Fenomena kabar "hoaks" di media sosial belakangan mereda setelah kepolisian menangkapi tersangka penyebar hoaks negatif. Padahal media mainstream yakni media cetak dan media online yang resmi dan tidak resmi juga ikut andil menyuplai materi hoaks.
Lalu salah siapa, penyebar atau produsennya, pabriknya atau agen pengecernya?
Dalam hal ini penanggulangan hoaks tidak cukup dengan pendekatan normatif, meski hal itu juga perlu untuk menimbulkan efek kejut (shock therapy).
Pertanyaan apakah dijamin tidak akan ada lagi materi hoaks di media sosial dan online?
Berapa sebenarnya jumlah pengguna media sosial di Indonesia? Data - data ini perlu saya paparkan untuk memberikan perspektif luas tentang fenomena hoaks di media internet dan sosial. Sehingga kita bisa bijak dalam menyikapinya, apa pun materi teks, gambar dan video yang kita posting di medsos bisa menjadi viral. Mengingat jumlah pengguna media sosial dan tingkat keaktifan pengguna medsos
Bila menilik hasil survey Asosiasi Penyedia Jasa Internet(APJI) terakhir yang dirilis Kemenkominfo, pengguna internet di Indonesia tahun 2017 meningkat 54 persen dibandingkan tahun 2016.
Sejumlah fakta menarik mengenai serba-serbi internet di Indonesia pun terungkap. Sekretaris Jenderal APJII Henri Kasyfi Soemartono memaparkan, dari total 262 juta jiwa, sebanyak 143,26 juta jiwa diperkirakan telah menggunakan internet. Angka penetrasi ini terbilang naik dibanding tahun sebelumnya, 132,7 juta jiwa
 sumber : Kemenkominfo
Saya mencoba mencari data lain sebagai pembanding dari media resmi tentang postur umum tentang pengguna internet di Indonesia. Media online detik.com pernah mengutip hasill survei lembaga survei bisnis Tetra Pax Index mengenai pertumbuhan dan perilaku pengguna internet Indonesia.
Laporan Tetra Pak Index 2017 yang belum lama diluncurkan, mencatatkan ada sekitar 132 juta pengguna internet di Indonesia. Sementara hampir setengahnya adalah penggila media sosial, atau berkisar di angka 40%.
Angka ini meningkat lumayan dibanding tahun lalu, di 2016 kenaikan penguna internet di Indonesia berkisar 51% atau sekitar 45 juta pengguna, diikuti dengan pertumbuhan sebesar 34% pengguna aktif media sosial. Sementara pengguna yang mengakses sosial media melalui mobile berada di angka 39%.
Sumber : Detik.com
Fakta ini salah satu variabel mengapa penyebaran materi hoaks tidak akan sirna begitu saja, mengingat jumlah pengguna internet sangat besar di Indonesia. Selain itu, warganet Indonesia adalah pengguna media sosial cukup besar di dunia.
Saya mencoba menelaah kualitas keaktifan seperti apa, tapi bila mengingat maraknya kabar hoaks sudah bisa ditebak kegiatan paling sering dilakukan adalah "sharing" berita kawan atau dari Whatsapp Grup (WAG). Dari survei Tetra Pak Index sekitar 52 juta pengguna sangat tergila - gila dengan media sosial dengan kegiatan antara lain posting, sharing, atau hanya reading.Â
Kenapa sharing?Â
Untuk memproduksi materi informasi berupa teks atau gambar (image) Â berkualitas memerlukan keahlian dan wawasan tersendiri, kecuali sekedar komentar (comment). Di kolom komentar ini tak jarang kita temui kata - kata mengandung kekerasan non-verbal (contoh : goblok!, Â sumpah serapah lainnya).Â
Menurut laporan UNESCO 2017, Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara dengan tingkat literasi terendah (sumber: Kompas.com) . Hasil survei seakan mengingatkan kita semua bagaimana literasi kita, apakah warganet bisa memproduksi konten yang positif dan menyaring informasi di timeline medsos secara bijak.
Sinergitas dan Cinta
Kepala Badan Sandi Siber Negara (BSSN), Djoko Setiadi mengatakan, pihaknya melakukan kerjasama dan bersinergi  dengan segenap elemen pemerintah dan penegak hukum, seperti BIN, Cyber Crime Polri untuk memerangi serangan siber, termasuk hoaks.
Silakan yang masih mau sebar - sebar hoaks, kalau ada uang lebih !
Djoko mencontohkan bahaya  serangan siber seperti perang siber pertama,  pihak Rusia menyerang Estonia di tahun 2007. Dimana pihak Rusia menyerang dan melumpuhkan  sistim  dan fasilitas informasi dan komunikasi Estonia.
Dalam diskusi publik #LawanHoaxDenganCinta di Paradigma Cafe, Jakarta (28/02/2018), Kepala BSSN juga mengajak masyarakat berpartisipasi melawan hoaks di media sosial. Ia menyarankan pengguna media sosial selalu check dan richeck informasi di media sosial lewat pengecekan sumber berita, tanggal berita, keberpihakan info.
Selain itu, Djoko Setiadi juga mengajak segenap elemen masyarakat menghormati agama dan keyakinan lain, membalas hoaks dengan cinta, seperti tak menanggapi tweetwar.
"Doakan saudara - saudara yang suka menebar hoaks agama dan etnis, mungkin mereka mempunyai kesulitan hidup", ujar Kepala BSSN, Djoko Setiadi.
Betul juga,ya !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H