Otoritas Jasa Keuangan masih belum mempunyai instrumen peraturan yang memadai untuk pendatang baru ini, pebisnis keuangan yang berbasis internet (Financial Technology) . Di dunia maya, beberapa start up Fintech telah menawarkan jasa investasi dan peminjaman kepada masyarkat luas. Ada 2 dua aktifitas keuangan dari Fintech, yaitu menarik dana investor dan memberikan pinjaman. Kedua kegiatan ini akan bertubrukan dengan lembaga perbankan dan koperasi yang telah mengantongi ijin dari OJK dan Kementerian Keuangan dan lembaga terkait. Bagaimana dengan Fintech?
Apa itu Peer 2 Peer Lending (P2PL) ?
Perusahaan-perusahaan Fintech menjalan bisnis mereka dengan model bisnis P2PL, peer to peer lending, peran perusahaan mempertemukan para pemberi pinjaman (investor) dengan peminjam (borrower) . Perusahaan penyedia layanan P2PL menyediakan sarana untuk investor untuk mengetahui profil calon peminjam yang dipasang di website perusahaan layanan Fintech.
Sebelum ditayangkan dan layak menjadi “borrower”, perusahaan Fintech akan meneliti data calon peminjam dan melakukan verifikasi dengan pihak terkait seperti bank, leasing dll. Setelah “verified”, calon peminjam masuk dalam “beauty contest’, dimana investor bisa memilih sendiri siapa yang dipinjami dana.
Siapa investornya? Bisa dari berbagai kalangan, karena perusahaan Fintech menawarkan nilai investasi bervariasi, dari investasi 1 juta rupiah sampai 1 milyar rupiah. Investor dijanjikan keuntungan bunga dari nilai investasinya. Rata – rata “return” yang ditawakan oleh start up Fintech 6 – 15% pertahun tergantung kontraknya dengan perusahaan Fintech.
Lalu untuk peminjam akan dikenakan bunga berapa ? Beberapa situs P2PL menawarkan angka 3-5% per bulan, bergantung jumlah pinjaman dan rekor profil peminjam. Perusahaan Fintech memiliki analis kredit yang dibantu oleh apliksi yang mempu men-tracking rekam jejak peminjam. Model pinjaman beragam dan bervariasi nilainya, sebab perusahaan Fintech juga menyasar pinjamanan personal mulai dari nilai 100 ribu rupiah dan tenor bervariasi.
Selain pinjaman personal, juga menawarkan pinjaman untuk bisnis (B2B) dengan nilai pinjaman sampai milyaran rupiah. Pemilik proyek dapat memanfaatkan dana ini dengan mengajukan opsi peminjaman “untuk didanai”, biasanya untuk opsi ini perusahaan Fintech menawarkan return yang tinggi kepada investor.
Resiko Investasi di Fintech
Untuk menarik investor sejumlah perusahaan Fintech menawarkan “return’ tinggi kepada calon investor, rata – rata melebihi return yang diberikan oleh lembaga keuangan perbankan. Janji perusahaan Fintech dalam situs – situs mereka adalah investor aman menaruh dana mereka di perusahaan, perusahaan menyediakan sistim pengawasan terbuka terhadap investor. Sehingga aliran cash flow peminjam dapat dimonitor oleh investor melalui dashboard mereka.
Meski perusahaan ini telah beroperasi di berbagai negara Asia, seperti India, Singapore, Malaysia, tapi di Indoneisa model bisnis perusahaan Fintech belum populer. Selain itu secara legal, OJK pun belum siap dengan aturan – aturan baku mengatur operasional dan pengawasan terhadap perusahaan Fintech. Lalu bagaimana dengan perusahaan Fintech yang sudah terlanjur beroperasi ? Seperti kasus transportasi berbasis online yang sempat menimbulkan keributan karena pemerintah belum siap dengan aturan baku, semoga aturan untuk perusahaan Fintech segera terealisir.
Sosialisasi Fintech Minim