasama dan sinergi dengan semua aparatur  negara dalam menanggulangi ancaman narkoba, seperti Bea Cukai, Polri, TNI, BPOM,Kemenkes, Kemensos,  Civil Society (Relawan, LSM, Mahasiswa, Pelajar). Pertanyaannya, sudah sejauhmana  BNN mampu menghadang masuk narkoba dari luar dan produksi dalam negeri ?

Irjen Heru Winarko, Kepala BNN (dok.pribadi)
Irjen Heru Winarko, Kepala BNN (dok.pribadi)
Perang Candu Belum Selesai !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun