Dulu saya sangat khawatir terhadap tumbuh kembang anak setelah mengenal gadget, waktu bermain bersama teman hilang begitu saja. Membelikan tablet untuk tujuan memberikan edukasi yang bisa kita dapatkan dari layanan youtube, ternyata di salahgunakan ketika pengawasan kita lengah. Padahal usianya  saat itu baru 3 tahun, usia yang harusnya di habiskan untuk bermain dengan teman sebayanya.
Masalah kesehatan mata juga pernah terjadi, saya konsultasikan masalah dengan dokter. Dokter menyarankan agar menghindari penggunaan gadget, karena cahaya pada layar sangat tidak baik untuk kesehatan mata. Rasa khawatir membuat saya harus berfikir bagaimana caranya agar anak saya bisa terbebas dari gadget. Belum terlalu parah, jadi saya pikir masih banyak hal yang bisa saya  lakukan.
Ada beberapa pilihan tapi sama-sama berat, membebaskanya anak mengunakan gadget dengan catatan terus melakukan pengawasan, atau membuat aturan tak tertulis dan berharap anak mau mematuhinya. Tapi nyatanya pilihan-pilihan tersebut tidak bisa di laksanakan, bahkan menjadi masalah yang tak kunjung selesai.
Akhirnya sejak saat itu saya mulai melakukan upaya menjauhkannya dari gadget, diantaranya  memperbanyak kesibukan saat hari libur. Walau masih saja merengek, saya tetap bergeming. Sempat berdebat panjang, dari pertanyaan mengapa tidak di perbolehkan memakai gadget, sampai ada ucapan "papa tidak sayang sama anaknya (Jeder)."
Pelan-pelan saya jelaskan tentang dampak penggunaan gadget, antara paham tapi tidak ikhlas. Kami membuat  kesepakatan dalam penggunaan gadget, yang intinya, memakai gadget hanya  dilakukan saat libur sekolah atau hari sabtu dan minggu saja. Yang di  pahaminya hanya ketika libur sekolah di perbolehkan menggunakan gadget.
Kemudian, saat bermain gadget harus dalam jangkauan kami, karena saya tidak mau kecolongan. Saya menghindari ia bermain gadget di dalam kamar, apalagi menguncinya dari dalam karena tidak ingin di ganggu. Mengeraskan volume gadget jika ia mengakses youtube, juga cara saya agar dapat mengetahui apa yang sedang ia tonton. Kira-kira begitulah kesepakan kecil yang kami buat.
Setelah  kesepakatan di mulai, ada hal yang menurut saya sangat lucu. Hampir setiap hari ia selalu bertanya, "berapa hari lagi aku bisa main gadget." Awalnya mungkin akan sulit sekali merubah kebiasaan yang sudah melekat,  namun dengan kesabaran juga penjelasan berulang-ulang di pastikan anak  akan paham. Terbukti sejak saat itu, sampe sekarang usianya beranjak 6 tahun dan telah duduk di kelas sekolah dasar ia tetap patuh terhadap kesepakatan yang kami buat.
Malahan kadang saya sendiri suka gak tega, akhirnya memperbolehkan ia bermain gadget di waktu sengang. Namun ini  malah menjadi aneh baginya, ia malah balik bertanya pada saya, "Pa,  emang boleh main tablet, kan sekarang bukan hari libur." Untuk memulai  perubahan tidaklah gampang, belum tentu aturan seperti yang saya lakukan bisa di terapkan pada anak-anak yang lainya.
Di samping itu, saya  juga mencoba memberikan hobby baru untuknya. Ketika jalan ke mall, selalu kami sempatkan ke toko buku, saya persilahkan ia memilih buku yang ia suka. Dari buku bacaan, sampai buku mewarnai. Hal-hal semacam  ini juga bisa membuat ia melupakan tablet dan gadgetnya, hal sepele  mungkin, namun sudah berhasil membuat anak saya merubah kebiasaan yang kurang bermanfaat selama ini.
Hindari juga menggunakan gadget bersamaan untuk orang tua, ini yang kadang sering terjadi. Anak merasa kesepian kala orang tua sibuk dengan gadgetnya. Saya juga sering tidak sadar melakukanya, anak kami protes "semua maen hape, aku disuruh belajar." Tentu hal semacam ini jangan sampai terjadi, karena sama saja tidak mendukung si anak, malah bisa jadi karena iri, ia akan kembali ke kondisi semula.
Tidak ada salahnya mencoba  mengubah kebiasaan anak yang terlanjur kencaduan bermain gadget, lebih cepat lebih baik. Hal yang selalu  membuat saya miris, banyak orang tua yang memberikan gadget untuk anak  yang masih balita, memberikan tontonan youtube agar anak tidak rewel,  bangga anaknya yang masih balita bisa membuka aplikasi sendiri tanpa  meminta bantuan orang tua. Dulu saya juga melakukan hal seperti itu,  tapi sadar akhirnya.