Menurutnya hal ini sesuai dengan semangat Presiden Joko Widodo untuk membuka diri dan tidak takut berkompetisi. Secara mental akan mengangkat harga diri sebagai warga negara Indonesia.
Tentunya kebijakan ini menurut Sri Mulyani juga harus mempertimbangkan kemampuan ekonomi nasional. Kita harus berkaca pada pengalaman Amerika yang pro lingkungan sehingga menutup semua tambang batubara. Dampaknya pengangguran meledak, stress massal, mereka itulah salah satu kelompok pemilih Trump. Tak heran jika orientasi kebijakan ekonomi AS lebih menekankan ekonomi lokal.
"Popularitas Presiden Joko Widodo makin tinggi, biasanya disertai harapan dan aspirasi masyarakat juga makin tinggi. Namun tidak disertai tingginya kesabaran masyarakat", ujarnya.
Harapan dan aspirasi tinggi berbanding terbalik dengan tingkat kesabaran makin pendek
Sikap menghadapi resiko.Â
Sikap terbaik dalam menghadapi fluktuasi ekonomi dunia  dengan waspada, antisipasi resiko dan teliti dalam implementasi. Sikap paranoid, Ketakutan dan  pesimis tak ada gunanya. Kebijakan pemerintahan saat ini sudah pada jalurnya, seperti halnya mendidik anak butuh banyak pengorbanan padahal kita tak tahu akan jadi apa anak kita.Â
"At least we know going that way...", tegasnya
Menurutnya saat ini pekerjaan rumah kita  adalah bagaimana mengantisipasi gerusan tehnologi yang merebut pekerjaan manusia. Pada tahun 100 tahun Indonesia merdeka penduduk Indonesia sekitar 309 juta. Mereka perlu sarana hidup dan pekerjaan. Sudah saatnya kita semua mulai mengantisipasi dan mencari terobosan untuk itu.
Hmmm....betul juga, ya !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H