Jaman sekarang, sektor apa yang tidak tersentuh oleh tehnologi digital. Sebuah niscayaan, dalam beberapa tahun ke depan sekeliling kita akan di penuhi peralatan digital, dan kegiatan sehari - hari akan dipengaruhi aplikasi-aplikasi.
Perubahan perilaku masyarakat akibat pengaruh inovasi di bidang digital belakang mulai terasa sekali. Generasi "jaman old" bisa jadi akan tertinggal dalam penguasaan tehnologi, tapi generasi 'jaman now' akan menjadi pasar sekaligus pembuat inovasi di bidang tehnologi digital.
Siapkah kita menghadapinya? Siap tidak siap harus dihadapi, bila tidak kita akan terlindas oleh jaman.
"Fenomena perkembangan teknologi digital sudah tidak bisa dapat disikapi oleh industri dengan reaktif. Teknologi tidak hanya mengubah perilaku individu dalam kegiatan sehari-hari, namun juga mengubah perilaku perusahaan dalam menjalankan bisnisnya", ujar Hendrisman Rahim , Ketua Umum AAJI dalam Konferensi Pers pembukaan kegiatan Digital and Risk Management in Insurance (DRiM) 2018.
Menarik sekali langkah dari AAJI, seorang pakar Marketing Indonesia , Rhenald Kasali pernah mengatakan, tahun 2018 akan terjadi 'digital crisis". Rhenald mengutip hasil Outlook Bisnis 2018 dari lembaga riset, Forrester.
Menurut Rhenald, para CEO dari perusahaan lama akan menjadi pemula (beginner) di era bisnis digital. Mereka harus belajar lagi pola - pola bisnis "jaman now" yang tidak mereka pelajari sebelumnya.
Memasuki tahun 2018, tepat sekali AAJI meluncurkan program DRiM, sebuah program inisiatif untuk merespon cepatnya perkembangan tehnologi digital. Khususnya menyangkut hubungan perusahaan dengan konsumen, percepatan ragam proses bisnis dan penyebaran informasi.
Sebagai organisasi payung perusahaan asuransi jiwa di Indonesia, AAJI berharap dapat membantu meningkatkan dan memajukan penetrasi asuransi jiwa di negeri ini.
Visi dari AAJI ini sejalan dengan pendapat  Rhenald Kasali, bahwa digitalisasi adalah sebuah kewajiban (Mandatory). Transformasi pola - pola bisnis lama ke pola bisnis dengan sentuhan tehnologi tentu tak semudah membalikan tangan.
Transformasi, inilah istilah yang tepat untuk menggambarkan peta bisnis 'jaman now". Setiap pemilik perusahaan dan bisnis mau tidak mau wajib melakukan transformasi bisnis dan usahanya. Bila tidak, bukan tidak mungkin nasib akan menjadi "fosil", seperti "Dinasaurus" dan binatang - binatang purba lainnya.
Dalam tulisan kolomnya di Kompas.com, Renald menguraikan betapa gawatnya era digital bagi pebisnis konvensional. Menurut Guru Besar UI ini, manusia mengeksplorasi dunia digital 50 tahun lalu.
Rata - rata perusahaan terkemuka di dunia bisa bertahan 50 tahun dalam daftar Fortune 500, tetapi di tahun 2018 diperkirakan hanya bisa bertahan 15 tahun saja.
Menyadari fenomena jaman, AAJI terus mendorong anggotanya untuk melakukan perubahan (transformasi) cara berbisnis agar siap menghadapi era digital. DRiM adalah satu program untuk mempersiapkan perusahaan - perusahaan anggota AAJI menghadapi era digital.
"Melalui kegiatan ini, AAJI berkomitmen teguh untuk terus mendukung program literasi dan inklusi keuangan dari pemerintah dan OJK. Â Serta mendorong para pelaku industri asuransi jiwa agar lebih siap menghadapi tantangan perkembangan tehnologi, termasuk dalam manajemen resiko yang juga harus terus dikembangkan", ujar Hendrisman Rahim.
Apa itu DRiM ?
Kegiatan ini adalah salah satu upaya merespon tantangan di bidang teknologi di bisnis asuransi jiwa. AAJI menyelenggarakan Digital and Risk Management in Insurance (DRiM) Seminar yang pertama kalinya, di Nusa Dua, Bali, tanggal 22-23 Februari 2018. Kegiatan DRiM diumumkan pertama kali pada 24 Januari 2018 kepada khalayak, antara lain dengan diawali "Hackathon Start-Up Competition",
Untuk itu AAJI menggandeng "Purwadhika Start-up and Coding School untuk menggelar "Hackathon Start-up Competition" berkolaborasi dengan sekitar 100 generasi millenial untuk mendapatkan masukan ide - ide segar tentang "web dan aplikasi digital". Tentunya hasil inisiasi ini berupa aplikasi yang dapat membantu komunikasi dan proses bisnis asuransi jiwa yang kekinian.. Selain kegiatan lomba, juga diselenggarakan seminar, pameran dari "stake holder" bisnis asuransi jiwa nasional.
"Dengan saling mendukung dan bekerjasama ini, kami yakin dapat memberikan aksi nyata pada kemajuan industri asuransi jiwa", ujar Christine Setyabudi, Ketua Panitia DRiM. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Indonesia memiliki potensi besar sebagai pasar industri asuransi jiwa yang belum tergarap secara maksimal. Pendekatan melalui tehnologi informasi digital diharapkan mampu meraih pasar yang lebih luas.
"Indonesia merupakan negara ke-8 terbesar dalam penggunaan internet, potensi ini sudah seyogyanya kita maksimalkan termasuk mampu mengatasi resiko yang terdapat di dalamnya", tegas Christine.
Tak hanya itu, DRiM juga memberikan manfaat bagi pelaku industri asuransi yang berpartisipasi berupa tambahan poin. 40 poin untuk partisipan di Program Manajemen Program Resiko Asuransi dari Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI). Dan 2 (satu) poin dari AAJI untuk para agen asuransi, peserta Program Pengembangan Profesional Berkelanjutan (Continuous Profesional Development /CPD).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H