Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasih dalam Sebuah Pledoi

25 April 2017   17:11 Diperbarui: 26 April 2017   02:00 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pikiran dan logikal normal akan menganggap seruan ini tidak masuk akal, secara umum logika manusia biasa terdidik untuk membalas perbuatan buruk pihak lain dengan tindakan sama.

Apologi untuk membenarkan logika ini contohnya pernyataan para Jawara silat Betawi “...Loe jual gue beli !”. Istilah lain adalah pre-emptive artinya menyerang duluan sebelum diserang, atau bertahan secara fisik menghadapi ancaman serangan musuh, biasanya dilakukan oleh kelompok yang merasa terancam oleh pihak lain.

Hakekat dari “...Loe jual gue beli !” dan pre-emptive adalah sama, yaitu menghadapi secara fisik kelompok – kelompok yang mengancam terhadap dirinya.

Sejarah dunia mencatat, Kaisar Nero, adalah pemimpin Imperium Romawi yang sangat kejam, bahkan tidak segan – segan membakar kota Roma untuk menfitnah kelompok religius yang tidak sukainya. Kaisar Nero menghukum pengikut kelompok religius dengan kejam, sebaliknya tak ada upaya pre-emptive dari kelompok religius ini.

Kekejaman Nero hanya direaksi dengan doa – doa dan bersembunyi di gua – gua bawah tanah di bawah kota Roma yang disebut Katakombe. Namun kebenaran tidak pernah kalah, Kekaisaran Romawi pun akhirnya mengakui kebenaran dari kelompok religius ini dan menjadikannya ajaran ini ideologi negara.

Bagi kebanyakan orang, reaksi kelompok religius ini adalah sebuah tindakan pengecut, kebodohan dengan membiarkan dirinya disiksa, dihina, direndahkan tanpa bereaksi fisik melawan balik. Faktanya, sebuah kebenaran hakiki, sejati yang berasal dari Sang Pencipta tidak pernah kalah, meski sang waktu sering membuat tidak sabar menunggu jawaban Sang Khalik. “Kasihilah Musuhmu!” adalah sebuah perintah yang diimani oleh penganut religius ini, buah dari iman itu adalah ideologi pagan Kerajaan Romawi runtuh bukan oleh pedang tapi oleh iman dan doa.

“Kasihilah Musuhmu!” perintah ini sungguh tidak masuk akal manusia secara umum,melawan arus bagaimana kita tetap bisa mencintai dengan setulus hati dan pikiran terhadap orang telah membuat hati dan fisik kita terluka?

Kebanyakan manusia diajarkan untuk membalas dengan setimpal atau dengan lebih perbuatan orang lain yang merugikan kita.

Dalam peradaban modern (terkini) pemaknaan serangan balasan tidak harus dengan secara fisik, bisa berwujud non-fisik. Bisa berbentuk “hoax, fitnah” di media sosial, dari mulut ke mulut atau di media maistream oleh kelompok yang berseberangan kepentingan. Mungkinkah perintah “Kasihilah Musuhmu!” dilaksanakan dalam praktek kehidupan sehari – hari, terutama dalam politik praktis?

Perlu diingat, bahwa hakekat utama politik adalah sebuah kegiatan untuk meraih kekuasaan, dengan agenda untuk kesejahteraan sosial. Tiap kelompok mempunyai ideologi / dasar pemikiran sendiri – sendiri.

Selain itu hubungan antar kelompok dalam politik bersifat cair, didasari kepentingan, sehingga tidak ada kasih atau cinta abadi dalam politik. Hari ini bisa jadi kelompok A dan kelompok B bersekutu, namun beberapa waktu kemudian bisa berseteru. Tak ada lawan abadi, tak ada musuh abadi ! Seperti minyak dan air, kedua tidak bisa dicampurkan menjadi satu zat baru.

Pledoi hari ini berjudul “Tetap Melayani Walapun Difitnah” adalah implementasi perintah “Kasihilah Musuhmu!” , sebuah keyakinan yang melawan arus logika normal manusia. Namun juga tidak ada hukum positif yang bisa menjerat kesalahannya, kecuali dengan cara – cara negatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun