Kecanduan bermain smartphone atau gadget dan sejenisnya ternyata tak bisa dianggap enteng, seorang anak di bawah umur bisa berubah sikapnya 180 derajat tanpa kita sadari karena kecanduan bermain gadget. Membiarkan anak bermain gadget tanpa pengawasan orang tua jelas berbahaya, di samping itu banyak penyakit serta hal negatif yang akan mengintainya. Seperti yang paling umum terjadi, kerusakan pada mata, kesulitan belajar, gangguan tidur dan makan serta masih banyak hal berisiko lainya.
Kecangihan gadget tanpa bisa kita bendung telah banyak merengut waktu kita, waktu antara orang tua dan anak, serta anak bersama  teman sebayanya. Zaman sekarang, memanjakan anak dengan cara membelikan gadget adalah hal yang paling jamak terjadi. Hati anak senang, orang tua pun bahagia karena bisa memberikan keinginan yang dimau oleh si anak.
Banyak alasan yang mendasari mengapa orang tua membelikan gadget untuk anak kesayanganya, padahal si anak belum cukup usia memiliki gadget sendiri, apalagi tanpa pengawasan yang memadai dari orang tua. Rasa kasihan kepada anak menjadi awal mula timbulnya keinginan membelikan gadget buat si buah hati. Kasihan yang saya maksud ketika anak tetangga sudah memiliki gadget, sementara anak kita hanya bisa melihat dan meminjam sesekali.
Rasa kasihan sering mengalahkan segalanya,tanpa disadari kita telah melakukan sebuah kesalahan yang nantinya pasti sulit diperbaiki. Saya termasuk dari sekian banyak orang tua yang pernah melakukan kesalahan tersebut. Membelikan anak tablet hanya karena kasihan, teman-teman sebayanya sudah memiliki gadget, jadilah saya ikut-ikutan membelikanya.Â
Selain itu, dari pada terus-terusan memakai gadget saya dan milik mamanya pikir saya saat itu, kemudian saya juga bisa memberikan edukasi untuknya karena lebih praktis. Dengan pertimbangan itu juga saya membelikan gadget untuknya. Sebenarnya sempat terlintas di benak, pasti akan muncul dampak negatif suatu saat nanti.
Awal-awalnya saya masih bisa mengontrol pemakaian gadget miliknya, lama-kelamaan frekwensinya kian bertambah. Sama seperti orang dewasa jaman Sekarang, yang rela pisah sama pacar dari pada dengan gadget kesayanganya (eeh.. jadi curcol). Menemaninya bermain gadget hanya bertahan beberapa bulan saja.Â
Ketika anak menangis hanya karena ingin main gadget, dan kita dalam kondisi tidak bisa menemaninya, dalam kondisi seperti ini tentu yang namanya orang tua tak akan tega. Akhirnya memberikan apa yang ia minta, yang penting jangan menangis, kelar urusanya. Namun faktanya adalah, ini yang banyak di lakukan orang tua jaman now.
Tak salah jika banyak  orang bilang, hadirnya gadget dengan segala kecangihanya sangat  membantu orang tua dalam mendidik  anak. Namun yang perlu di garis  bawahi oleh para orang tua adalah, jangan jadikan gadget sebagai  pengganti teman bermain untuk anak-anak  kita. Tidak perduli usia, masa  balita saja gadget sudah di perkenalkan oleh orang tua.
Menurut saya pribadi, jangan terlalu horor juga mengenai pemakaian gadget. Yang  perlu kita lakukan adalah mengatur serta menggunakannya secara bijak. Memakai gadget untuk keperluan edukasi sudah umum, karena semua informasi yang kita butuhkan dapat di akses tanpa batas. Tinggal mengatur berapa lama kita ijinkan anak bermain gadget. Usia adalah batasan bagi kita dalam memutuskan, kapan akan memberikan kebebasan anak dalam menggunakan gadget.
Percayalah, bagaimanapun cara kita menerapkan aturan dalam penggunaan gadget, tetap  saja kita kalah banyak. Jadi, sebelum anak-anak kita semangkin jauh  mencintai gadgetnya, buatlah cara untuk mengatur jadwal anak menggunakan gadgetnya. Kita  sebagai orang tua jangan sampai kalah dengan rengekan dan janji-janji anak supaya bisa di ijinkan bermain gadget.
Dulu saya sangat khawatir terhadap tumbuh kembang anak setelah mengenal gadget, waktu bermain bersama teman hilang begitu saja. Membelikan tablet untuk tujuan memberikan edukasi yang bisa kita dapatkan dari layanan youtube, ternyata di salahgunakan ketika pengawasan kita lengah. Padahal usianya  saat itu baru 3 tahun, usia yang harusnya di habiskan untuk bermain dengan teman sebayanya.
Masalah kesehatan mata juga pernah terjadi, saya konsultasikan masalah dengan dokter. Dokter menyarankan agar menghindari penggunaan gadget, karena cahaya pada layar sangat tidak baik untuk kesehatan mata. Rasa khawatir membuat saya harus berfikir bagaimana caranya agar anak saya bisa terbebas dari gadget. Belum terlalu parah, jadi saya pikir masih banyak hal yang bisa saya  lakukan.
Ada beberapa pilihan tapi sama-sama berat, membebaskanya anak mengunakan gadget dengan catatan terus melakukan pengawasan, atau membuat aturan tak tertulis dan berharap anak mau mematuhinya. Tapi nyatanya pilihan-pilihan tersebut tidak bisa di laksanakan, bahkan menjadi masalah yang tak kunjung selesai.
Akhirnya sejak saat itu saya mulai melakukan upaya menjauhkannya dari gadget, diantaranya  memperbanyak kesibukan saat hari libur. Walau masih saja merengek, saya tetap bergeming. Sempat berdebat panjang, dari pertanyaan mengapa tidak di perbolehkan memakai gadget, sampai ada ucapan "papa tidak sayang sama anaknya (Jeder)."
Pelan-pelan saya jelaskan tentang dampak penggunaan gadget, antara paham tapi tidak ikhlas. Kami membuat  kesepakatan dalam penggunaan gadget, yang intinya, memakai gadget hanya  dilakukan saat libur sekolah atau hari sabtu dan minggu saja. Yang di  pahaminya hanya ketika libur sekolah di perbolehkan menggunakan gadget.
Kemudian, saat bermain gadget harus dalam jangkauan kami, karena saya tidak mau kecolongan. Saya menghindari ia bermain gadget di dalam kamar, apalagi menguncinya dari dalam karena tidak ingin di ganggu. Mengeraskan volume gadget jika ia mengakses youtube, juga cara saya agar dapat mengetahui apa yang sedang ia tonton. Kira-kira begitulah kesepakan kecil yang kami buat.
Setelah  kesepakatan di mulai, ada hal yang menurut saya sangat lucu. Hampir setiap hari ia selalu bertanya, "berapa hari lagi aku bisa main gadget." Awalnya mungkin akan sulit sekali merubah kebiasaan yang sudah melekat,  namun dengan kesabaran juga penjelasan berulang-ulang di pastikan anak  akan paham. Terbukti sejak saat itu, sampe sekarang usianya beranjak 6 tahun dan telah duduk di kelas sekolah dasar ia tetap patuh terhadap kesepakatan yang kami buat.
Malahan kadang saya sendiri suka gak tega, akhirnya memperbolehkan ia bermain gadget di waktu sengang. Namun ini  malah menjadi aneh baginya, ia malah balik bertanya pada saya, "Pa,  emang boleh main tablet, kan sekarang bukan hari libur." Untuk memulai  perubahan tidaklah gampang, belum tentu aturan seperti yang saya lakukan bisa di terapkan pada anak-anak yang lainya.
Di samping itu, saya  juga mencoba memberikan hobby baru untuknya. Ketika jalan ke mall, selalu kami sempatkan ke toko buku, saya persilahkan ia memilih buku yang ia suka. Dari buku bacaan, sampai buku mewarnai. Hal-hal semacam  ini juga bisa membuat ia melupakan tablet dan gadgetnya, hal sepele  mungkin, namun sudah berhasil membuat anak saya merubah kebiasaan yang kurang bermanfaat selama ini.
Hindari juga menggunakan gadget bersamaan untuk orang tua, ini yang kadang sering terjadi. Anak merasa kesepian kala orang tua sibuk dengan gadgetnya. Saya juga sering tidak sadar melakukanya, anak kami protes "semua maen hape, aku disuruh belajar." Tentu hal semacam ini jangan sampai terjadi, karena sama saja tidak mendukung si anak, malah bisa jadi karena iri, ia akan kembali ke kondisi semula.
Tidak ada salahnya mencoba  mengubah kebiasaan anak yang terlanjur kencaduan bermain gadget, lebih cepat lebih baik. Hal yang selalu  membuat saya miris, banyak orang tua yang memberikan gadget untuk anak  yang masih balita, memberikan tontonan youtube agar anak tidak rewel,  bangga anaknya yang masih balita bisa membuka aplikasi sendiri tanpa  meminta bantuan orang tua. Dulu saya juga melakukan hal seperti itu,  tapi sadar akhirnya.
Banyak fitur yang ada di gadget, seperti  dapat mencegah anak mengakses situs orang dewasa. Tapi sekali lagi bukan  sesederhana itu masalahnya, kita ingin menghindari efek dari penggunaan  gadget bagi kesehatan. Cahaya yang di timbulkan serta aktifitas saat  menatap gadget terlalu lama yang ingin dihindari. Banyak orang tua salah  kaprah mengartikan hal tersebut.
Membayangakan seorang anak  bermain game berjam-jam, tanpa pengawasan orang tua, tentu kebiasaan ini yang harus di rubah. Dampaknya anak akan malas belajar, ditegur malah jadinya marah.  Untuk para orang tua, sayang dengan anak tidak harus membelikanya gadget. Pikirkan matang-matang sebelum memutuskan membeli kebutuhan bagi anak. Membelikan sebuah buku bacaan atau mewarnai saat  jalan-jalan mungkin bisa menjadi alternatif, seperti yang sudah saya  lakukan. Jadi silahkan berikan yang terbaik untuk anak kesayangan kita.
Sukatani, 2017/02/04
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H