Sindiran miring sempat mencuat kepada rezim SKK Migas di era lalu, terbukti ketua SKK Migas terkena imbas dari aksi mafia–mafia energi ini. Mereka memang sangat licin dan mempunyai koneksi luas di pemerintahan dan dukungan dana yang luar biasa, dan di dukung oleh National Oil Company dan perusahaan minyak internasional (MNC) dari luar negeri yang menginginkan negeri kita membeli minyak mereka.
Caranya adalah menekan produksi minyak nasional lewat SKK Migas, sehingga pemerintah kekurangan pasokan dan terpaksa harus mengimpor dari luar yang membebani APBN Indonesia.
Modus sudah bisa tercium, tapi sulit ditangkap aktor–aktornya karena sudah seperti “konspirasi hari kiamat”. Cara cerdas yang dibuat Jokowi adalah mengobrak–obrak permainan licin para mafia ini lewat permainan mereka sendiri, seperti kasus “papa minta saham” dan mencopot pejabat pemerintah yang ditenggarai mendukung secara langsung dan tidak langsung. Presiden Jokowi dengan cerdik mengganti Sudirman Said dengan Arcandra yang nota bene sangat ahli memperhitungkan investasi pembangunan Blok Masela.
Tak mau mundur, kelompok ini mendongkel Arcandra dengan soal kewarganegaraan, Jokowi kena “skakmat”, mundur selangkah dan berencana menempatkan kembali Arcandra di jajaran petinggi pemerintahan, terutama yang menyangkut energi sesuai bidang yang dikuasainya. Isu dan kabar terakhir, Presiden Jokowi belum definitif menempatkan kembali Archandra di mana, di Kementerian ESDM atau sebagai Kepala SKK Migas? Dua jabatan strategi yang mempengaruhi kebijakan energi nasional yang bersumber dari minyak dan gas.
SKK Migas mempunyai reputasi kurang sedap di pemerintahan periode lalu, isu–isu permainan “cost recovery” di antara pejabat BP Migas (sebelum SKK Migas) dan oknum Senayan sering muncul dan hilang. Berkait dengan investasi Blok Masela yang menelan biaya sangat tinggi, tentunya akan menjadi tanggung jawab pemerintah nanti lewat “cost recovery”, jadi apabila terjadi “mark up”, pemerintah akan dirugikan, sebab semua biaya yang dikeluarkan investor saat ini harus dibayar oleh pemerintah melalui mekanisme seperti prosentase pembagian hasil dan pajak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H