Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Money

Produk "Black Market" dan Pengawasan Pemerintah

13 Februari 2017   09:08 Diperbarui: 13 Februari 2017   10:34 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penetapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri(TKDN) untuk produk impor yang diedarkan di Indonesia menjadi kendala sejumlah produsen elektronik dari luar negeri. Dalam hal ini termasuk produk smartphone yang laris manis di Indonesia. Pada tahun 2016 pemerintah menetapkan TKDN 20%, pada tahun ini 30% untuk produk hanphone. Kebijakan pemerintah ini sangat bagus untuk menarik investor dari luar negeri agar membangun pabriknya di Indonesia, bila mereka ingin menjual produknya secara massal.

TKDN memberikan dampak positif bagi pabrikan dalam negeri, sejumlah pabrik perakit barang - barang elektronik kecipratan rejeki untuk membuat beberapa komponen smartphone yang sudah dan akan masuk ke Indonesia. Apabila pemerintah konsisten dalam keputusan ini akan sangat bagus, tetapi harus diiringi juga penegakan hukum dengan memberangus produk - produk Black Market (BM).  Contohnya produk BM smartphone  ini menyebar ke semua sentra - sentra penjualan smartphone di Jakarta, seperti di Roxy Square, Ambassador, Cempakan Mas, dan sentra outlet-outlet hanphone di Jabodetabek.

Tak hanya produk handphone, produk kamera CCTV pun dibanjiri oleh produk yang tidak jelas, tanpa sertifikat uji dari kementerian perindustrian atau lembaga penguji yang resmi. Sejumlah penjual kamera CCTV di daerah Mangga Dua, Harco dan Glodok banyak yang  menjual kamera CCTV merek "abal-abal"dari Cina, lalu disablon dengan merek sendiri atau mencomot merek terkenal.  Sedemikian kompleknya masalah ini, pemerintah harus lebih ketat mengawasi produk import.  Modus importir nakal adalah  mendaftarkan beberapa produk  yang akan diimpor ke pihak berwenang untuk mendapatkan sertifikasi, pada saat impor, barang dibeli bukan merek yang didaftarkan. Mereka membeli barang tanpa merek, kemudian dilabeli dengan merek yang mereka daftarkan.

Permainan serupa juga untuk produk handphone, tapi lebih sulit untuk smartphone, modus nya sama, tapi dalam prakteknya mereka tidak hanya mengimpor merek - merek yang didaftar, tapi juga tipe - tipe lain satu merek yang sedang laris di pasar. Tentunya tipe - tipe itu tanpa sertifikat, dan memang  sengaja untuk dilempar ke pasar gelap. Tidak heran bila beberapa smartphone yang belum lolos uji Kemeninfo sudah beredar di Roxy, Ambassador dan Cempaka Mas. Sebaiknya penertiban wajib dilakukan oleh dinas perindustrian dan Kominfo untuk melindungi konsumen. Tak hanya produk smartphone, kamera cctv, produk laptop juga menjadi komoditas yang menguntungkan importir untuk di lempar ke pasar gelap. Bagaimana kita menyikapinya sebagai konsumen?  Pilihlah dengan cermat produk yang anda beli , mulai dari fisik, garansi produk, dan label sertifikasi yang resmi dari pemerintah. (bluepenmedia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun