Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Balada Sebuah Impian Warga Jakarta (1)

13 Oktober 2017   00:03 Diperbarui: 14 Oktober 2017   15:14 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rumahku, istanaku...

Aku siap - siap membawa dokumen pelengkap untuk mengajukan kredit rumah dengan DP 0%. Setelah pengecekan selesai, kumasukan ke tas ransel bututku, segera aku keluar rumah menuju sepeda motor jadul keluaran tahun '96.

Berkali - kali aku coba 'starter' tapi tetap nggak mau hidup mesinnya. Aku coba check bensin, kubuka sadel dan penutup tangki. "Ahhh..lupa aku, semalam tidak aku isi", runtukku dalam hati.

Pikiranku langsung melayang mencari penjual bensin terdekat dari rumah. " Ohhh iya ada di ujung gang, bensin eceran milik Mang Kosim tetanggaku", pikirku. Pom bensin UKM ini memang melayani pengendara motor yang kepepet, kelebihannya boleh 'ngutang'. Mana bisa kalo di pom bensin resmi. Reflek aku mencabut dompet dari kantong celana, ternyata di dompet tinggal 20 ribu. Ya sudah beli bensin satu liter, makan siang ngutang warung dekat kantor.

Tiba - tiba istri memanggil: " Mas kalo ketemu konter pulsa tolong isiin 10 ribu,ya". Haduh.. sepertinya keberuntungan tidak berpihak kepadaku hari ini. Cepat - cepat kusingkirkan pikiran negatif tersebut, kualihkan dengan rencana beli rumah. Sudah sejak lama aku dan istri ingin punya rumah sendiri, kami sudah menikah 10 tahun. Sejak menikah hingga punya anak 2 aku masih tinggal di rumah petak 4 x 6 meter ini.

Setelah isi bensin langsung aku memacu motor tuaku, tetap saja jalannya lambat seperti orang tua. Kecepatan 60 /Km saja raga motorku sudah gemetaran, akhirnya sampai juga di balaikota. Hari masih pagi ketika sampai, kira - kira pukul 7, betapa kagetnya aku, disana sudah ribuan orang antri. Tiap orang harus ambil nomer antrian, ketika aku mendatangi petugas aku disodori nomer 1001.

"Wah nomor keberuntungan nih", pikirku. Aku jadi ingat lampu ajaib dalam cerita "1001 Malam. " Moga - moga nasibku seperti Aladin mendapatkan istana", pikirku. Tidak dapat istana seperti Aladin juga tidak masalah asal ada tempat untuk berteduh yang layak dan milik sendiri.

Janji pemerintah daerah DKI Jakarta yang baru menerbitkan harapanku untuk memiliki rumah idaman.

"Pak, dari jam berapa antri nomor?", tanyaku kepada bapak - bapak di sebelahku. " Jam 3 pagi,mas", ujarnya. Pantesan pagi - pagi sudah banyak yang antri, aku langsung 'down' melihat kerumunan orang itu. Kalau pengajuan mereka dikabulkan semua mau dimana lokasi rumahnya?

Kalau aku pikir - pikir lahan di Jakarta sangat terbatas, bisa nggak pemerintah menyediakan ribuan rumah di wilayah DKI.

"Ahh.. bodo amat", pikirku, untuk apa aku memikirkan soal itu. Sebagai warga aku berhak menuntut janji mereka sehingga tidak sia - sia aku mengajak para tetangga memilihnya.

" Pengumuman, hari ini hanya dilayani sampai nomor antrian 100, nomor selebihnya hari berikutnya", terdengar suara dari speaker yang sengaja dipasang di tengah kerumunan antrian.

"Huuuuuu....", teriak warga. akhirnya aku putuskan cabut dari lokasi karena hanya ijin ke kantor sampai jam 12.

Maklum kuli, aku kerja sebagai operator mesin cetak di kawasan Kalibaru. Dengan gaji pokok hampir setara UMR Jakarta, setiap bulan harus cari tambahan, syukurlah bila ada lemburan ada tambahan pemasukan. Pas sepi lemburan aku biasanya nyambi 'ojek online', hasilnya lumayan untuk tambah - tambah beli bensin dan beras.

Keprihatinanku cuma satu, ingin punya rumah kecil untuk anak dan istriku. Ketika ada program rumah dengan DP 0% hatiku berbunga seperti saat 'saudara tua' Jepang membebaskan Indonesia dari Belanda dan berjanji memakmurkan negeri - negeri di Timur Raya.

Next : 

Balada...2

Balada ...3

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun