Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tidak Setuju Dengan Atasan, Bagaimana Sebaiknya?

5 Desember 2023   12:15 Diperbarui: 6 Desember 2023   19:38 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah enggak setuju atau enggak sejalan dengan keputusan dan kebijakan atasan?

Apalagi bila keputusan yang diambil tersebut tidak melalui forum rapat. 

Bagaimana juga agar atasan mau setidaknya mendengar aspirasi bawahannya atau setidaknya sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan dan menerapkan kebijakan?

Apalagi dalam kondisi yang terjadi adalah, bila dipimpin oleh atasan yang tipikalnya bawahan harus setuju dengan keputusan atasan, karena atasan begini memang sangatlah sulit untuk mendengar aspirasi bawahan.

Ya, ini adalah suatu kondisi dinamika kerja yang memang enggak mudah, bukan hanya bagaimana caranya untuk mencari solusinya agar bisa seiring sejalan antara atasan dan bawahan.

Tapi karena secara umumnya budaya lah yang membentuk situasi bahwa bawahan enggak boleh enggak setuju dengan atasan. Bawahan tetap bawahan, enggak bisa memantas-mantaskan diri dihadapan atasan.

Bahkan, paradigma yang kerap terjadi di lapangan seperti dibawah ini adalah semakin menegaskan;

"Bahwa bawahan lah yang harus manut sama atasan, kalau enggak setuju dengan atasan ya silahkan resign."

"Atasan itu dalam memimpin dan mengambil keputusan itu berdasar tujuan organisasi, kalau bawahan enggak setuju berarti bawahan lah yang enggak sejalan dengan organisasi."

Dan situasi disagree lainnya yang secara intinya mengarah kepada situasi bahwa atasan selalu benar.

Ya, sampai di sini jelaslah terlihat bahwa telah terjadi situasi dan kondisi bahwa; 

"Tidak dibukanya ruang diskusi dan aspirasi dengan bawahan berkaitan dengan arah strategis organisasi."

"Organisasi tidak mengganut budaya kerja partisipatif anggota organisasinya."

"Adanya situasi yang segera dan darurat, sehingga atasan harus dengan secepat mungkin mengambil keputusan."

Lantas juga sampai di sini, bawahan harus bagaimana?

Ilustrasi gambar sedang berdebat antara atasan dan bawahan | Dokumen Foto Via Freepik.com
Ilustrasi gambar sedang berdebat antara atasan dan bawahan | Dokumen Foto Via Freepik.com

Ya, situasi crowded di atas memang dilematis bagi bawahan, tetap manut tapi budaya kerja terbentuknya seperti itu, bahkan ada yang sangat crowded enggak sehat, mau memberi aspirasi tapi tetap tidak didengarkan. Sulit memang dan inilah yang menjadi tantangan.

Terus bagaimana dong menghadapi tantangan tersebut? Haruskah jalan keluarnya adalah resign atau kalau pun ingin bertahan hanya dipendam saja, ketika kenyataannya harus berhadapan dengan atasan yang tipikalnya enggak partisipatif bahkan atasan yang tipikalnya toxic begitu sehingga berdampak pada lingkungan kerja?

Sebaiknya sih, setidaknya, bawahan harus tetap ada upaya mengentaskannya, se-crowded apapun kondisinya, maka tidak ada salahnya bawahan tetap memberi saran dan masukan, sekaligus sebagai terobosan dalam menyehatkan budaya organisasi.

Seperti halnya saya misalnya yang sudah 20 tahun ini berdinas di lingkungan kerja saya dilingkup TNI AD. Dalam masa yang tidak pendek ini, saya pernah menghadapi berbagai tipikal atasan.

Ya, jujur saja, saya pernah menghadapi tipikal atasan mulai dari atasan yang mau mendengarkan aspirasi bawahannya atau atasan yang bersifat partisipatif dalam menerapkan kebijakan dan mengambil keputusan sampai tipikal atasan yang enggak bersifat partisipatif bahkan atasan toxic seperti yang saya gambarkan situasinya diawal.

Nah, bagaimana saya bisa menghadapinya, bagaimana cara saya betah menghadapi tipikal atasan yang enggak bersifat partisipatif bahkan atasan toxic seperti yang saya gambarkan situasinya tadi diawal?

Ya, ini hanya sharing saran dan pengalaman ya, siapa tahu bisa Anda terapkan dalam dinamika yang dihadapi ketika menghadapi situasi yang saya gambarkan tadi sebelumnya.

Kalau dari saya sih begini;

Pertama, tetap sampaikan saran dan masukan secara konstruktif disertai dengan fakta yang relevan.

Meskipun partisipasi dan aspirasi saya kebanyakan enggak digubris oleh atasan saya yang bertipikal enggak partisipatif dan toxic ini, saya tidak pernah mutung dan putus asa. Saya tetap memberi saran dan masukan secara konstruktif. Setidaknya saya tetap ungkapkan dan menyampaikan itikad baik saya terhadap tujuan organisasi.

Yang jelas saya tentu tidak boleh memaksakan kehendak ataupun pendapat saya untuk diterapkan, tetapi sebagai timbang saran demi kebaikan atasan dan tujuan organisasi. Mau didengar atau tidaknya, mau diterima atau tidaknya tetap berikan masukan yang terbaik.

Ingat, saran dan masukan itu bisa diterima bisa juga enggak, kalau enggak diterima ya kita jangan juga memaksakannya kehendak kita, Iya kan. Terpenting, kita sudah memberikan timbang saran demi kebaikan.

Kedua, cari timing yang tepat dalam menyampaikan timbang saran.

Nah, timing ini juga jadi "angel" yang amat penting dalam memberi saran dan masukan atas keputusannya maupun kebijakannya. 

Jangan memberi saran, menyanggah atau mendebat atasan dikala atasan sedang sibuk misalnya, ketika suasana atasan sedang "mendung" misalnya, dan suasana yang tidak kondusif lainnya yang sedang meliputinya.

Cari momentum terbaik ketika kondisi atasan sedang tidak mendung. Saat atasan sedang ceria dan hepi. Sehingga dalam berpikirnya pun sedang baik-baik saja.

Ketiga, kuatkan mental dan pertimbangan jangka panjang.

Ya, saya betah bertahan dengan tipikal atasan yang toxic dan tidak partisipatif kepada anggota adalah juga karena kekuatan mental saya yang tidak mudah rapuh dan baperan.

Saya lebih visioner untuk mempertimbangkan jangka panjang kedepan, bahwa kedepan atasan datang silih berganti, dan pastinya seiring itu tipikal memimpinnya turut berganti, sehingga sikap saya untuk selalu adaptif dan fleksibel dalam menerima atasan lebih saya kedepankan.

------

Yang jelas, atasan dalam mengambil keputusan dan menerapkan kebijakan dalam organisasi sangatlah dipengaruhi berbagai faktor baik itu pertimbangan strategis maupun karena idealismenya. Meskipun kita sangat sulit untuk selalu setuju dan sejalan ketika keputusan dan kebijakannya diwarnai idealismenya, namun menghargainya adalah jalan yang terbaik.

Menunjukkan ketidak sejalanan, ketidak sepahaman, ketidak setujuan dengan atasan secara frontal justru semakin menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat dan tidak produktif. Jatuhnya konflik dan semakin terbentuk iklim dan ekosistem lingkungan yang toxic. Lebih baik kedepankan sikap mental yang adaptif.

Patut dicamkan, secara logisnya, atasan dalam lingkup organisasi itu datang silih berganti, datang dan pergi, serta tipikal memimpinnya dan kedepannya pasti akan berbeda-beda. Jadi tinggal bagaimana kitanya saja mampu immun mentality dan adaptif untuk tetap betah menghadapi setiap tipikal atasan.

Tentunya dalam hal ini, yang jadi harapannya juga adalah, semoga dapatnya artikel ini bisa terbaca oleh unsur atasan dan menjadi wahana saling wawas bersama dalam mengawaki organisasi serta dalam hal memimpin anggotanya demi tercapainya visi dan misi organisasi.

Atasan harus bisa menciptakan ruang diskusi dan aspirasi yang terbuka dan sehat, maksudnya adalah, dapat terbuka dalam menerima saran dan kritik, mampu menekan ego untuk mengambil keputusan dengan matang dengan tidak mengabaikan bawahan, dan tentunya semoga tidak menjadi atasan yang toxic dalam memimpin anggotanya.

Demikian kiranya artikel ini. Semoga bermanfaat. Artikel ke 186 tahun 2023.

Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun