Persoalan dan perdebatan tentang rokok kembali marak terjadi. Merokok merupakan kebiasaan yang sudah ada sejak jaman dahulu kala dan mewabah tanpa ada kendali. Wacana kenaikan harga rokok mencuat, adu debat-pun dimulai kembali. Ada sebagian yang setuju dengan kenaikan harga rokok dan jauh lebih banyak lagi yang menentang wacana kenaikan tsb.
Para petani tembakau akan melakukan demo setiap hari karena ladang rezeki mereka diusik. Akan tetapi bisa saja keadaan tersebut terbalik, harga rokok dinaikkan tapi penjualan tetap stabil jadi hujan rezeki bagi para petani tembakau dan tentunya keuntungan dari cukai tembakau akan berlipat-lipat yang akhirnya tujuan mengurangi perokok untuk kesehatan menjadi sia-sia belaka.
Saya dulunya juga perokok, alhamdulilah sekarang sudah tidak pernah menyentuh lagi tapi masih menghirup asapnya. Pertanyaanya, bebaskah saya dari penyakit akibat rokok? Jawabnya tentu tidak. Lebih dari 2 tahun ini saya sudah meninggalkan kebiasaan merokok, tanpa rokok saya masih bisa hidup dengan normal sampai saat ini dan alhamdullilah masih diberikan kesehatan. Bicara soal kesehatan, saya mempunyai beberapa cerita bagaimana orang-orang dekat saya meninggalkan kebiasaan merokok, dan bahkan ada yang meninggal akibat rokok tersebut walaupun diagnosa tentang penyakit yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok masih selalu jadi perdebatan.Â
Satu setengah bulan yang lalu, paman saya meninggal dunia setelah di diagnosa mengidap penyakit kanker paru. Saya tahu kebiasaan paman saya ini, sejak saya masih kecil kebiasaan merokok sudah dilakoninya. Bahkan ketika terserang batuk sampai harus memegang dada, masih saja mulut tak lepas dari kepulan asap rokok. Sampai akhirnya kabar duka itu datang, yang tinggal hanya penyesalan.
Ternyata sejak berhenti merokok, Si Bapak jadi sering melamun, pulang kerja mandi, makan langsung tidur tidak pernah lagi duduk di beranda depan. Saya pikir Si Bapak hanya shock karena langsung berhenti tanpa dengan mengurangi dulu porsi merokoknya. Masih penasaran juga setelah di tanya lebih lanjut ternyata Si Bapak sebelum berhenti merokok memang sempat sakit dan memeriksakan diri ke rumah sakit, dan dokter menyatakan si bapak terkena kanker paru. Sedih mendengarnya, anak-anaknya masih kecil dan mungkin itu juga alasan si bapak tetangga saya ini memutuskan untuk berhenti dari kebiasaan merokoknya.
Jadi, masih tidak percayakah bahwa rokok memang banyak mudaratnya dari pada manfaatnya. Tapi saya salut dengan beliau karena berani berhenti dari kebiasaan buruknya, yang artinya dia masih perduli akan kesehatan dirinya dan juga keluarganya. Bagaimana dengan Anda yang masih main asap-asapan, masih ada waktu untuk sehat loh. Karena menurut saya, harga mahal tidak akan menjadi penghalang bagi seorang perokok.
Target pendapatan cukai tembakau yang sangat tinggi, menjadi polemik dan akhirnya terjadi benturan terhadap wacana pemerintah dalam manaikan harga jual rokok. Perlu diketahui juga bahwa cukai hasil tembakau memang memegang peran mayoritas yang erat hubungannya dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).
Kalau saya prediksi kemungkinan akan ada penurunan jumlah penjualan rokok, bukan Si Perokok, jika benar wacana kenaikan harga bisa terlaksana. Kemudian adakah dampak bagi para perokok? Saya hanya mendapat jawaban senyum dari teman-teman ketika bertanya jika harga rokok benar-benar naik Rp 50.000 per bungkus, apakah akan berhenti atau biasa saja. Bisa jadi para perokok sedang berpikir bagaimana cara me-manage kembali keuangan mereka, agar bisa tetap merokok walaupun harga beli sangat mahal.
Penjualan Rokok di Negara Maju