Mohon tunggu...
Sigit Setyawan
Sigit Setyawan Mohon Tunggu... Lainnya - Keterangan Profil

Pembelajar.Pendidik.Penulis. Praktisi pendidikan. Trainer Metode Mengajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nyalakan Kelasmu, Para Guru!

8 September 2014   23:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:16 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para peserta mencoba information trading dalam pembelajaran

Para guru terpaksa beranjak dari tempat duduknya. Mereka menawarkan informasi kepada rekan guru lain. Informasi itu tidak gratis, yang mau tahu jawaban atas pertanyaan harus rela membayar. Maka terjadilah kericuhan di ruang pelatihan "inspiring-creative teaching" itu. Ketika diberitahukan, "Waktu habis!" para guru protes dalam bahasa Jawa, "Piye to, aku lagi meh dodolan iki." (Gimana sih, aku lagi mau mulai jualan ini). [caption id="" align="alignleft" width="780" caption="Para peserta mencoba information trading dalam pembelajaran"][/caption] Demikianlah "Information Trading Games" menjadi salah satu metode sharing yang paling disukai di seminar dan workshop 3 kota (Surakarta, Semarang, dan Yogyakarta) pada 23 Agustus, 30 Agustus, dan 6 September 2014 lalu. Peserta di Jogja bahkan kemudian mengembangkan gagasan ini menjadi lebih kompleks dan menantang. Pelatihan "Nyalakan Kelasmu" diangkat dari buku saya dengan judul yang sama Nyalakan Kelasmu (Grasindo, 2013). Dengan tambahan puluhan metode lainnya, para guru seakan "dibombardir" dengan berbagai metode mengajar. "Sepertinya kurikulum 2013 memang tidak menginginkan kita memakai metode ceramah," komentar salah seorang peserta di Semarang. Memang benar, dalam pelatihan ini tidak ada ceramah, tapi toh para guru akhirnya memahami lebih dari 31 metode mengajar dan bahkan mempraktikkannya. Siswa Pendiam dan Pasif Tidak ada guru yang tidak bicara dalam pelatihan kali ini. Semua peserta mau tidak mau bicara dan melakukan aktivitas. Saya juga menegaskan bahwa diskusi kelompok belum tentu efektif. Maka saya pun memodifikasi metode kooperative learning DR. Kagan (Timed Sharing). Namun, di tengah semuanya itu, seorang guru dari SD di Surakarta mengatakan, "Pak, ini kan kita guru jadi bicara. Anak saya di kelas tidak mau bicara. Bahkan, jika waktu ditambah, dia akan tetap diam." Komentar itu membuat saya membuat teknik "kartu wajib bicara" untuk diterapkan di Semarang dan Yogyakarta. Hasilnya sangat bagus, kartu itu membuat orang bicara. Saya menambahkan bahwa jika siswa tidak bicara, ketika ia bicara harus dipuji karena keberaniannya. Jangan dimarahi karena justru semakin takut bicara. Dengan memperhatikan dan menerapkan pemahaman tentang multiple intelligence, para guru kemudian meramu sendiri metodologi yang kreatif untuk diterapkan di kelas. Tak heran, ketika mereka mengajar sesama guru dalam "fun teaching" atau "teaching in action" banyak gelak tawa dan justru banyak pula ide mengalir dari sana.

"Kegiatan hari ini sangat membantu saya dalam meningkatkan kreativitas dan motivasi saya dalam mengajar di kelas," demikian Bu Anisah dari MAN 2 Semarang berkomentar di akhir acara seminar di Semarang. Dalam kaitannya dengan pengajaran riil di lapangan, "Bagus, menjawab kebutuhan guru dalam implementasi kurikulum 2013," komentar Bu Mulyasih Rahayu guru SMA Krista Mitra Semarang. Hal senada disampaikan di Yogyakarta, D. Shinta Devi, guru SD Bopkri Gondolayu berkomentar, "Banyak sekali metode yang didapat untuk kurikulum 2013. Sangat membantu untuk lebih kreatif dalam memberikan materi."

Real Teaching

Saya senang sekali ketika para guru mempraktikkan metode kreatif ini di kelas. Bahkan, ada guru yang meng-upload fotonya di facebook. Sungguh, ini adalah hiburan tersendiri mengetahui bahwa pelatihan itu membantu guru dalam real teaching di kelas. Saya meminta peserta mempraktikkan apa yang didapat dan meminta guru lain masuk kelas untuk mengevaluasi dengan "sandwich evaluation" dan ketika itu dipraktikkan, sebuah hadiah terbesar buat saya. Guruku Panutanku Bukan hanya metode mangajar, "Inspiring-Creative Teaching" di tiga kota itu juga mengupas buku pertama saya "Guruku Panutanku" (Kanisius, 2013). "Seorang guru tidak dapat mengajarkan nilai yang tidak dimilikinya," menjadi bahan sharing temuan penelitian saya. Sesi ini justru menjadi sesi awal yang memberikan motivasi bahwa seorang guru membentuk kehidupan. Jadi, profesi guru itu bukan profesi main-main. Sebelum para guru mengajar dengan kreatif, kita perlu memastikan bahwa mereka penuh dengan motivasi positif untuk mengajar. "Seminar ini memberikan semangat baru, jadi 'dopping' untuk mengajar," komentar Ibu Dwi Sri Sujarwati, guru SMPN 3 Boja Kendal yang datang jauh dari Kendal ke Surakarta. Komentar itu membuat saya sangat senang bahwa para guru yang datang ke pelatihan adalah guru-guru yang memang siap "inspiring" dan "to be creative". Rangkaian seminar dan workshop 3 kota (Solo, Semarang, Jogja) diakhiri di Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Namun, tak menutup kemungkinan, acara yang sama akan diadakan di kota lain. Pada akhirnya, saya sangat optimis, apapun kurikulumnya, bahkan jika tidak ada kurikulum sama sekali, para guru yang hebat selalu akan membentuk para generasi penerus yang hebat pula. [caption id="attachment_341677" align="aligncenter" width="300" caption="Pelaksanaan Inspiring-Creative Teaching Pak Poedji di SMAK Krista Mitra Semarang"]

141016666251618402
141016666251618402
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun