Mohon tunggu...
Sigit
Sigit Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mimpi-mimpi yang menjadi kenyataan

Dibalik kesuksesan seorang anak ada doa ibu yang selalu menyertainya, kasih sayangnya takan pernah luntur, dan takan tergantikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Sembarangan Menjuluki "Kutu Loncat" kepada Karyawan

13 Maret 2018   05:47 Diperbarui: 13 Maret 2018   10:31 3717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kreativa.co.id

Hal yang diragukan oleh perusahaan jika menerima tipe karyawan kutu loncat adalah masalah loyalitas, bagaimana jika target belum tercapai yang bersangkutan tiba-tiba resign. Bukan bermaksud membela, tapi seorang yang suka berpindah kerja atau tipe karyawan kutu loncat mempunyai tanggung jawab yang tinggi, jadi tidak serta merta resign tanpa menyelesaikan segala kewajibannya di perusahaan tempat kerja. Itu menurut pengalaman serta kaca mata saya pribadi.

Jika membandingkan generasi pekerja zaman old dan now, perlu di akui pekerja zaman now itu lebih manja, jarang berfikir panjang. Sedikit saja kondisinya tidak nyaman, maka tak butuh berfikir panjang. Karyawan zaman now lebih fleksibel atau tidak kolot, tidak seperti pekerja zaman old, makanya jangan sampai mereka stres karena beban kerjaan. 

Ada plus dan minus mempekerjakan karyawan dengan tipe kutu loncat, tingggal mengambil sisi positifnya saja. Siapa sih yang akan menyia-nyiakan peluang, jika faktanya itu lebih baik dari yang sebelumnya.

Dulu saya sendiri mencari perusahaan yang sesuai dengan passion, gaji, benefit, serta posisi yang lumayan, namun jaraknya lumayan jauh. Waktu untuk keluarga jadi berkurang, karena habis di perjalanan. 

Kalau ada yang menawari saya dengan kondisi yang sama tapi lebih dekat, mungkin saya akan mengambilnya tanpa berfikir panjang. Jika jarak tempat kerja dekat, artinya waktu dengan keluarga otomatis akan bertambah. Kira- kira itulah impian saya dan mungkin hampir semua karyawan berkeinginan demikian.

Sebenarnya banyak faktor yang melatarbelakangi seorang untuk resign, tidak melulu karena gaji dan jabatan. Terkadang kondisi kenyamanan yang sekarang banyak diincar oleh para pekerja, suasana kerja yang nyaman di sinyalir membuat karyawan betah, gaji biasa saja tak masalah bagi mereka. Gaji tinggi, pressure yang gila-gilaan hanya akan membuat stres, ide-ide untuk berimprovisasi tidak muncul karena tekanan yang di rasakan terlampau berat. 

Jadi sebaiknya jangan asal menuduh atau mengenaralisir seorang karyawan yang sering berpindah kerja sebagai seorang kutu loncat, karena bagaiamana pun juga, perusahaan penerima memiliki andil besar mengapa seorang karyawan memilih resign. Jangan selalu berfikir seorang karyawan akan diam saja bila diperlakukan tidak adil, apalagi karyawan zaman now. 

Mencari terbaik dari yang terbaik adalah pilihan, seorang karyawan berhak mentukan nasibnya, tidak selamanya seorang yang pindah kerja kurang dari 2 tahun itu jelek, apalagi sekarang banyak sistem kontrak dalam kerja. 

Banyak juga perusahaan yang memutus kontrak kerja seorang karyawan setelah berakhir kontrak kedua, hal ini dilakukan jika perusahaan tidak menjadikan si karyawan dengan status permanen. Lebih baik pahami dulu alasannya agar tidak salah menilai seseorang dengan julukan si kutu loncat.

Karawang, 2017-03-13

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun