Mohon tunggu...
Sigit Akbar
Sigit Akbar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ketua Himpunan Mahasiswa Jurnalistik IISIP Jakarta II Himpunan Mahasiswa Islam II Temukan saya di twitter @sigitakbar687 ig: @sigitakbar II The Show Must Go On II Hidup soal keberanian, menghadapi tanda tanya, tanpa bisa dimengerti, tanpa bisa dihindari, terimalah dan hadapilah (quote)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gus Dur Itu Wali?

11 Januari 2014   16:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:55 1938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa minggu lalu para gusdurian mengadakan semacam Haul untuk memperingati wafat Gus Dur yang ke-4. Acara ini dilaksanakan diberbagai kota seperti Jakarta, Yogyakarta dan Pesantren Tebu Ireng di Jombang. Dengan landasan pembacaan “1 Juta Al-Ikhlas” untuk Gus Dur ini dihadiri beribu jamaah, juga dari kalangan keluarga dan pemerintah. Contohnya di Ciganjur, Jakarta Selatan,  Basuki Tjahja Purnama atau yang akrab kita sapa Ahok, Wakil Gubernur DKI Jakarta ini salah satu dari berbagai kalangan pemerintah yang hadir dalam acara tersebut.

Ditengah keramaian jemaah dan ramainya para pedagang yang berjualan di sekitar acara, ada salah satu stand banner buku yang menarik perhatian saya. Banner tersebut menggambarkan Gus Dur yang sedang tertawa di lingkari oleh para wali songo atau sembilan. Dan ada tulisan besar dibanner buku tersebut  “Bukti-Bukti Gus Dur itu Wali” 99 kesaksian tak terbantahkan dari sahabat, orang dekat,kolega dan keluarga. Banner sangat ramai dilihat bahkan tak segan para pemuda gusdurian berpose bersama didepan Banner tersebut. “Apa sih yang membuat Gus Dur itu pantas disebut Wali oleh masyarakat?” dalam benak saya yang semakin penasaran kemudian menghampiri stand buku tersebut kemudian membelinya seharga 40 ribu yang kebetulisan sedang diskon pre-order. Saya beli dan mulai saya baca cover belakangnya dahulu, terdapat banyak komentar-komentar dari berbagai kalangan seperti Dahlan Iskan, K.H Hasyim Muzadi, K.H Aqil Siradj, termasuk komentar dari Ahok.

Inilah beberapa komentar yang saya kutip dari berbagai kalangan tersebut :

“Gus Dur itu tidak pernah mengeluh, nerimo dan tidak takut pada siapapun. Buku ini mengingatkan saya beberapa pengalaman pribadi saya dengan beliau soal semua itu. Wajar kalau orang menyebutnya dia wali ” K.H Hasyim Muzadi, Pengasuh Pesantren Al-Hikam, Ketua Umum PBNU 1999-2010

“Tahun 2007, Gus Dur bilang kalau saya bisa jadi gubernur, bahkan presiden. Hari ini saya jadi gubernur... saya tak begitu mengerti konsep wali dalam islam, tapi bagi saya Gus Dur itu betul-betul orang yang dipilih Tuhan untuk melakukan ini semua” Basuki Tjahja Purnama (Ahok) Wakil Gubernur DKI Jakarta

“Saya berkali-kali ke makam Gus Dur. Berkali-kali juga menyaksikan betapa banyak peziarah yang datang, tidak mengenal jam, hari, pekan, bulan dan tahun. Jam berapa saja, bulan apa saja sama ramainya, tidak beda dengan makam wali-wali lainnya” Dahlan Iskan Menteri BUMN

Buku “Bukti-Bukti Gus Dur itu Wali” ditulis oleh Achmad Mukafi Niam & Syaifullah Amin yang berisikan kisah kesaksian dari berbagai kalangan tentang keistimewaan Gus Dur, mengenai sesuatu yang bisa dikatakan Gus Dur ini mendapat Karomah yang tidak didapat oleh orang lain.  Juga dilengkapi dengan humor-humor ala Gus Dur semasa hidupnya.

Berikut salah satu kutipan dalam  isi buku ini. Pada halaman 42 terdapat salah satu kesaksian dari seorang sopir pribadi Gus Dur, yang bernama Khoirul.

Judulnya  “Cilacap-Jakarta Hanya Ditempuh Satu Jam”.

Salah satu saksi hidup yang menyaksikan kemampuan spiritual Gus Dur adalah Khoirul, sopir pribadi Gus Dur. Ia mengalami beberapa kejadian yang luar biasa selama bersama Ketua Umum PBNU tiga periode ini. Namanya juga sopir, tentu saja kejadian-kejadian itu tak jauh dari pengalamannya bersama Gus Dur di jalan raya.

Suatu ketika, ia berada di Majenang, Cilacap, mengantar Gus Dur bersama beberapa anggota rombongan yang mengendarai mobil berbeda. Saat ini sudah jam 12.00, dan Gus Dur mengajak pulang karena di rumah ada tamu yang harus ditemuinya tepat jam 13.00. Ia pun segera memutar arah dan mobil lain mengikutinya dari belakang. Karena sudah ada janji, ia pun ngebut, tetapi tidak yakin bisa segera sampai di Ciganjur tepat waktu. Ia berpikiran, paling-paling bisa sampai di jakarta pukul 15.00 atau 16.00, mengingat jaraknya yang sangat jauh. Apalagi, masih haru melewati kawasan Puncak yang jalannya sempit, berliku-liku dan naik turun karena saat itu belum ada tol Cipularang.

Meski begitu, ia tetap menggeber mobilnya secepat yang bisa ia lakukan hingga mobil rombongan lain dibelakang dan jauh keetinggalan. Singkat cerita, sampailah mobil yang dikendarainya bersama Gus Dur di Ciganjur, Jakarta dengan selamat. Lantas, ia pun menengok jam tangannya, Angka yang masih diingatnya sampai sekarang pukul 13.12. “Jakarta-Cilacap hanya ditempuh dalam waktu 1 jam lebih sedikit” kenangnya. Walhasil, Gus Dur tidak terelambat menerima tamunya yang juga baru saja sampai. Sedangkan rombongan mobil dibelakangnya baru sampai Ciganjur pukul 16.30 terpaut tiga jam lebih.

Dalam cerita nyata barusan saya dapat menyimpulkan bahwa Gus Dur mempunyai keistimewaan yang memang orang lain tidak mendapatkannya. Namun dalam konteks Gus Dur itu wali , Wallahu A’lam ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun