Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Harus Masuk Partai Politik?

30 Agustus 2016   13:32 Diperbarui: 31 Agustus 2016   04:14 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah pertanyaan yang ingin saya jawab sendiri, tapi sampai sekarang saya belum menemukan jawaban yang tepat, pada dasarnya saya tidak ingin menjadi penonton di Republik. Hanya bisa berkomentar via blog ini atau hati geram melihat kelakuan - kelakuan politisi kita yang kadang tidak rasional menurut kita. Memberikan kontribusi riil dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, ikut menjadi pelaku sejarah dan sedikit banyak memberikan arah sejarah bagi bangsa ini. 

Inilah idealisme saya, memang naif kalau kita hanya bisa mengatakan seharusnya tapi tidak memberikan kontribusi untuk negeri ini. Resiko di dunia politik memang ada, Jebakan politik memang tidak bisa diukur, jebakan bisa datang dari mana saja bila kita terjun ke politik. Ada yang mengatakan politik itu kotor, memang kenyataannya begitu, apa yang nenjadi logika kebanyakan tidak masuk dalam logika politik, etika kebanyakan tidak sama dengan etika politik.

Begitulah kenyataannya, seperti kasus SN, kesandung beberapa kali di kasus Bank Bali, Bulog, Freeport, tapi dengan kehandalannya sebagai politisi yang tidak menggunakan logika umum dia berhasil survive hingga sekarang. Kini malah menjadi ketua salah satu partai terbesar di Indonesia, bahkan semua kasus yang pernah dilalui tidak diungkit aparat hukum lagi, bahkan dilupakan. 

Salah satu contoh politisi yang menggunakan logika tidak umum di dunia politik, demikian juga Presiden kita, hanya seorang pebisnis mebel dari kota Solo, bukan aktifis partai seperti SN, tapi komitmennya sebagai pemimpin dan kader partai mengantarnya meraih kekuasaan puncak di dunia politik. 

Sebuah perbandingan yang tidak sebanding antara SN dan Jokowi, SN mengalami perjalanan panjang sampai ke puncak, sebagai orang tertinggi di salah satu Partai terbesar di Indonesia dengan jungkir balik dengan berbagai kasus. Sedang Jokowi bekerja keras, mengabdi , tidak memikirkan harta selama menjabat sebagai pejabat publik, akhirnya komitmennya menjadi berkah bagi karir politiknya. Kedua - duanya sama - sama meraih puncak karir politik, tapi jalan mereka yang berbeda.

Bila melihat contoh diatas, dalam dunia politik ada 2 pilihan, memberikan kontribusi tanpa  atau memberi kontribusi dan berambisi  menjadi orang penting atau pejabat publik. Kedua-duanya hanya berbeda dalam hal partisipasi.  Pejabat publik keputusannya bisa mempengaruhi orang banyak, sedangkan kontributor politik, pemikirannya belum tentu bisa mempengaruhi langsung orang banyak, kalau bisa butuh waktu yang lama, berbeda dengan seorang walikota, bupati, gubernur yang memberikan kontribusi langsung kepada rakyat. Pilihan mana yang kita ambil pasti ada resiko.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun