Bagi pengguna moda transportasi kereta api  Commuter Line tidak asing dengan istilah ini,  setiap gerbong kereta memiliki bangku prioritas. Letak tempat duduk ini diujung depan dan belakang gerbong, setiap gerbong memiliki dua pasang kursi panjang berhadap -- hadapan.
Pada jam-jam sibuk di pagi dan sore hari biasa tidak ada kursi yang kosong, sehingga penumpang yang naik  dari stasiun di tengah rute tidak kebagian tempat duduk. Kecuali penumpang yang naik dari stasiun pemberangkatan. Secara teknis gerbong kereta api Commuter terbagi berdasar gender, 2 gerbong di belakang lokomotif dan dua gerbong dibuntutnya diperuntukan bagi kaum hawa.
Faktanya pembagian ruang berbasis gender ini tidak berlaku mutlak, gender laki -- laki tidak akan duduk atau berdiri di gerbong khusus wanita. Bila nekat berdiri  atau duduk pasti sudah diingatkan oleh para penumpang wanita di gerbong itu. Sebaliknya kaum wanita bebas masuk gerbong umum, tak ada yang  "nyinyir", bahkan dipersilahkan duduk bila ada pria yang baik dan sopan.
Bukan iri lho, tapi itulah fakta di lapangan sehari -- hari. Kembali soal tempat duduk prioritas  di dinding gerbong dekat tempat duduk terpampang signed gambar wanita hamil, manula, lansia,dan wanita dengan bayi dan kaum difable.
Meski tempat itu diprioritaskan untuk mereka, faktanya bila keadaan memungkinkan diduduki juga oleh penumpang pria. Seakan mereka tidak tahu bahwa tempat duduk itu bukan untuk dia. Bila kondisi penumpang sepi tidak menjadi soal, sebaliknya pas jam -- jam sibuk dan kebetulan ada penumpang dengan kondisi tersebut sering tidak mendapat prioritas.
Modus umum penumpang Commuter Line adalah pura-pura sibuk atau tidur , ini cara paling aman untuk mengacuhkan penumpang lain. Itulah sebabnya banyak penumpang dengan prioritas tidak mendapatkan hak-haknya di moda transportasi umum ini. Untung saja banyak penumpang yang "tepo sliro" (tenggang rasa) sehingga menyerahkan singgasana untuk diduduki oleh pemumpang dengan prioritas.
Etika menggunakan moda transportasi umum seperti Busway, Commuter Line masyarakat kita masih rendahrasa tenggang rasanya.  Contohnya saat  masuk ke pintu kereta api atau busway biasanya cenderung berebut. Tidak mengindahkan atau memberi prioritas bagi yang mau turun. Prinsipnya siapa cepat masuk dapat tempat duduk, tak peduli penumpang lain yang lebih membutuhkan.
Peristiwa-peristiwa seperti itu dengan mudah kita temui bila menggunakan moda transportasi umum seperti Busway dan Commuter Line. Budaya antri untuk masuk ke dalam bis dan kereta api umumnya jarang terjadi, meski petugas mengingatkan untuk memberikan prioritas penumpang turun. Begitulah budaya masyarakat dalam bertransportasi, semoga budaya ini di masa depan lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H