Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Money

Jangan Ragukan DP Rumah 0%, Cemaskan Saja

23 April 2017   16:30 Diperbarui: 24 April 2017   01:01 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemegang KTP DKI Jakarta tentu sangat suka cita dengan program kepemilikan rumah dengan uang muka  0%. Dalam janji kampanye Anies – Sandy menyatakan DP rumah  0%, tapi dalam situs resmi kampanye, satuan “persen” diganti dengan “rupiah”. Resminya program ini adalah program kepemilikan rumah dengan “DP Rumah  0 rupiah”. Whatever lah !!!

Program ini sangat bagus bagi warga DKI Jakarta yang tidak memiliki rumah tinggal di wilayah DKI Jakarta, sementara untuk membeli rumah di luar wilayah DKI Jakarta sangat – sangat tidak efisien mengingat sumber pendapatan / pekerjaan berada di DKI Jakarta dan penghasilan bulanan (Take Home Pay) hanya setinggi Upah Minimum Pekerja (UMP). Kurang lebih UMP di DKI Jakarta adalah 3,2 juta per bulan (setiap tahun naik).

Seorang kepala rumah tangga dengan 2 anak sekolah dan tinggal di kontrakan / rumah petak akan  “berbunga –bunga dengan program DP Rumah  0% ini.  Tapi juga menimbulkan kecemasan perasaan dan mengguncang logika pekerja (termasuk saya)  para penghuni rumah petak dengan harga sewa maksimal 1 juta per bulan dan penghasilan 3,2 juta / bulan.

Mengapa ? Penghasilan pekerjaan informal, staf kantor biasa, pekerja konstruksi / bangunan di Jakarta tidak lebih dari 3,5 juta per bulan. Pendapatan ini,  adalah  penghasilan tetap / rutin yang bisa dijadikan andalan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan sosial. Bila ada penghasilan tambahan diluar penghasilan tetap adalah “rejeki nomplok” saja,  tidak bisa dijadikan patokan pendapatan.

Sudah menjadi rahasia umum, warga penghuni rumah petak di Jakarta nafasnya  selalu kembang – kempis mengayuh biduk  rumah tangganya  dengan UMP sekarang ini, dan selalu mengalami  “defisit anggaran” setiap bulannya.

Apakah Program DP Rumah 0% mampu mengangkat derajat mereka (dan saya...hehehe)  dengan memiliki rumah di wilayah DKI Jakarta seperti yang dijanjikan?

Dalam pemberitaan di Kompas.com mengenai simulasi  skema kepemilikan ini  di jabarkan sebagai berikut :

Program  DP Rumah 0%

  • DP rumah sebesar 15% (sesuai ketentuan Bank Indonesia) ditanggung  oleh Pemprov DKI Jakarta.
  • Pemegang KTP DKI Jakarta dengan penghasilan maksimal 7 juta rupiah
  • Hasil simulasi kompas properti penghasilan minimal  yang rasional adalah 9,5 juta rupiah untuk dapat mengikuti program DP 0%.

Pertanyaaan dari saya (bukan mewakili warga DKI Jakarta, karena tidak ada mengangkat saya sebagai wakil warga DKI Jakarta, hehehee....)  :

  • Pemprov DKI Jakarta menanggung  uang muka Rp 52,5 juta  per warga yang dibebankan kepada APBD atau dipihak ketigakan ?
  • Bila beban ini dipihakketigakan tentunya akan meminta kompensasi balik, siapa yang membayar, apakah warga atau Pemprov DKI Jakarta? (misalnya melalui monopoli pasokan listrik, air dll dengan harga yang ditetapkan oleh penyedia, karena bukan dari penyedia resmi – PLN, PAM – harga lebih mahal seperti di apartemen - apartemen)
  • Berapa lama target  waktu distribusi kepemilikan rumah bagi warga DKI Jakarta,  1 tahun, 2 tahun, 3 tahun?
  • Berapa target distribusi rumah DP Rumah 0% ini, 1000 rumah  per  tahun, 2000 per tahun, 1 juta  rumah per tahun ?
  • Legalitas apakah yang  akan dimiliki pemilik rumah, Hak Guna Bangunan, Hak Milik, atau Hak Sewa ?

Sebagai warga kelas bawah saya mensyukuri hadirnya  program ini, tapi juga cemas apakah program ini bisa diakses secara penuh oleh warga kelas bawah di  DKI Jakarta.

Bukan tidak mungkin tiba-tiba stock rumah habis karena dibeli oleh pemodal  besar dengan  modus menggunakan banyak KTP.  Pemilik KTP diikat perjanjian sewa  bulanan / tahunan oleh pemilik modal tersebut. Bila modusnya seperti ini, masyarakat kelas bawah DKI Jakarta hanya pindah lokasi  rumah sewa, tanpa ada kepemilikan yang sah secara hukum. Harap – harap cemas menunggu Durian Runtuh ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun