Mohon tunggu...
Sigit
Sigit Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mimpi-mimpi yang menjadi kenyataan

Dibalik kesuksesan seorang anak ada doa ibu yang selalu menyertainya, kasih sayangnya takan pernah luntur, dan takan tergantikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lika-liku Seorang Pujakesuma

18 September 2015   10:59 Diperbarui: 18 September 2015   10:59 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Tak asing sebenarnya untuk orang yang lahir tahun 80an, Putra jawa kelahiran sumatera "Pujakesuma". tigapuluh tiga tahun sudah saya menyandang gelar Pujakesuma hingga sekarang. banyak sekali lika-liku hidup ketika lahir diluar daerah suku yang disandang. Kakek dan nenek saya sendiri lahir di jawa tengah, tapatnya di banyu mas, tapi ibu dan bapak saya sudah lahir di sumatera. sampai sekarang tidak begitu paham silsilah keluarga. nah saya sendiri lahir 40 km dari kota Binjai, atau yang lebih dikenal dengan kota rambutan. medan ke kota binjai berjarak sekitar 25 km.

Binjai adalah salah satu kota (dahulu daerah tingkat II berstatus Kotamadya) adalah propinsi wilayah sumatera utara,Indonesia. Binjai terletak 22 km di sebelah barat ibukota provinsi Sumatera Utara, Medan. Sebelum berstatus kotamadya, Binjai adalah ibukota Kabupaten Langkat yang kemudian dipindahkan ke Stabat Binjai berbatasan langsung dengan Kabupaten Langkat di sebelah barat dan utara serta Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur dan selatan. Binjai merupakan salah satu daerah dalam proyek pembangunan Mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan Deli Serdang. Saat ini, Binjai dan Medan dihubungkan oleh jalan raya Lintas Sumatera yang menghubungkan antara Medan dan Banda Aceh. Oleh karena ini, Binjai terletak di daerah strategis di mana merupakan pintu gerbang Kota Medan ditinjau dari Provinsi Aceh. Binjai sejak lama dijuluki sebagai kota rambutan karena Rambutan Binjai memang sangat terkenal. Bibit rambutan asal Binjai ini telah tersebar dan dibudidayakan diberbagai tempat di Indonesia seperti Blitar, Jawa timur menjadi komoditi unggulan daerah tersebut.(Wikipedia)

Saya yang mencari rezeki di kota besar dan berbaur dengan berbagai suku, kudu bisa menyesuaikan diri, terlebih bahasa yang digunakan, kebiasaan bahasa yang digunakan sehari2 walaupun sudah hampir 10 tahun ini menetap di daerah bekasi, dan bekerja dengan berbagai latar belakang suku, membuat saya harus berpikir keras agar tidak menjadi candaan, salah bahasa sedikit saja bisa di bully seumur hidup hahaha...., coba banyangkan ketika teman kerja saya bertanya, "kalau pulang kampung jalan2 naik angkutan apa?", saya dengan enteng menjawab "naik kereta boncengan sama istri", yang tanya langsung melonggo! hehehe...., (kereta:motor).

Medan dikenal dengan suku batak, jadi tak heran siapapun yang lahir di medan sumatera utara otomatis meyandang label orang batak ketika merantau seperti di jakarta dan sekitarnya. saya yang memang aslinya suku jawa terkadang sampai kewalahan, ketika harus menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan para rekan kerja, atau sahabat, apalagi yang lahir tahun 2000an mana tau istilah Pujakesuma. inilah beberapa pertanyaan yang sering saya dapatkan selama tinggal dibekasi;

sh :"bapak aslinya mana memang?"

sy :"saya asli sumatera".

sh :"sumateranya mana?"

sy :"medan" 

sh :"marganya apa?"

sy :mulai pusing, tuing tuing!

(sh :sahabat dan sy :saya)

Saya jelaskan bahwa saya ini suku jawa asli, hanya lahir di sumatera, kalau gampangnya kota Medan. ya kalaupun saya jelaskan tepatnya kota binjai, malah nggak mudeng pasti yang tanya. kalau kata orang tua saya dulu jamanya Pak Harto, ada yang namanya transmigrasi, yang tujuanya untuk pemerataan penduduk. malah kalau dibilang yang banyak tinggal di daerah medan sekitarnya adalah suku jawa. dari banyaknya suku yang ada disana. walaupun di disangka orang batak setiap berkenalan, tapi saya tidak merasa risih, saya bangga sudah lahir dan besar di kota medan. kalau untuk mencari rezeki memang saya harus merantau dan tidak menetap di sana.

Orang medan itu keras,"suaranya apa lagi" ulet dan pantang menyerah, itu memang fakta bung, dan karena saya lahir dan besar dilingkungan dengan campuran suku di sana, maka terpatrilah sifat2 dan wakatk orang medan di kepala saya. dan saya akui orang batak itu pekerja keras, nah dulu waktu kerja di perusahaan yang lama, banyak penggalaman bertemu dengan orang batak medan yang memang perantauan seperti saya. saya pernah di bentak saat masih baru pertama kali bekerja, eh saya yang memang sudah terbiasa dengan lingkungan seperti itu hanya bisa tersenyum saja meladeni lae yang satu ini, badanya besar, suaranya lantang dan timbulah percakapan antara kami berdua;

Lae :"Hei ngapain pulak kau disini"? dengan suara lantang dan logak batak tobanya

sy : "Maaf, saya orang baru pak", saya jawab dengan sopan sekali

lae :"Kau kalau tidak ada ijin, jangan pulak kau masuk2 area sini!",makin banter aja suaranya lae satu ini

sy :Saya ulangi sekali lagi "Sorry lae, aku orang baru disini", keluarlah logat batak saya hahaha

Lae :"Iya orang bataknya kau?, suaranya merendah

sy :"Ga lae, lahir dimedan aja, aslinya dari binjai

Lae :"Oooo",Hanya manggut-manggut (mungkin keselek ludah)

(Lae:pangilan pria dimedan dan sy :saya)

Sejak saat itu orang2 batak yang kerja diperusahan, menganal saya sebagai orang medan. tak heran jika menghadapi para orang tua, mereka juga latah ikut-ikutan berlogat batak padahal saya hanya bisa berlogat ria saja. beberapa teman juga mengenalkan saya ke beberapa relasi kerja dengan sebutan orang batak padahal saya ini asli suku jawa. apalagi kalau ada tamu yang sukunya batak pasti dengan isengnya saya yang di suruh menemui duluan. dan akhirnya lobi perusahaan yang tadinya hening akan beruabah seketika seperti pajak pagi (pajak:pasar) hahaha, kadang saya sendiri malu juga, tapi itulah, ketika kita bertemu dengan orang batak walaupun saya sendiri hanya numpang lahir dan besar di medan, kami akan seperti keluarga dekat dan itu menjadi kebahagian tersendiri buat saya.

Nah! di Perusahaan yang baru saya bekerja, kebetulan di daerah karawang jawa barat ini, mayoritas adalah suku sunda, kebiasaan orang medan walaupun suku jawa, suaranya selalu lantang, jadi ketika berkomunikasi dengan mereka saya ko merasa aneh, dan pastinya mereka akan berprasangka saya ini orangnya kasar padahal sangat jauh dari sifat saya hehehe.., akhirnya sebagai perantauan dan seorang Pujakesuma, saya harus berusaha menyesuaiakan dengan lingkungan kerja saya. jadi saya harus sedikit belajar bahasa dan berlogat sunda walupun tidak ada pantes-pantesnya juga hahaha..., terkadang jika ada perdebatan walaupun awalnya saya lembut tanpa saya sadari akan kembalilah logat keras saya ini. hadeh aya-aya wae urang. 

Begitulah sedikit lika-liku menyandang gelar seorang Pujakesuma yang tinggal di perantuan, saat lebaran orang jawa berbondong-bondong pulang ke kampung halaman di jawa sana, saya yang juga asli jawa ini harus melawan arus pulang ke kota medan. harus dengan kata mahal dan dengan persipan yang cukup, karena harus naik pesawat untuk menghemat waktu, wajar saja,kalau harus menempuh dengan jalan darat bisa habis lebaran baru nyampe kampung halaman. perbedaan suku dan ragam bahasa tidak menjadikan tembok untuk sebuah persahabatan, tidak ada kata batasan buat saya menjalin persahabatan, apalagi semenjak bergabung di Kompasiana ini saya menemukan beberapa Kompasianer satu daerah dengan saya. timbul kebagaian tersendiri walaupun hanya mengenal sosok2 mereka dari tulisanya saja. itulah uniknya, berbeda-beda suku tapi tetap satu Indonesia.

 

Karawang 20150918

(Ket.gambar kwikku.com)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun